Jokowi Usul Revisi UU ITE, Ini 9 Pasal Karet yang Perlu Dihapus, Apa Saja?

Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi bahan perbincangan di publik.

Penulis: Glery Lazuardi | Editor: Glery Lazuardi
Intisari
Ilustrasi berita hoax 

TRIBUNBANTEN.COM, JAKARTA - Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) menjadi bahan perbincangan di publik.

UU ITE tercatat sebagai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008. Lalu, UU ITE direvisi menjadi UU Nomor 19 Tahun 2016.

Perdebatan UU ITE itu berawal pada saat Presiden Joko Widodo meminta agar direvisi.

"Semangat awal UU ITE adalah untuk menjaga agar ruang digital Indonesia bersih, sehat, beretika, dan produktif. Kalau implementasinya menimbulkan rasa ketidakadilan, maka UU ini perlu direvisi. Hapus pasal-pasal karet yang multitafsir, yang mudah diinterpretasikan secara sepihak," kata Jokowi lewat cuitannya dalam akun @jokowi di Twitter, Selasa (16/2).

Baca juga: Jam Tangan Jokowi Pemberian Raja Salman Seharga Rp 4,7 Miliar, Ini Bentuk dan Kemewahannya

Baca juga: Menilik Jam Tangan Bovet Jokowi dari Raja Salman, Hanya Ada 60 Buah di Dunia dan Berbalut Emas Merah

Jokowi pun meminta agar kepolisian merumuskan aturan dalam menafsirkan pasal-pasal dalam UU ITE agar semakin jelas. Polri, diminta Jokowi untuk dapat lebih selektif dalam menangani kasus-kasus UU ITE.

"Saya memerintahkan Kapolri lebih selektif dalam menyikapi dan menerima pelaporan seperti itu. Pasal-pasal yang multitafsir harus diterjemahkan secara hati-hati," sambungnya.

Terpisah, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan pemerintah tengah mendiskusikan ihwal revisi UU ITE. Pemerintah mengambil sikap demikian lantaran UU tersebut sudah dianggap tidak baik di masyarakat.

"Jika sekarang UU tersebut dianggap tidak baik dan memuat pasal-pasal karet, mari kita buat resultante baru dengan merevisi UU tersebut. Bagaimana baiknya lah, ini kan demokrasi," kata Mahfud.

Di sisi lain DPR menyambut baik usul pemerintah merevisi UU ITE. Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Willy Aditya mengatakan, revisi Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE berpeluang masuk ke Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.

Willy mempersilakan pemerintah bila ingin memasukkan revisi UU ITE mengingat Prolegnas Prioritas 2021 belum disahkan di tingkat Rapat Paripurna DPR hingga saat ini.

"Kalau ada raker [rapat kerja] lagi, masih mungkin itu inisiatif pemerintah, kalau presiden ingin melakukan revisi UU ITE," kata Willy, Selasa (16/2).

Dia melanjutkan, revisi UU ITE bisa dilakukan agar regulasi tersebut tak lagi mengandung pasal yang bersifat karet alias multitafsir, kemudian menyeret semua masalah ke ranah pengadilan, sebagaimana keinginan Presiden Joko Widodo.

"Apalagi kan presiden ingin ada niat baik untuk kemudian tidak semua pelanggaran diadili, ada pasal-pasal karet," katanya.

Willy menambahkan, pembahasan revisi UU ITE nantinya akan diatur lebih lanjut di DPR setelah rancangan regulasi itu masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2021.

Menurutnya, pembahasan revisi UU ITE bisa dilakukan dengan membentuk panitia khusus (pansus) karena menyangkut dua komisi di DPR.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved