Setya Novanto Ternyata Tak Keluar dari Partai Golkar, Posisinya Selevel dengan JK dan Akbar Tandjung

Pengurut Partai Golkar menegaskan, mantan Ketua Umum Golkar, Setya Novanto atau Setnov, masih berstatus kader partai berlambang pohon beringin.

Editor: Ahmad Haris
Kolase TribunNetwork/Kompas.com
Mantan Ketua DPR RI Setya Novanto yang menjadi Narapidana kasus korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP), kini telah bebas bersyarat. Partai Golkar menegaskan, Setnov masih berstatus kader partai partai berlambang pohon beringin tersebut. 

TRIBUNBANTEN.COM - Mantan Ketua Umum Golkar, Setya Novanto atau Setnov yang pernah terjerat kasus korupsi proyek e-KTP, ternyata masih berstatus kader partai partai berlambang pohon beringin tersebut.

Hal itu ditegaskan oleh Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia.

Menurut Ahmad Doli Kurnia, Golkar tidak pernah mengeluarkan atau memberi sanksi kepada Setnov.

Baca juga: Daftar 5 Koruptor di Indonesia yang Bebas Bersyarat : Ada Ratu Atut Chosiyah hingga Setya Novanto

“Yang pertama saya mau tegaskan bahwa Pak Novanto itu tidak pernah menyatakan keluar dari partai Golkar dan Golkar tidak pernah menyatakan atau memberikan sanksi atau mengeluarkan Pak Setnov. Jadi dia masih kader Golkar."

"Nah soal jadi pengurus atau tidak pengurus, tidak ada larangan. Selama dia bersedia dan kemudian pimpinan partai memerlukannya,” kata Ahmad Doli di Istana Negara, Jakarta, Rabu (27/8/2025). 

Menurutnya, posisi Setnov bila kembali ke struktur partai lebih tepat berada di tingkat dewan, bukan eksekutif.

Sebab, Setnov sudah pernah menjadi Ketua Umum Partai Golkar.

“Jadi mungkin secara kultural, kalaupun memang Pak Novanto masih bersedia, mungkin nggak di eksekutifnya lah."

"Karena dia senior, kan nggak mungkin di bawahnya Pak Bahlil jadi pengurus. Dia mungkin di dewa-dewa. Tapi kalau yang bersangkutan bersedia,” ujarnya.

Ahmad Doli menyebut belum ada pertemuan resmi antara DPP dan Setnov.

Namun, komunikasi personal tetap berjalan sebagaimana dengan kader senior lainnya.

“Kalau ketemu DPP kan resmi gitu kan nggak ada. Kalau sesama kader kan nggak ada resmi-resmi. Sama dengan ketemu yang lain, kami kalau ada misalnya Pak Ical, Pak Akbar, sini dong diskusi. Itu kan apa aja bisa aja,” jelasnya.

Ia menambahkan, penyusunan kepengurusan partai selalu dilakukan melalui mekanisme Musyawarah Nasional (Munas), bukan dengan tawaran personal.

“Penyusunan kepengurusan itu kan selalu dimulai dari Munas. Munas itu ada susunan pengurus, semua diakomodir. Ada yang bersedia masuk, ada yang tidak. Selama dia jalan."

"Nah di tengah-tengah jalan ini kan urgensinya apa? Kita datang-datang ke satu orang, misalnya kamu mau ya pengurus gitu kan? Maksudnya kultural aja," jelasnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Banten
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved