TRIBUNBANTEN.COM, KOTA SERANG - Aktivis lingkungan hidup Saung Hijau Indonesia (SAHID) mengkritisi kerja sama pengiriman sampah 400 ton sampah per hari dari Kota Tangerang ke Kota Serang. Kerja sama tersebut dinilai mengabaikan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan diprediksi TPAS tersebut penuh dalam tiga tahun ke depan.
Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Saung Hijau Indonesia (SAHID), Wilda Fajar Gusti Ayu, dalam keterangan tertulis yang diterima TribunBanten.com, Kamis (29/4/2021).
Wilda mengatakan, perjanjian kerja sama pengiriman sampah 400 ton per hari ke TPAS Cilowong antara Pemkot Tangsel dan Pemkot Serang masih menjadi polemik di masyrakat, termasuk penggiat lingkungan hidup.
Namun, Wali Kota Serang Syafrudin tetap menandatangani kerja sama tersebut dan direncanakan direalisasikan pada Juni 2021.
Dengan ditandatanginya perjanjian kerja sama tersebut, maka TPAS Cilowong akan menerima kiriman 400 ton per hari atau 1.200 ton per bulan dari wiayah Tangsel. Selain itu, Pemkot Serang akan menerima retribusi sebesar Rp 175 ribu per ton.
Baca juga: Mulai Juni, Tangsel Kirim 400 Ton Sampah Per Hari ke TPA Cilowong Serang
Berdasarkan data dari DLH Kota serang, saat ini TPAS Cilowong telah menampung timbunan sampah dari Kota Serang dan Kabupaten Serang dengan total 778 ton per hari.
Dengan adanya kerja sama pengiriman sampah sebanyak 400 ton per hari dari Tangsel, maka nantinya timbunan sampah di TPAS Cilowong mencapai sekitar 1.188 ton sampah per hari atau 35.640 ton per bulan.
Jumlah timbunan sampah yang masuk ke TPAS Cilowong hanya sebesar 45 persen dari total sampah yang dihasilkan wilayah Kota Serang, dengan jumlah timbunan sampah 1.730 ton per hari.
Di sisi lain, kebijakan kerja sama ini dinilai belum tepat dilakukan mengingat Pemkot Serang belum baik dalam sistem pengelolaan sampah di TPAS Cilowong.
Pengolahan sampah di TPAS Cilowong selama ini belum sesuai UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang tersebut mengarur pengelolaan sampah di TPAS harus menerapkan sistem pengelolaan zero wastle serta mengedepankan kesehatan masyarakat.
Sementara, saat ini di TPAS cilowong pengelolaan sampah masih menerapkan control landfill, yaitu dengan cara membuat tumpukan sampah.
"Pengolahan sampah di TPAS Cilowong masih belum sesuai dengan aturan yang ditetapkan didalam Undang Undang Nomor 18 Tahun 2008," ujar Wilda.
Baca juga: Resmi! Pemkot Tangsel-Serang Kerja Sama Tangani Sampah, Biaya Rp 70 Juta untuk 400 Ton Sehari
Masih kurangnya teknologi pengolahan sampah akan berdampak terhadap jumlah timbulan sampah di TPAS Cilowong.
Berdasarkan beberapa penelitian, dengan volume sampah yang terus masuk dalam setiap harinya selama ini, maka TPAS Cilowong akan penuh pada tahun 2030.
Namun, dengan adanya kerja sama kiriman sampah 400 ton per hari dari Tangsel, maka TPAS Cilowong akan penuh dalam waktu 2 sampai 3 tahun mendatang.
"Dengan adanya kerja sama ini, bisa jadi dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun, TPAS Cilowong akan penuh," ujarnya.
Selain jumlah timbulan sampah yang akan meningkat dengan adanya kerja sama ini akan berdampak terhadap kesehatan masyarakat di sekitar.
Dampak utamanya adalah efek air lindi yang dihasilkan dari sistem control landfill TPAS Cilowong akan berdampak terhadap sumber air masyarakat sekitar.
Baca juga: TPA Cipeucang Longsor, Warga BSD Nikmati Bau Sampah Menyengat Sepanjang Hari
Data DLH kota serang tahun 2019, selain dengan kota Tangsel, Kota serang saat ini melakukan kerja sama pengelolaan sampah dengan Kabuten Serang.
Hal tersebut mengesankan TPAS Cilowong menjadi tumpuan sampah bagi beberapa kota di Provinsi Banten.
"Dari hal ini, wacana 2020 provinsi Banten bebas sampah hanya sekedar wacana. Fakta di lapangan masih banyak kabupaten dan kota di provinsi Banten Masih belum mempunyai TPAS sendiri," tandasnya.
Pasal 7 UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengatur pemerintah provinsi dan pemerintah pusat mempunyai wewenang untuk membuat dan mengambil keputusan terkait strategi dalam pengelolaan sampah di wilayahnya.
Sementara, saat ini Pemprov Banten belum mempunyai strategi dalam pengelolaan sampah.
Baca juga: Ketua RT Sebut Warga Penolak Kiriman Sampah 400 Ton Tangsel ke TPA Cilowong Sudah Menerima
Saat ini, peran Pemprov Banten dan pemerintah pusat sangat dibutuhkan dalam pengelolaan sampah di Banten.
Sebab, masih banyak kabupaten dan kota di Provinsi Banten belum mempunyai sistem pengelolaan sampah yang strategis dan tepat dalam upaya pengurangan sampah yang semakin hari semakin menumpuk dan semrawut.
"Wacana TPAS Regional yang dicanangkan pemprov hanya sekedar angan-angan dan sampai sekarang belum terealisasi dengan baik," tukasnya.
Pemkot Tangerang Selatan mengalami kesulitan penempatan sampah setelah TPA Cipeucang Serpong mengalami longsor pada Juni 2020.
Pemkot Tangsel menjajaki kerja sama dengan beberapa daerah sekitar, namun baru Pemkot Kota Serang yang bersedia menerima wilayahnya menjadi tempat pembuangan sampah dari Tangsel.
Dalam kerja samanya, Tangsel akan mengirimkan 400 ton sampah setiap hari ke TPA Cilowong Kota Serang.
Ada beberapa kompensasi dari Pemkot Tangsel ke Pemkot Serang dalam kerja sama pengiriman sampah ratusan ton ini. Di antaranya kompensasi dana senilai Rp 48 miliar untuk meningkatkan kapasitas pengolahan sampah di TPA Cilowong.
Rencana kerja sama ini sempat tidak berjalan mulus karena mendapat penolakan dari warga DPRD hingga aktivitas lingkungan hidup.