Berita KLH

Delegasi RI Dorong Lahirnya Sejumlah Draft Keputusan pada Negosiasi COP30 di Brasil

Delegasi Indonesia berhasil mendorong lahirnya sejumlah draft keputusan penting di ajang COP30 Brasil.

Editor: Abdul Rosid
Dok/KLH
Delegasi Indonesia berhasil mendorong lahirnya sejumlah draft keputusan penting di ajang COP30 Brasil. 

TRIBUNBANTEN.COM - Delegasi Republik Indonesia berhasil mendorong lahirnya sejumlah draft keputusan (draft decision) pada berbagai agenda negosiasi kunci yang akan dibahas dan diadopsi dalam forum pengambilan keputusan tertinggi para pihak pada penyelenggaraan COP30, CMP20, dan CMA7 di Brasil.

Hal tersebut disampaikan Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (LH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, Jumat (21/11/2025).

Hanif menjelaskan bahwa pada Minggu pertama, dua badan subsider UNFCCC, yakni SBSTA 63 dan SBI 63, telah menyelesaikan rangkaian persidangan dan menghasilkan sejumlah draft decision pada isu-isu utama. Salah satunya terkait Global Goal on Adaptation (GGA).

Baca juga: KLH Perkuat Kolaborasi dengan Masyarakat Sipil Hadapi Perubahan Iklim

"Terdapat tiga opsi indikator utama GGA yang masih diperdebatkan, yaitu adopsi dengan mandat pembaruan indikator, adopsi sebagian indikator dengan penghapusan atau modifikasi, serta take note indikator yang ada dan meluncurkan program dua tahun untuk penyempurnaan lanjutan," jelas Hanif.

Ia juga memaparkan bahwa pada isu Just Transition, negara maju mendorong penyusunan action plan, sementara negara berkembang mengusulkan pembentukan institutional arrangement baru untuk memperkuat mekanisme yang sudah ada.

"Negara berkembang juga menyoroti potensi dampak negatif unilateral trade measures terhadap keadilan transisi," ungkapnya.

Selanjutnya, Hanif menuturkan bahwa perdebatan muncul terkait kelanjutan Dialog Global Stocktake (GST). 

Sebagian pihak menilai dialog tidak perlu dilanjutkan, sementara pihak lain menegaskan pentingnya keberlanjutan dialog sebagai masukan penyusunan NDC, terutama bagi negara yang belum menyerahkan NDC 3.0.

"Masih terdapat perbedaan pandangan mengenai referensi prioritas kebutuhan teknologi negara berkembang yang akan menjadi dasar pemberian dukungan oleh negara maju," katanya.

Selain itu, negara berkembang menekankan perlunya kejelasan jadwal operasional international registry dan Centralized Accounting and Reporting Platform (CARP). 

Pada Article 6.4, diskusi berfokus pada panduan Paris Agreement Carbon Market (PACM) Platform, namun implementasinya masih menghadapi upaya penundaan.

Hanif menambahkan bahwa pada isu International Transaction Log (ITL), masih terjadi perbedaan pandangan mengenai tujuan transfer sisa dana kontribusi ITL di bawah Protokol Kyoto, apakah untuk pengembangan infrastruktur Pasal 6 atau mendukung kegiatan response measure bagi pihak yang terdampak kebijakan mitigasi.

Sebagai Presidensi COP30, Brasil turut merespons hadirnya sejumlah proposal agenda baru dengan menyatukan empat di antaranya ke dalam satu agenda Konsultasi Presidensi. 

Proposal tersebut mencakup Laporan Sintesis NDC, Laporan Sintesis Biennial Transparency Report (BTR), penegasan Pasal 9 ayat 1 Paris Agreement, serta Unilateral Trade Measures (UTM).

"Paket ini dikemas dalam Mutirão Decision yang diberi nama resmi Global Mutirão: uniting humanity in a global mobilization against climate change," ujarnya.

Memasuki Minggu kedua, Presidensi COP30 menegaskan tidak akan mengeluarkan cover decision. Sebagai gantinya, seluruh agenda negosiasi kunci akan dikemas dalam satu paket politis bernama Belém Political Package.

Hanif menyampaikan bahwa Tim Negosiator Indonesia, yang dipimpin Deputi Pengendalian Perubahan Iklim dan Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH/BPLH, telah menyerahkan masukan tertulis hingga Rabu malam, 19 November 2025. 

Masukan tersebut mencakup penegasan bahwa indikator GGA harus bersifat sukarela dan tidak membebani negara berkembang, serta mendukung penyelarasan NAP, NDC, dan Komunikasi Adaptasi.

Pada Mitigation Ambition and Implementation Work Programme (MWP), Indonesia juga menekankan pentingnya ekosistem pesisir selain sektor kehutanan dan penggunaan lahan sebagai bagian dari strategi mitigasi global.

"Dalam Global Mutirão, Indonesia mendorong ajakan untuk bekerja sama menghapus subsidi bahan bakar fosil yang tidak efisien dan tidak mendukung transisi adil, serta memperkuat upaya menghentikan dan membalikkan deforestasi dan degradasi hutan," pungkasnya.

 

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved