Sebentar Lagi Belajar di Sekolah, Siswa Diingatkan Tak Euforia Meski Ada Vaksin Covid-19
"Jangan euforia, jangan mentang-mentang vaksin datang lengah. Tetap cuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan, dan memakai masker," lanjut dia.
TRIBUNBANTEN.COM - Pemerintah mengingatkan agar para siswa yang hendak memulai kembali kegiatan belajar tatap muka pada tahun depan tidak terlalu mengalami euforia sekalipun saat ini vaksin Covid-19 telah datang.
Hal itu disampaikan Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan ( Kemenko PMK) Agus Sartono dalam diskusi bertajuk "Terobosan Pemanfaatan TIK Sederhana untuk Mengatasi Hambatan PJJ" secara daring, Jumat (11/12/2020).
Ia meminta semua peserta didik tetap mejalankan protokol kesehatan walau vaksin Covid-19 sudah ada di Tanah Air.
"Bukan berarti kalau vaksinnya ada, kita aman. Tidak juga, peserta didik tetap jalankan protokol kesehatan," kata Agus.
"Jangan euforia, jangan mentang-mentang vaksin datang lengah. Tetap cuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan, dan memakai masker," lanjut dia.
Agus berharap, dengan datangnya vaksin Covid-19, program vaksinasi nasional pun bisa segera berjalan.
Ditambah lagi proses pembelajaran tatap muka juga akan berjalan sehingga semua pihak diharapkan bisa terus menyesuaikan diri.
"Karena tidak ada pilihan lain," kata Agus.
Adapun vaksin Covid-19 yang dibeli Indonesia dari Sinovac, China, telah tiba pada 6 Desember 2020.
Vaksin yang berjumlah 1,2 juta dosis tersebut saat ini berada di PT Bio Farma untuk menjalani uji mutu dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebelum benar-benar digunakan.
Sementara itu, rencana pembelajaran tatap muka akan dimulai pada Januari 2021 berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri terbaru yang terbit pada November lalu.
SKB 4 Menteri dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri.
SKB tersebut merupakan panduan penyelenggaraan pembelajaran pada tahun ajaran 2020/2021 pada masa pandemi Covid-19.
Pakar pendidikan: Kesehatan Nomor 1

Pakar dan praktisi pendidikan, Prof Arief Rachman meminta pemerintah tidak tergesa-gesa memulai pembelajaran tatap muka di sekolah mengingat pandemi Covid-19 masih terjadi.
“Jangan tergesa-gesa. Semua itu harus ada informasi harus mempunyai data daerah-daerah sekolah berada dan murid-murid tinggal di daerah hijau, merah atau hampir hitam,” ujar Arief Rachman dalam diskusi ‘Sekolah Dibuka Lagi, apa yang haru Dipersiapkan,’ seperti disiarkan laangsung di akun Instagram Katadata, Jumat (11/12/2020).
“Terus terang saja itu harus diketahui persis jika Januari mau ditetapkan. Saya mau bertanya sekolah mana yang mau dibuka? Jadi, kita harus tahu dan harus detail,” sambungnya.
Menurut Arief, data zonasi risiko penyebaran Covid-19 terhadap setiap sekolah diperlukan. Sebab, tidak mudah untuk bisa memberikan jaminan 100 persen bahwa dalam pelaksanaan pembelaran tatap muka di suatu sekolah dapat menerapkan protokol kesehatan.
Para guru juga akan sangat kesulitan terus memantau semua anak didiknya satu per satu untuk mematuhi protokol kesehatan, apalagi di saat waktu istirahat bermain-main dengan teman-temannya.
“Bagaimana, apakah sekolah bisa menjamin menjalankan protokol kesehatan? Beberapa saat yang lalu kan ada pertemuan yang panitianya, ketua panitianya, sekretarisnya tidak bisa mengendalikan yang diundang,” jelasnya.
Karena itu dia menilai pemerintah tidak perlu tergesa-gesa untuk kembali membuka sekolah tatap muka di tengah pandemi yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan usai.
Bagi dia, kesehatan adalah hal pertama dan utama dibanding pendidikan, ketika dunia masih dalam pandemi.
“Bagi saya yang ahli pendidikan dan dulu pernah jadi kepala sekolah dan pernah menjadi dosen, saya melihat sekarang nomor satu itu adalah kesehatan, nomor dua baru pendidikan,“ tegasnya.
Untuk itu dia menilai belajar secara daring (online) masih menjadi solusi sementara di tengah pandemi untuk diterapkan.
Lebih jauh dia menjelaskan, jika memang harus membuka kembali sekolah tatap muka, maka pemerintah harus mengikutsertakan Komisi Perlindungan Anak Indonesia untuk memberikan masukan dan data lengkap mengenai jumlah anak-anak dan daerah tinggal mereka.
“Pemerintah juga harus bekerjasama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia, mengikutsertakannya dalam hal ini, harus punya data yang lengkap tentang satu daerah. Kemudian jumlah anaknya, dan terakhir anak-anak itu datang dari daerah mana,” jelas Prof Arief.
Khawatir Penyebaran Virus Berkelanjutan

Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB) IDI, Zubairi Djoerban menyarankan sekolah tatap muka tidak dibuka pada awal Januari 2021 jika Pilkada 2020 tetap berlanjut.
Dia mengingatkan ada risiko penularan Covid-19 secara total apabila sejumlah kegiatan berisiko dilakukan hampir bersamaan.
"Bila Pilkada lanjut, ya sekolah tatap muka jangan dibuka awal Januari, agar risiko peningkatan penularan secara total, yakni gabungan pilkada,libur panjang, sekolah tatap muka tidak terjadi," ujar Zubairi ketika dikonfirmasi Kompas.com, Sabtu (5/12/2020).
Dia melanjutkan, dalam waktu dekat ada tiga kegiatan yang bisa menaikkan penularan Covid-19.
Ketiganya yakni pilkada, libur akhir tahun, dan dibukanya sekolah tatap muka, sehingga menurutnya diperlukan evaluasi secara berkala dari pemerintah untuk melakukan perubahan kebijakan atau menentukan kebijakan baru.
"Ini soal nyawa rakyat, sebelum semua kian memburuk," tambah Zubairi.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Jelang Sekolah Tatap Muka, Siswa Diingatkan Tak Euforia meski Vaksin Covid-19 Sudah Ada", & judul "IDI: Jika Pilkada Berlanjut, Sekolah Tatap Muka Sebaiknya Ditunda" dan di Tribunnews.com dengan judul Sekolah Tatap Muka Akan Dibuka, Pakar Pendidikan: Nomor Dua Pendidikan, Nomor Satu Kesehatan