RUU Perampasan Aset
Pengamat Hukum Desak DPR RI Segera Sahkan RUU Perampasan Aset: Jangan Tunggu Rakyat Marah
Pengamat Hukum mendesak DPR RI mengesahkan RUU Perampasan Aset secepatnya tanpa harus menunggu rakyat marah.
TRIBUNBANTEN.COM -Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atau DPR RI didesak untuk segera mengesahkan RUU Perampasan Aset secepatnya, tanpa harus menunggu rakyat marah.
Menurut Pengamat Hukum dan Pembangunan Hardjuno Wiwoho, pengesahan RUU Perampasan Aset ini sangat penting, mengingat kondisi sosial dan psikologis masyarakat sudah sangat jenuh dan frustrasi dengan lemahnya penegakan hukum terhadap koruptor.
Hardjuno Wiwoho menilai, ketidakpekaan legislator bisa memantik gejolak sosial.
Baca juga: Mandek 17 Tahun, Begini Sejarah Panjang RUU Perampasan Aset
Bahkan situasi ini bisa berubah menjadi krisis sosial yang lebih dalam jika negara terus menunjukkan ketidakseriusan dalam menangani akar masalah.
“Lihat apa yang terjadi di Nepal, Sri Lanka, bahkan Chile. Kemarahan publik terhadap elite yang tidak berubah bisa meledak sewaktu-waktu."
"Kalau DPR masih bicara soal proses administratif, itu berarti mereka gagal membaca detak jantung rakyat,” tegas Hardjuno di Jakarta, Jumat (12/9/2025).
Pernyataan ini disampaikan menanggapi pernyataan Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, yang menyebut bahwa usulan RUU Perampasan Aset baru akan masuk ke Prolegnas Prioritas 2025 dan menunggu keputusan rapat paripurna.
Hardjuno menegaskan korupsi menjadi biang kerok dari semua persoalan yang terjadi di Indonesia saat ini.
Jika pelaku korupsi yang tidak ditangani akan semakin mempersulit perkembangan Indonesia karena korupsi menghambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan investasi, meningkatkan kemiskinan, dan melemahkan kepercayaan publik terhadap lembaga negara.
Akibatnya, anggaran negara dan masyarakat menjadi terbebani, kualitas pelayanan publik menurun, dan kesenjangan sosial semakin lebar, menghalangi Indonesia untuk bertransformasi menjadi negara maju.
“Ulah koruptor inilah yang belakangan ini menimbulkan bencana sosial di masyarakat."
"Karena itu, saya minta stop dan hentikan berwacana soal RUU Perampasan Aset."
"Hari ini publik tidak sedang menunggu wacana. Mereka menuntut tindakan."
"RUU ini tidak cukup sekadar dimasukkan dalam daftar. DPR harus segera bahas isinya secara konkret, pasal per pasal. Bukan ditunda, bukan dijanjikan,” ujarnya.
Negara Harus Memiskinkan Koruptor
Kandidat doktor di bidang Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya ini kembali menekankan bahwa substansi dari RUU Perampasan Aset tidak boleh berhenti pada prosedur teknis penyitaan.
RUU ini harus dibingkai sebagai langkah awal dalam strategi nasional pemiskinan koruptor—bukan hanya mengambil aset yang terbukti hasil korupsi, tapi juga memberlakukan sistem illicit enrichment terhadap kekayaan tak wajar.
“Ini bukan soal harta bukti kejahatan semata. Ini soal gaya hidup pejabat yang tidak bisa dijelaskan asal muasalnya."
"RUU ini harus disertai keberanian moral untuk memiskinkan koruptor secara sistemik,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa RUU Perampasan Aset hanya boleh digunakan untuk tindak pidana kelas berat seperti mega-korupsi dan kejahatan terorganisir, dengan ambang batas kerugian negara minimal Rp1 triliun.
Di luar itu, negara perlu membuat mekanisme pemiskinan koruptor berbasis pembuktian terbalik—di mana siapa pun yang tak bisa menjelaskan asal harta kekayaannya, wajib disita melalui proses hukum.
Jangan Lagi Tipu Publik
Dalam pandangannya, selama ini negara kerap berdalih perlu UU baru. Padahal banyak regulasi yang sudah memungkinkan perampasan dan pemiskinan koruptor—seperti UU Tipikor, UU TPPU, KUHAP, hingga putusan MK.
“UU-nya ada semua. Masalahnya kita tidak pernah menegakkannya. Kita sibuk bikin undang-undang baru tapi tak berani menjalankan yang sudah ada. Jangan sampai RUU ini cuma jadi akrobat politik,” kata Hardjuno.
Hardjuno menegaskan bahwa kehadiran RUU Perampasan Aset bukan berarti membatalkan peran undang-undang yang sudah ada sebelumnya.
Sebaliknya, RUU ini dibutuhkan untuk menambal celah, mempertegas prosedur, dan memperluas efektivitas hukum yang selama ini tidak dijalankan dengan konsisten.
Ia menyebut, RUU ini harus dibaca sebagai bagian dari strategi penguatan instrumen hukum yang sudah lama disia-siakan negara.
“UU Tipikor dan TPPU memberi dasar, tapi implementasinya terbatas dan sering tidak maksimal. RUU Perampasan Aset harus hadir bukan untuk menggantikan, tapi untuk mempertegas, mempercepat, dan memperluas upaya pemiskinan terhadap pelaku kejahatan ekonomi berat,” jelasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul RUU Perampasan Aset Diminta Segera Disahkan, Hardjuno: Jangan Tunggu Rakyat Marah
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.