Polemik Vaksin Nusantara: Publik Figur hingga Presiden Komentar, Jangan Jadi Komoditas Politik

Vaksin Nusantara menjadi kontroversi. BPOM belum mengeluarkan PPUK, namun sejumlah anggota DPR malah menjadi relawan

Editor: Glery Lazuardi
SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO
Ilustrasi vaksinasi 

TRIBUNBANTEN.COM - Vaksin Nusantara menjadi kontroversi.

Hal ini karena Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) belum mengeluarkan persetujuan pelaksanaan uji klinik (PPUK).

Namun, sejumlah anggota DPR malah menjadi relawan dalam pengembangan vaksin tersebut.

Baca juga: Program Vaksinasi Covid-19 Selama Ramadan Memprioritaskan Para Lansia

Baca juga: Menkes Minta Kepala Daerah Jalankan Vaksinasi selama Ramadan, Lansia Jadi Prioritas

Ketua Umum DPP LDII, Kyai Haji Chriswanto Santoso mengatakan vaksin buatan dalam negeri itu ranah saintifik yang bisa diperdebatkan di lingkungan akademisi kedokteran dan kesehatan

"Jangan menjadi komoditas ekonomi dan politik, sebab rakyat yang bisa jadi korban,” ujarnya, dalam keterangan yang diterima wartawan, Selasa (20/4/2021).

Menurut dia, pengadaan vaksin merupakan kebijakan publik menyangkut jiwa manusia dalam hal ini rakyat Indonesia,

Untuk itu, kata dia, kebijakan mengenai vaksin jangan sampai mengorbankan jiwa manusia.

"Dan harus mencerminkan keadilan dan keberadaban,” ujarnya.

Chriswanto meminta ketulusan hati semua pihak dalam penyediaan vaksin.

Para intelektual yang berdiri pada pro dan kontra mengenai vaksin, harus membantu pemerintah agar permasalahan vaksin bisa terselesaikan.

Termasuk penyediaan vaksin produksi dalam negeri, agar ketergantungan terhadap luar negeri berkurang.

Dia mengajak semua pihak yang terlibat dalam politik vaksin di dalam negeri menengok kembali konstitusi UUD 1945.

“Di dalam Pembukaan UUD 1945, negara Indonesia didirikan untuk memenuhi hak-hak konstitusi warga dan melindungi segenap tumpah darah Indonesia,” ujarnya.

Bahkan, Pancasila sebagai ideologi negara, menekankan kebijakan publik harus menegakkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.

Baca juga: Tokoh-tokoh Pendukung Vaksin Nusantara: Anang-Ashanty hingga Mantan Menkes Siti Fadilah

Baca juga: 47 Dosis Vaksin Sinovac dari Cina Tiba di Bandara Soekarno-Hatta Minggu Siang, Pengiriman ke-8

Sementara itu, anggota DPR Komisi VI yang juga warga LDII, Singgih Januratmoko menekankan pentingnya nasionalisme dalam politik vaksin, yang kini jadi bagian dari efek negatif globalisasi.

Menurut Singgih, nasionalisme dalam hal ini bukan dalam pengertian yang sempit, yang menganggap bangsa sendiri unggul di atas bangsa lain.

“Nasionalisme yang dibingkai Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika berupa sosio-nasionalisme,” ujar anggota Komisi VI DPR RI Singgih Januratmoko.

Politisi Golkar itu menyebut, pandemi menyadarkan bangsa Indonesia mengenai sosio-nasionalisme.

Menurut Singgih sosio-nasionalisme sebagaimana dipaparkan Bung Karno, adalah nasionalisme yang menempatkan seluruh bangsa sederajat, antikolonialisme, dan bersifat humanistik,

“Jadi ketika negara-negara maju, cenderung menahan vaksin buatannya tanpa menghiraukan negara-negara lain yang membutuhkan, di sinilah pentinganya sosio-nasionalisme itu,” ujar Singgih.

Baca juga: Update Covid-19: 70 Ribu Warga Prioritas di Kota Tangerang Sudah Divaksin

Baca juga: Apa Perbedaan Vaksin Nusantara dan Vaksin Merah Putih? Ini Penjelasan Lengkapnya

Menurutnya, pengembangan vaksin harus diupayakan dipercepat tanpa melibatkan kepentingan dan egosektoral,

“Ketulusan bangsa ini dalam menciptakan vaksin merupakan bagian dari sosio-nasionalisme,” imbuhnya.

Pasalnya, dalam pandangan Singgih, terdapat kecenderungan negara-negara maju, menggunakan vaksin sebagai alat penekan.

“Mereka enggan berbagi dengan alasan kebutuhan dalam negeri mereka juga meningkat. Sementara negara-negara di belahan bumi lain harus melawan Covid-19 tanpa ketercukupan vaksin,” ujarnya.

Covid-19 menunjukkan, bagaimana globalisasi – yang salah satunya juga membawa wabah – juga menjadi tantangan kebangsaan.

“Politik vaksin menunjukkan bagaimana globalisasi yang makin luas, juga menciptakan persaingan antarbangsa yang kian tajam,” ujar Singgih.

Masalah vaksin itu, bila dipahami secara sosio-nasionalisme menjadi pengingat pentingnya bangsa Indonesia tak bergantung dengan vaksin dari negara lain.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved