Kisah Eks Teroris Pandeglang Dipercaya Jadi Kepala Sekolah dan Dirikan Organisasi Khusus
Ia dan puluhan orang lainnya diajarkan cara menembak, merakit bom dan berjihad dengan syariat Islam agar kelak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Penulis: Marteen Ronaldo Pakpahan | Editor: Abdul Qodir
Laporan wartawan TribunBanten.com, Marteen Ronaldo Pakpahan
TRIBUNBANTEN.COM, PANDEGLANG - Zaenal Mutakin (40), warga Kabupaten Pandeglang, Banten sempat ditangkap dan dibui 9 tahun karena terlibat pelatihan paramiliter bersama puluhan orang lainnya di Gunung Bun, Jalin Jantho, Aceh Besar, Aceh pada 2009.
Namun, kini Zaenal dipercaya menjadi kepala sekolah SD Sindanghayu di wilayahnya dan mendirikan organisasi "Ring Perdamaian Banten" yang bertujuan memutus mata rantai terorisme.
Zaenal tinggal bersama istri dan dan dua orang anaknya di sebuah rumah di warga Kampung Babakan Baru, RT 003/005, Desa Sindanghayu, Kecamatan Saketi, Kabupaten Pandeglang.
Ia juga menjadikan tempat tinggalnya sebagai kantor Sekretariat Ring Perdamaian Banten.
Zaenal mendirikan organisasi tersebut bersama 20 mantan teroris asal Pandeglang lainnya dengan tujuan memutus mata rantai terorisme di Indonesia.
Baca juga: Aksi Terduga Teroris ZA: Lone Wolf Saat Serang Mabes Polri, Tinggalkan Surat Wasiat untuk Keluarga
Baca juga: Pasca-Teroris Serang Mabes Polri, Jalan Menuju Mapolres Cilegon Ditutup, Warga Memutar
Dengan wadah organisasi itu diharapkan para mantan teroris dapat kembali ke jalan yang benar dan ikut bersama menjaga persatuan dan kesatuan di Indonesia.

Zaenal menceritakan awal mula bergabung kelompok teroris.
Pada 2009, ia mengaku bergabung dengan kelompok Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) karena ajakan teman. Saat itu, ia mendapat doktrinasi yang salah tentang pentingnya jihad.
"Dulu ceritanya, saya diajak dan di situ pun saya akhirnya diberitahukan tentang apa itu mati jihad dan bagaimana cara melakukan aksi teror dengan bom bunuh diri dan yang lainnya," ujar Zaenal di kediaman sekaligus kantor Sekretariat Ring Perdamaian Banten, Pandeglang, Banten, Sabtu (3/4/2021).
Baca juga: Sosok Pelaku Bom di Gereja Katedral Makassar, Jaringan JAD yang Pernah Ngebom di Jolo Filipina
Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri di Makassar Terekam CCTV, Ternyata Suami Istri, Berubah Usai Nikah
Menurutnya, saat itu para pemimpin teroris melakukan pembinaan kepada dirinya dan sejumlah anak muda dengan menanamkan ajaran yang bertentangan dengan ajaran agama manapun.
Pada saat itu, dirinya pun sempat mengikuti latihan paramiliter bersama dengan anggota teroris lainnya di Aceh.
Ia dan puluhan orang lainnya diajarkan cara menembak, merakit bom dan berjihad dengan syariat Islam agar kelak mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Menurutnya, saat itu latihan yang dilakukan layaknya latihan taruna militer.
Sebab, setiap anggota juga melakukan jalan kaki jarak jauh di hutan Sumatera untuk persiapan fisik dan mental sebelum melakukan penyerangan.
Sepulang mengikuti latihan tersebut, tepatnya pada 22 Februari 2010, Zaenal Mutakin ditangkap Densus 88 Antiteror Polri atas sangkaan terlibat latihan paramiliter di Aceh.
Namun, Zaenal mengaku merenungi perjalanan hidupnya saat menjalani sembilan tahun kehidupan di dalam jeruji besi lembaga pemasyarakat.
Ia pun menyadari perbuatannya terkait jihad tersebut adalah salah.
"Dan di saat itu lah, di dalam jeruji besi kami akhirnya mengetahui bahwa itu salah dan kami bertekad untuk bertaubat," ucap Zaenal.
Baca juga: Kisah Janda 20 Tahun di Tangerang Terjun Prostitusi via MiChat, Tergoda HP Bagus Hingga Biaya Anak
Baca juga: Kisah Warga Pandeglang Tinggal di Pelosok Selatan Banten, Setiap Malam Anak-Anak Belajar Dalam Gelap
Nama Zakki Rachmatullah alias Zainal Muttakin alias Abu Zaid asal Pandeglang masuk dalam 71 orang yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri pada periode Februari sampai Maret 2010.
Mereka disangkakan terlibat beberapa aksi terorisme, termasuk latihan paramiliter di Aceh.
Saat itu, salah satu pentolan kelompok tersebut yakni Dulmatin alias Mansyur alias Yahya Ibrahim alias Fahri Ardiansyah alias Joko Pitono alias Hamzah tewas dalam penyergapan Densus 88 di di daerah Pamulang, Tangerang, pada 9 Maret 2010.
Zaenal sendiri divonis sembilan tahun penjara oleh pengadilan.
Tindakan Konyol dan Bodoh serta Tidak Relevan

Menurut Zaenal, serangan teror bom bunuh diri yang dilakukan suami istri di Gereja Katedral Makassar dan di Mabes Polri Jakarta beberapa hari lalu itu adalah perbuatan yang salah dan konyol.
Ia berpendapat doktrinasi mati jihad dengan cara menyerang orang lain sudah sangat tidak relevan digunakan dalam kondisi di Indonesia saat ini.
"Itu perbuatan salah. Karena semua agama tidak pernah mengajarkan hal seperti itu. Karena Islam itu damai dan tidak arogan sama sekali," tegasnya.
Menurutnya, para pelaku teror tersebut masih berada dalam lingkaran doktrinasi yang sesat sehingga tidak ada kata mundur bagi mereka apabila diberikan penugasan.

Ia meminta agar ajaran islam tidak disalahartikan dengan tujuan menghancurkan perdamaian di Indonesia.
Ia pun mengajak orang-orang yang masih memiliki persepsi jihad seperti demikian untuk kembali ke jalan yang benar dan tidak melakukan teror terhadap warga maupun aparat pemerintah.
Sebab, sejatinya Islam tidak mengajarkan teror seperti itu.
"Kita harus bersama-sama menangkal penyebaran paham radikalisme dan gerakan intoleran lainnya. Apalagi jelang bulan suci Ramadhan. Mari kita bersama-sama kembali kepada nilai-nilai yang baik," pintanya.
Artiel lain terkait teroris