Kasasi Pemerkosa dan Pembunuh Gadis Baduy Ditolak, Pelaku Tetap Dihukum Mati!
Bahkan, ia menilai putusan menolak kasasi yang diajukan kedua terdakwa adalah putusan yang tepat.
Penulis: Marteen Ronaldo Pakpahan | Editor: Abdul Qodir
Laporan wartawan Tribunbanten.com, Marteen Ronaldo Pakpahan
TRIBUNBANTEN.COM, LEBAK - Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi putusan kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap gadis baduy berinisal S (13) yang dilakukan terdakwa Muhammad Saepul (20) dan Furqon (19).
Majelis hakim MA dalam putusannya memperkuat putusan Pengadilan Tinggi Banten, yakni menjatuhkan hukuman mati kepada kedua terdakwa.
Kedua terdakwa terbukt melanggar Pasal 340 KUHPidana Jo Pasal 81 (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Demikian disampaikan Humas Pengadilan Tinggin Banten, Binsar M Gultom saat dihubungi, Jumat (23/4/2021).
Baca juga: Dana Hibah 150 Pesantren Disunat, Pengurus Ponpes dan Honorer Pemprov Banten Tersangka
Baca juga: Dari Sandal yang Tertinggal, Pelaku Pembunuhan dan Pemerkosaan Pedagang Sayur di Cikande Terungkap
Pengadilan Tinggi Banten menyambut baik putusan kasasi ini.
Bahkan, ia menilai putusan menolak kasasi yang diajukan kedua terdakwa adalah putusan yang tepat.
"Karena pembunuhan tersebut dinilai sangat sadis. Dimana setelah diperkosa, leher dan bagian badan lainnya dipotong secara terpisah," ujar Binsar saat dihubungi, Jumat (23/4/2021).
Sementara itu satu tersangka lainnya Ahmad Rifai yang masih berada di bawah umur dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dan enam bulan wajib pelatihan kerja di LPKA Kelas 1 Tangerang.
"Terdakwa yang satunya lagi itu tidak melakukan peninjauan kembali atas hukuman yang telah dijatuhi oleh majelis hakim," terangnya.
Kronologi dan Perjalanan kasus
Kasus pembunuhan dan pemerkosaan gadis Baduy berusia 13 tahun berinisial S terjadi pada Jumat, 30 Agustus 2019.
Tiga remaja yakni Muhammad Saepul alias E (20), Furqon (19), dan Ahmad Rifai (16), melakukan pemerkosaan disertai pembunuhan di sebuah gubuk area ladang perkebunan di Cisimeut, Lebak, Banten.
Jasad korban ditemukan kakak korban yang melihat banyak bercak darah di saung itu saat jalan melintas menuju saung.
Pihak keluarga dan tetua adat mengizinkan polisi mengautopsi jenazah korban agar kasus ini bisa dilakukan penegakan hukum.
Dari penyidikan polisi, kejahatan itu telah direncanakan, bahkan ketiganya berbagi peran masing-masing. Korban dibunuh karena berontak dan berteriak.
Baca juga: Viral Masyarakat Adat Baduy Meminta Tolong Karena Hutan Terlarang Dirusak Penambang Emas Ilegal
Baca juga: Para Penambang Emas Ilegal Tinggalkan Lubang di Gunung Liman yang Disakralkan Masyarakat Baduy
Akhirnya, ketiganya dijerat Pasal 340 KUHPidana Jo Pasal 81 (1) UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
Pada 10 Oktober 2019, Pengadilan Negeri Pandeglang memvonis Muhammad Saepul dengan hukuman mati, Furqon dengan 15 tahun penjara serta Rifai dengan hukuman 7 tahun penjara dan 6 bulan wajib pelatihan kerja di LPKA Kelas 1 Tangerang.
Ketiganya mengajukan banding putusan tersebut ke Pengadilan Tinggi Banten.
Namun, majelis hakim PT Banten dalam putusannya menolak banding tersebut. Justru hukuman terdakwa Furwon yang semula 15 tahun penjara diperberat menjadi hukuman mati.
Putusan banding tersebut dijatuhkan pada 22 Aprl 2020.
Tak puas atas putusan tersebut, terdakwa Saepul dan Furqon mengajukan kasasi ke MA hingga akhirnya kasasi itu juga ditolak.