Pro dan Kontra Program Gubernur Jabar soal Iuran Rp1.000 per Hari, Dedi Mulyadi : Itu Bukan Pungli

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali menuai pro dan kontra atas kebijakannya soal program iuran Rp 1.000 per hari.

Editor: Ahmad Tajudin
Kang Dedi Mulyadi Channel
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali menuai pro dan kontra atas kebijakannya soal program iuran Rp 1.000 per hari. 

TRIBUNBANTEN.COM - Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi kembali menuai pro dan kontra atas kebijakannya.

Orang nomor satu di Jawa Barat itu tampaknya tak pernah lepas dari sorotan publik.

Mantan anggota DPR RI itu terus membuat terobosan baru selama memimpin warga Jawa Barat.

Terlebih lagi, belum genap setahun menjabat, sudah sangat banyak aturan atau kebijakan yang bikin heboh.

Dibantu penyebaran informasi lewat medsos yang dikembangkannya, Dedi Mulyadi sukses menuai popularitas.

Baca juga: Presiden Prabowo akan Umumkan dan Lantik Komite Reformasi Polri Pekan Depan, Jumlahnya Ada 9 Orang?

 
Terbaru, Dedi Mulyadi mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 149/PMD.03.04/KESRA yang ditandatanganinya pada 1 Oktober 2025. 

Aturan itu mengenai program Gerakan Rereongan Poe Ibu atau gerakan menyisihkan Rp 1.000 per hari.

Menurut Dedi, Gerakan Rereongan Ibu bukan pungutan wajib atau liar (pungli), melainkan inisiatif sukarela berbasis gotong royong. 

“Yang Rp 1.000 itu nanti dipegang oleh bendahara kas. Itu mah internal, ya. Jadi kalau ada orang datang ke rumah sakit butuh makan atau bayar kontrakan, tinggal dikasih,” ujar Dedi saat ditemui di Makodam III Siliwangi, Minggu (5/10/2025), yang dikutip dari Kompas.com. 

Dedi menegaskan, dana yang dikumpulkan tidak dikelola oleh pemerintah, melainkan oleh lingkungan kerja, sekolah, atau komunitas masing-masing. 

Baca juga: Purbaya vs Luhut: Menkeu Tak Gentar, Akan Tetap Potong Anggaran MBG yang Tak Terserap Meski Dilarang

Menurut Dedi, prinsip rereongan (gotong royong) sudah lama diterapkan sejak ia menjadi Bupati Purwakarta, melalui program seperti Rereongan Jimpitan dan Sekepal Beras. 

Program tersebut terbukti membantu masyarakat dalam situasi darurat, seperti:

- Bantuan ongkos ke rumah sakit 

- Makanan untuk penjaga pasien 

- Biaya kebutuhan mendesak seperti kontrakan 

- Bantuan seragam atau alat sekolah bagi pelajar 

 
"Yang kayak gitu bukan pungutan yang dikelola tersentral, itu sukarela sifatnya. Bagi mereka yang mau ngasih, ya silakan,” katanya. 

Dedi juga mendorong bupati dan wali kota di seluruh Jawa Barat meniru pendekatan ini, yakni menjadikan rumah jabatan sebagai tempat warga mengadu dan mendapatkan bantuan darurat. 

“Kami berharap rumah jabatan menjadi tempat mengadunya warga," ujarnya. 

"Bisa juga galang rereongan Rp 1.000 dari para ASN di lingkungan pemda masing-masing,” imbuhnya.

 

Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved