Tarik-Ulur Kejagung dan KPK Soal Kasus Jaksa Pinangki
Kejagung dan KPK seperti sedang melakukan tarik ulur terkait kasus dugaan suap dari Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
TRIBUNBANTEN, JAKARTA - Dua lembaga penegak hukum, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi seperti sedang melakukan tarik ulur terkait kasus dugaan suap dari Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra kepada Jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Jaksa Pinangki ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap terkait pelarian Djoko Tjandra. Dia diduga
menerima suap 500.000 dollar AS atau setara Rp 7,4 miliar dan berperan memuluskan permohonan peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus Bank Bali itu.
Wakil Ketua Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango mengatakan, Kejagung sebaiknya menyerahkan kasus suap Pinangki kepada KPK.
Menurut dia, penanganan kasus Pinangki merupakan wewenang KPK sebagaimana amanat dalam pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
• Diduga Kecipratan Rp 7 Miliar Duit Buronan Djoko Tjandra, Jaksa Pinangki Ditangkap
Namun, pihak Kejaksaan Agung melalui Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, mengungkapkan pihaknya akan tetap menangani kasus yang melibatkan Jaksa Pinangki.
Hari menegaskan Kejagung sudah melakukan koordinasi dan supervisi dengan KPK dalam penanganan kasus Pinangki. Dia pun menyebut tak ada istilah inisiatif penyerahan kasus.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia (UI), Indriyanto Seno Adji, mengatakan belum ada urgensitas pelimpahan perkara Jaksa Pinangki dari Kejaksaan Agung kepada KPK.
Menurut dia, Kejaksaan Agung masih dapat menangani perkara tersebut.
Terlebih, Kejaksaan Agung telah menetapkan Djoko Tjandra sebagai tersangka pemberi suap kepada jaksa Pinangki. Mantan komisioner KPK itu memandang, Kejagung tak memiliki hambatan menagani perkara.
"Kasus Pinangki karena tidak ada hambatan penanganan kasus di Kejaksaan, maka baik KPK maupun Kejaksaan memandang perlu penanganan dilakukan oleh lembaga awal yang tangani kasus tersebut," kata Indriyanto, Jumat (28/8/2020).
• BREAKING NEWS: Novel Baswedan Positif Covid-19, Langsung Isolasi
Dia menjelaskan, pelimpahan perkara dari Kejaksaan Agung kepada KPK baru dapat dilakukan apabila terdapat hambatan atau ketidakmampuan menangani perkara.
"Kecuali ada hambatan teknis pro justitia yang dilakukan oleh Kejaksaan, maka KPK memiliki kewenangan ambil alih kasus ini," kata Indriyanto.
Dia meyakini, penanganan di Kejaksaan Agung dan Polri terkait polemik kasus Djoko Tjandra yang menyeret aparat penegak hukum akan berjalan transparan.
Sehingga dia mengharapkan publik untuk mempercayai penanganan kasus tersebut ke masing-masing instititusi Polri dan Kejaksaan.
"Kami tidak melihat hambatan dan kendala Kejaksaan menangani kasus ini, memang kontribusi antara dua lembaga berjalan secara terintegrasi yaitu Polri dan Kejaksaan," tambahnya.
• Ungkap Soal ASN yang Poliandri-Poligami, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo: Boleh, Asal Minta Izin
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango mengungkapkan soal kewenangan komisi anti rasuah itu menangani perkara Jaksa Pinangki.
"Saya tidak berbicara dengan konsep pengambilalihan perkara yang memang juga menjadi kewenangan KPK sebagaimana ditentukan dalam Pasal 10A UU Nomor 19 Tahun 2019, tetapi lebih berharap pada inisiasi institusi tersebutlah yang mau menyerahkan sendiri penanganan perkaranya kepada KPK," kata Nawawi, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Kamis (27/8/2020).
Penyerahan kasus itu, sambungnya, akan menumbuhkan kepercayaan publik terhadap obyektivitas penanganan perkara tersebut.
Dengan berlandaskan pasal 10A, Nawawi menegaskan bahwa setiap kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum sebaiknya ditangani KPK.
Amanat UU Dalam pasal 10A Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan, KPK berwenang mengambil alih penyidikan dan atau penuntutan terhadap pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.
Pengambilalihan itu bisa dilakukan atas beberapa alasan:
- Laporan masyarakat mengenai Tindak Pidana Korupsi tidak ditindaklanjuti
- Proses penanganan Tindak Pidana Korupsi tanpa ada penyelesaian atau tertunda tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan
- Penanganan Tindak Pidana Korupsi ditujukan untuk melindungi pelaku Tindak Pidana Korupsi yang sesungguhnya
- Penanganan Tindak Pidana Korupsi mengandung unsur Tindak Pidana Korupsi
- Hambatan penanganan Tindak Pidana Korupsi karena campur tangan dari pemegang kekuasaan eksekutif, yudikatif, atau legislatif
- Keadaan lain yang menurut pertimbangan kepolisian atau kejaksaan, penanganan tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan secara baik dan dapat dipertanggungjawabakan
Sementara itu, menanggapi pernyataan Nawawi, Kejagung mengatakan pihaknya akan tetap menangani kasus yang melibatkan Pinangki.
"Jadi tidak ada yang tadi dikatakan ada inisiatif menyerahkan, tapi mari kita kembali kepada aturan, kita sudah melakukan koordinasi dan supervisi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono, seperti diberitakan Kompas.com, Kamis (27/8/2020).
Hari menegaskan, setiap institusi penegak hukum memiliki wewenang dalam menangani kasus dan seharusnya saling mendukung.
Meski penanganan kasus terkesan lamban, Hari berjanji akan melakukannya dengan transparan. Untuk itu, dia berharap agar publik bersabar dalam menunggu kelanjutan kasus tersebut.
Penulis : Ahmad Naufal Dzulfaroh
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat KPK dan Kejagung "Berebut" Menangani Kasus Jaksa Pinangki..."
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banten/foto/bank/originals/jaksa-pinangki-dan-buronan-kasus-korupsi-djoko-tjandra.jpg)