Hampir Setahun Korban Banjir Bandang Lebak Masih di Pengungsian, Kini Ketakutan saat Hujan Turun
Selain ketakutan, rasa jenuh dan tidak nyaman pun menjadi "makanan" setiap hari para pengungsi karena sudah hampir setahun hidup di lokasi pengungsian
Penulis: Rizki Asdiarman | Editor: Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribun banten.com, Rizki Asdiarman
TRIBUNBANTEN.COM, LEBAK - Bangunan berdinding dan beratap terpal dengan rangka bambu seadanya menjadi tempat hidup puluhan Kepala Keluarga (KK) warga Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong. Kabupaten Lebak.
Mereka merupakan para korban banjir dan longsor Lebak yang terjadi pada Januari 2020 atau hampir setahun lalu.
Mereka menghuni Huntara I di Cigobang, Kecamatan Lebak Gedong , Kabupaten Lebak, Banten.
Ada empat huntara dengan jumlah penghuni saat ini ini lebih 150 KK korban banjir bandang dan tanah longsor Lebak.
Hanya tanah merah nan berdebu menjadi akses jalan menuju lokasi pengungsian Huntara I. Jalan tersebut menjadi berlumpur saat hujan turun.
Tak banyak kegiatan dilakukan para pengungsi saat berada di bangunan mirip gubuk tempat tinggalnya.
Sebagian hanya duduk di balai bambu sembari bercengkerama. Sementara, ibu-ibu melakukan aktivitas mandi, cuci dan kakus (MCK).
Udin (53), salah seorang pengungsi penghuni Huntara I tampak hanya menatap ke dinding terpal biru tempat tinggalnya.
Ia menuturkan, dirinya dan sebagian besar pengungsi kerap ketakutan kala hujan deras turun disertai angin kencang di wilayahnya.
Ketakutan itu tidak berlebihan mengingat saat ini memasuki musim hujan dan Lebak menjadi wilayah yang diprakirakan BMKG sebagai salah satu wilayah yang hampir setiap hari diprakirakan turun hujan disertai angin kencang.
"Rasa takut dan cemas pasti selalu ada, apalagi dikala hujan turun dengan lebat dan angin kencang yang serasa memporak porandakan bangunan yang hanya berlapiskan terpal tipis," ujar Udin saat ditemui di Huntara I, Selasa (17/11/2020).
Baca juga: Ditolak RSD Covid-19 Wisma Atlet, Pengungsi Afganistan Hamil Itu Bahagia Dirawat di RLC Tangsel

Kecemasan juga dialami beberapa pengungsi lainnya.
Bahkan, Udin menyebut beberapa pengungsi mengkhawatirkan terjadi tanah longsor mengingat lokasi huntara meski berada di dataran tinggi.
Selain ketakutan, rasa jenuh dan tidak nyaman pun menjadi "makanan" setiap hari para pengungsi karena sudah hampir setahun hidup di lokasi pengungsian yang kurang layak.