KPK Tegaskan Ada Kemungkinan Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Dituntut Pidana Mati
Bahkan, keduanya juga bisa dijerat Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sepanjang ditemukan alat bukti yang cukup.
TRIBUNBANTEN.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan tidak menutup kemungkinan pihaknya memberikan tuntutan hukuman pidana mati kepada Edhy Prabowo dan Juliari Batubara, dua menteri Kabinet Jokowi-Maruf Amin yang terseret kasus suap.
Ancaman hukuman itu telah diatur dalam Pasal 2 ayat 2 Undang-undang 31Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, penerapan pasal tersebut bagian dari kemungkinan pengembangan perkara kedua tersangka tersebut.
Bahkan, keduanya juga bisa dijerat Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sepanjang ditemukan alat bukti yang cukup.
"Pengembangan sangat dimungkinkan seperti penerapan Pasal 2 atau 3 UU Tipikor, bahkan penerapan ketentuan UU lain seperti TPPU," kata Ali melalui keterangannya, Rabu (17/2/2021).
Ali mengatakan demikian sekaligus menanggapi pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej yang menyebut Juliari dan Edhy layak dituntut hukuman pidana mati.

Menurut Ali, kemungkinan pidana mati tersebut bisa diterapkan tim penyidik kepada keduanya.
"Kami tentu memahami harapan masyarakat terkait penyelesaian kedua perkara tersebut, termasuk soal hukuman bagi para pelakunya. Benar, secara normatif dalam UU Tipikor terutama Pasal 2 ayat (2) hukuman mati diatur secara jelas ketentuan tersebut dan dapat diterapkan," ujar Ali.
Baca juga: Prabowo Murka Dikhianati Edhy Prabowo: Dia Anak yang Saya Angkat dari Selokan 25 Tahun Lalu
Baca juga: Kisah Menteri Edhy Prabowo, Dari Tukang Pijat Prabowo hingga Terjepit Uang Lobster
Ancaman hukuman mati telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan, "Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)."
Sementara Pasal 2 ayat (2) menyebutkan, "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."
Sedangkan penjelasan Pasal 2 Ayat (2) menyatakan, "Yang dimaksud dengan 'keadaan tertentu' dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi."

Ali mengatakan, dalam menuntut terdakwa kasus korupsi dengan pidana mati, tim penuntut umum harus bisa membuktikan seluruh unsur yang ada dalam Pasal 2 UU Tipikor tersebut.
"Akan tetapi bukan hanya soal karena terbuktinya unsur ketentuan keadaan tertentu saja untuk menuntut hukuman mati, namun tentu seluruh unsur Pasal 2 ayat (1) juga harus terpenuhi," kata Ali.
Ali mengatakan, untuk saat ini pihak lembaga antirasuah masih fokus menangani Juliari dan Edhy Prabowo dengan pasal penerima suap, yakni Pasal 12 UU Tipikor.
Pasal tersebut mengancam pelaku dengan pidana penjara seumur hidup.
"Proses penyidikan kedua perkara tersebut sampai saat ini masih terus dilakukan. Kami memastikan perkembangan mengenai penyelesaian kedua perkara tangkap tangan KPK dimaksud selalu kami informasikan kepada masyarakat," kata Ali.
Baca juga: Jika Mensos Juliari P Batubara Terbukti Melanggar UU ini, Ketua KPK: Ada Ancaman Hukuman Mati
Baca juga: Wamenkumham: Edhy Prabowo dan Juliari Batubara Layak Dituntut Pidana Mati, Gerindra & PDIP Kompak
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej mendadak mengeluarkan pernyataan mengejutkan bahwa Edhy Prabowo dan Juliari Batubara yang ditangkap KPK karena dugaan melakukan korupsi sewaktu menjabat menteri adalah layak dituntut hukuman pidana mati.
Hal ini disampaikan Eddy Hiariej, sapaan Edward Omar Hiariej, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional: Telaah Kritis terhadap Arah Pembentukan dan Penegakkan Hukum di Masa Pandemi yang ditayangkan secara daring di akun YouTube Kanal Pengetahuan FH UGM, Selasa (16/2/2021).
"Kedua mantan menteri ini (Edhy Prabowo dan Juliari Batubara) melakukan perbuatan korupsi yang kemudian terkena OTT KPK. Bagi saya mereka layak dituntut Pasal 2 Ayat 2 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mana pemberatannya sampai pidana mati," ucap Omar dalam acara tersebut.

Edhy Prabowo selaku Menteri KKP ditangkap KPK karena dugaan menerima suap izin ekspor benih bening lobster.
Edhy ditetapkan tersangka bersama enam orang lainnya setelah ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilancarkan KPK pada 25 November 2020.
Edhy Prabowo diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benur menggunakan perusahaan "forwarder" dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.
Selain itu, menteri asal Partai Gerindra tersebut juga diduga menerima 100 ribu dolar AS dari Suharjito melalui Safri dan Amiril.
Dan tepat pada Sabtu (5/12/2020) dini hari, KPK kembali melakukan OTT terhadap empat orang hingga akhirya Juliari Batubara selaku Menteri Sosial datang menyerahkan diri ke kantor KPK.
Juliari Batubara dan empat orang itu diduga terlibat praktik suap terkait bantuan sosial (bansos) untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.
Juliari Batubara selaku Menteri Sosial asal PDI Perjuangan itu diduga menerima uang suap sekitar Rp17 miliar dari pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama dan kedua di Jabodetabek.
Uang tersebut diduga digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari Batubara.
Kini, kasus dugaan suap Edhie Prabowo dan Juliari Batubara di KPK tengah memasuki tahap penyelesaian dan segera diserahkan ke jaksa penuntut untuk selanjutnya disidangkan.
Baca juga: Juliari Batubara Buat Bangga & Kesal Wanita Cantik Ini Sebelum Tersandung Korupsi Sembako Corona
Baca juga: Profil Mensos Juliari Batubara, Putra DKI Lulusan Luar Negeri yang Puluhan Tahun Mengabdi di PDI P

Menurut Eddy Hiariej, Edhy Prabowo dan Juliari Batubara layak dituntut hukuman mati.
Sebab, keduanya selaku menteri atau penyelenggara negara yang mendapat kuasa justru melakukan praktik korupsi di tengah bencana pandemi Covid-19.
Selain itu, korupsi tersebut dilakukan dengan memanfaatkan jabatan yang mereka emban sebagai menteri.
"Jadi, dua yang memberatkan itu dan itu sudah lebih dari cukup dengan Pasal 2 Ayat 2 UU Tipikor," tegasnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul KPK Buka Kemungkinan Tuntut Pidana Mati Juliari Batubara dan Edhy Prabowo