Kisah Abah Rombeng, Puluhan Tahun Nabung dari Hasil Jualan Kerajinan Anyaman Akhirnya Bisa Naik Haji
Ibadah Haji ditunaikan pada 2019 setelah dia mengumpulkan uang dari hasil membuat kerajinan anyaman bambu selama puluhan tahun
Penulis: desi purnamasari | Editor: Glery Lazuardi
Laporan Wartawan TribunBanten.com, Desi Purnamasari
TRIBUNBANTEN.COM, KABUPATEN SERANG - Abah Rombeng mampu menunaikan ibadah Haji ke Arab Saudi.
Ibadah Haji ditunaikan pada 2019 setelah dia mengumpulkan uang dari hasil membuat kerajinan anyaman bambu selama puluhan tahun
"Alhamdulillah hasilnya selalu saya kumpulkan, karena ingin naik haji," ujar pria berusia 80 tahun tersebut, saat ditemui di kediamannya, Minggu (14/3/2021).
Baca juga: Kisah Pilu Nenek Penjual Pisang, Gendong Bakul Seberat 12 Kg dan Hidup Sebatang Kara di Gubuk
Baca juga: Kisah Perantau Bone di Karangantu Serang, Berjualan Ikan Asin untuk Sambung Hidup
Abah Rombeng adalah warga Kampung Buah, Desa Mander Kecamatan Bandung , Kabupaten Serang, Banten.
Warga mayoritas mencari nafkah dengan cara menganyam berbagai perabotan di teras halaman rumah masing masing.
Kampung Buah dikenal sebagai salah satu tempat yang masih melestarikan kerajinan anyaman bambu.
Jemari yang lincah membuat pola menimbulkan suara gemrisik halus yang khas.
Masing-masing penganyam serius menghadapi pekerjaan mereka, jarang sekali ada perbincangan.
Karena butuh ketelatenan ketika memasukkan bilah setiap bilah bambu tipis sesuai jenis anyaman.
Para manula ini tak segan turun tangan berkreasi membuat perabotan tradisional yang masih saja digemari disini.
Abah Rombeng dan istrinya Armanah yang sudah rentan masih gesit melakukan pekerjaan yang sudah digelutinya sejak kecil.
Lelaki tua yang pernah mengenyam pendidikan sampai Sekolah Rakyat (SR) setingkat Sekolah Dasar tersebut sibuk 'ngirat' yakni membelah bambu hingga menjadi helaian helaian tipis.
Meski pandangannya sudah kabur dimakan usia, namun tanganya tetap cekatan memainkan 'bendo' sejenis alat potong terbuat dari besi yang berbentuk pipih serta tajam.
"Pada tahun 60an saya jualan keliling, Ke pandeglang, lampung, berhari-hari untuk jualan bakul," ujarnya saat ditemui.
Namun saat ini, karena usianya yang rentan ia sudah tak sanggup lagi berkeliling.
"Jualannya paling dipasar aja, inipun diambil sama yang mau jualin," ujarnya.
Menurutnya, dari hasil jualan bakul ini ia kumpulkan dan hasilnya ia pakai untuk pergi naik haji pada tahun 2019 silam.
Baca juga: Tentang Film Kemarin, Kisah Haru Perjalanan Band Seventeen, Tayang 19 Maret di Bioskop Online
Baca juga: Kisah Rasminah Korban Pernikahan Dini, Dipaksa Menikah dengan Kakek-kakek, 3 Kali Ditinggal Suami
Armanah, istri Mbah Parman tak terganggu dengan pembicaraan sekitar, ia tetap menunduk memperhatikan anyamannya dengan tekun.
Tapi saat ditanya, bibirnya langsung menyunggingkan senyum dan menarik pipinya yang tambah keriput.
"Kalau sekarang hanya membuat bakul aja, soalnya sibapak udah ngga kuat keliling," ujar prempuan berusia 70 tahun tersebut.
Iapu menuturkan, membuat kerajinana ini sudah turun temurun dan memang sudah diajarkan sejak usianya masih kecil.
Dalam sehari abah rombeng dan istrinya mampu membuat empat sampai lima baboko.
Untuk bambu yang dipergunakan untuk membuat anyaman, mereka dapatkan dari pengirim bambu dengan harga perbatangnya Rp 20.000.
Untuk membuat satu ayaman bakul dibutuhkan waktu dan proses yang panjang.
Untuk proses pembuatan langkah yang pertama nglakari atau membuat pola awal sebagai dasar anyaman bakul, lalu sang penganyam membuat empat sudut bakul supaya bisa berdiri stabil, untuk posisi pegangan ketika bakul diangkat.
Proses selanjutnya yakni nyublesi untuk menyambung dan menambah anyaman supaya sesuai bentuk yang diinginkan.
Lalu anyaman ditatah supaya rapat dan kencang anyamannya. selanjutnya dibekuk menjadi bentuk wengku memasang bambu tipis sebagai batas permukaan bakul.
Lalu dijemur selama tiga hari untuk menghasilkan baboko yang kuat.
"Sebatang bambu dapat jadi bakul sekitar 3 atau lebih. Harga bakul mulai dari Rp.10.000 sampai Rp 20.000," terangnya.
Baca juga: Kisah Kakek Edi Rosadi, Tak Gentar Atur Lalu Lintas di Keramaian Kota Meski Tertabrak Berkali-kali
Baca juga: Wanita Ini Dapatkan Pacar di Wisma Atlet, Ini Kisah Cintanya
Barang - barang hasil anyaman warga mayoritas dikumpulkan pada pengepul di desa tersebut, tetapi ada pula yang menjualnya keliling desa desa di wilayah luar Kecamatan Bandung.
Jika dijual keliling, harganya bisa mencapai Rp 20.000 - Rp.25.000 sebuah.