Rata-rata pedagang buku bajakan di lokapasar menawarkan seperlima dari harga buku orisinal.
Penerbit mengalami kendala saat menangani para penjual buku bajakan tersebut.
Kendati marketplace daring menyediakan mekanisme pelaporan produk bajakan dan bersedia menghapus tayangan buku yang diadukan.
Buku-buku bajakan tersebut akan dengan mudah tampil kembali melalui akun-akun penjualan lain.
“Selain penulis, ilustrator, editor, dan penerbit, pemasaran buku bajakan juga merugikan pajak negara lantaran tidak ada keuntungan yang masuk ke pihak yang seharusnya,” kata Arys.
Baca juga: Diskon hingga 90 Persen, Ribuan Orang Serbu Festival Hari Buku Nasional di Untirta Sindangsari
Baca juga: Andika Hazrumy Borong dan Donasikan 1.000 Buku untuk Taman Bacaan Masyarakat di Banten
Oleh karena itu, IKAPI telah meminta pemerintah untuk turun tangan dalam pemberantasan pembajakan buku.
Walaupun upaya ini lintas sektor tapi sebagian besar berada pada ranah regulasi serta kewenangan dan tanggung jawab pemerintah.
Pihaknya juga berharap pemerintah mendukung pengembangan infrastruktur lokapasar (marketplace) daring milik para penerbit melalui asosiasi.
“Demi pengembangan pasar maupun perlawanan terhadap tindakan pembajakan,” ujar Arys.
Menurut Arys, jika tidak memiliki cukup uang untuk membeli buku orisinal, dari pada membeli buku bajakan lebih baik meminjam atau mengunduh aplikasi layanan buku online resmi,
Dengan begitu setidaknya tidak memberikan keuntungan untuk pembajak buku.
Arys kemudian mengatakan, tidak sedikit juga masyarakat yang niatnya membeli buku orisinal, namun tertipu oleh penjual yang memberi produk bajakan.
Untuk itu, ia mengimbau masyarakat untuk cermat dalam membedakan buku orisinal dan buku bajakan.
Buku orisinal yang diterbitkan secara resmi biasanya meliputi hologram yang tertempel di cover.
Cetakan pada judul juga biasanya dilengkapi dengan finishing embos atau menonjol.
“Kalau dari kualitas cetakan sudah jelas berbeda, karena buku bajakan itu di scan. Kualitas kertas yang digunakan juga rendah,” terang Arys.