UPDATE KPK Cegah Azis Syamsuddin ke Luar Negeri Selama 6 Bulan
Setelah rumah dan ruang kerja digeledah, pihak KPK mencegah Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsudin untuk bepergian ke luar negeri
TRIBUNBANTEN.COM - Setelah rumah dan ruang kerja digeledah, pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Wakil Ketua DPR RI, Azis Syamsudin untuk bepergian ke luar negeri.
Azis Syamsudin dicegah untuk tidak keluar negeri bersama dengan dua orang dari pihak unsur swasta Agus Susanto dan Aliza Gunado.
Upaya pencegahan itu dilakukan karena ketiga orang itu diduga terkait kasus suap untuk tidak menaikkan perkara ke tingkat penyidikan dengan tersangka penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Pattuju dkk.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan hal itu.
Menurut dia, pelarangan bepergian ke luar tersebut terhitung mulai 27 April 2021 hingga selama 6 bulan ke depan.
"Benar, KPK pada tanggal 27 April 2021 telah mengirimkan surat ke Ditjen Imigrasi Kumham RI untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap 3 orang yang terkait dengan perkara ini," kata dia, dalam keterangannya, Jumat (30/4/2021).
Baca juga: Rumah dan Ruangan Digeledah, Begini Peran Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin di Kasus Suap Penyidik KPK
Baca juga: KPK Datangi Gedung DPR RI, Geledah Ruang Kerja Wakil Ketua Azis Syamsuddin, MKD akan Mendampingi
Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri .
Ali FIkri mengatakan, langkah pencegahan ke luar negeri ini dalam rangka kepentingan percepatan pemeriksaan dan menggali bukti-bukti lain.
"Agar pada saat diperlukan untuk dilakukan pemanggilan dan pemeriksaan pihak-pihak tersebut tetap berada di wilayah Indonesia," katanya.
Menanggapi serangkaian upaya hukum yang dilakukan pihak KPK kepada Azis Syamsudin itu, Plt Ketua Lembaga Komunikasi dan Informasi (LKI) DPP Partai Golkar Henry Indraguna meminta agar menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence).
Dia menjelaskan, kasus yang melibatkan Azis sejatinya sudah diatur dan dijamin oleh Undang-Undang yakni bagi setiap orang yang diduga melakukan suatu tindak pidana korupsi sebelum ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) wajib dianggap masih merdeka.
Artinya, kata dia, masih dijamin kemerdekaan hak asasinya untuk bebas bergerak dan beraktivitas sesuai hak-hak sebagai warga negara yang diatur dalam Undang-undang yang berlaku.
"Secara tegas diatur di dalam penjelasan pasal 3 huruf c KUHAP dan pasal 8 ayat 1 Undang-undang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi: berdasarkan penjelasan umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu, setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap," kata dia, dalam keterangannya, Jumat (30/4/2021).
Dia menjelaskan, berdasarkan pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi: "Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap."
Namun demikian, Henry mengapresiasi penegasan Ketua KPK Firli Bahuri bahwa KPK akan terus kerja, kerja dan kerja untuk mencari keterangan dan bukti yang dilakukan oleh tim penyidik KPK dalam penggeledahan di berbagai lokasi ruang kerja di DPR RI, rumah dinas dan rumah pribadi Wakil Ketua DPR RI tersebut.
"Pak Firli mengatakan KPK akan bekerja keras untuk mencari bukti-bukti. Status seseorang harus didasarkan atas cukupnya bukti, bukan pendapat, bukan persepsi, dan bukan juga asumsi, apalagi halusinasi adalah hal yang sangat positif," ujarnya.
Dia mengapresiasi kerja KPK yang terus mendalami dan mempelajari, telaah keterangan para saksi dan bukti-bukti lainnya untuk membuat terangnya suatu peristiwa, perbuatan dan siapa pelakunya.
"Semua tindakan untuk menduga seseorang sebagai tersangka harus beralaskan kecukupan bukti. KPK juga tegak lurus menegakkan supremasi hukum dengan tidak akan pandang dulu dalam bertindak," ujar Wakil Ketua Pengurus Pusat Badan Advokasi Hukum dan HAM (Bakumham) Kasgoro 1957 ini.
Lalu, terkait aksi demo yang menyuarakan tuntutan tangkap Azis Syamsuddin yang dimotori oleh sejumlah mahasiswa dan pemuda yang terdiri dari Amsub, JIHN, KMN, Jarak dan Semar, Vice President Kongres Advokat Indonesia (KAI) ini menilai sebagai hal yang sah-sah saja dilakukan oleh komponen civil society sebagai bentuk kontrol sosial terhadap penyelewengan kekuasaan oleh oknum pejabat tinggi negara dan oknum petinggi partai.
"Hal itu merupakan tindakan yang dilakukan secara wajar dan sah dijamin Undang-undang dalam kehidupan berdemokrasi sebagai bentuk menyalurkan pendapat dan aspirasi agar hukum di Indonesia juga tegak lurus memberikan rasa keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa pandang bulu. Jadi juga harus tetap dihormati namun juga bentuk protes dan aksi demo itu tidak memaksakan kehendak apalagi sampai anarkis," tandas Henry yang juga berprofesi sebagai advokat ini.
Baca juga: Kabupaten Serang Capai Nilai Baik di MCP yang Ditetapkan KPK Dalam Pencegahan Pemberantasan Korupsi
Baca juga: Penyidik KPK yang Terima Suap Punya Nilai di Atas Rata-rata, Ketua KPK: Integritasnya Rendah
Begitu juga dengan desakan agar Ketum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto lebih tegas dan cepat mencopot Azis Syamsuddin dari posisinya di Pimpinan DPP Golkar dan jabatan politik sebagai Pimpinan DPR RI atau Alat Kelengkapan Dewan (AKD).
Menurut Henry, hal tersebut tentunya akan tergantung kepada proses hukum yang baru dijalankan oleh lembaga antirasuah ini dan menunggu keputusan Ketum Airlangga Hartarto yang tentu juga didasarkan kepada keputusan Dewan Etik Partai dan Keputusan Pleno DPP Partai Golkar.
Untuk diketahui, nama Azis Syamsuddin terseret kasus ini karena diduga menjadi perantara yang mengenalkan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial dengan penyidik KPK AKP Stepanus Robin Pattuju.
KPK menduga pertemuan keduanya terjadi di rumah dinas Azis di Jakarta Selatan pada Oktober 2020.
Dalam pertemuan tersebut diduga Syahrial meminta bantuan Robin untuk mengurus perkara dugaan korupsi jual beli jabatan yang sedang diselidiki KPK agar tidak naik ke penyidikan.
KPK menduga Robin menerima uang Rp1,3 miliar dari Rp1,5 miliar yang dijanjikan.
Temukan Segepok Dokumen
Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan upaya penggeledahan di dua lokasi berbeda di wilayah Pondok Aren, Tangerang Selatan pada Kamis (29/4/2021).
Penggeledahan menyasar ke kediaman dan kantor pengacara Maskur Husain (MH). Maskur merupakan tersangka dalam kasus dugaan suap untuk tidak menaikkan perkara ke tingkat penyidikan.
"Kamis (29/4/2021) tim penyidik telah selesai melaksanakan upaya paksa penggeledahan di 2 lokasi berbeda di wilayah Pondok Aren, Tangerang Selatan, yaitu rumah kediaman dan kantor milik tersangka MH," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jumat (30/4/2021).
Saat proses penggeledahan tersebut, tim KPK menemukan dan mengamankan bukti-bukti.
"Di antaranya berbagai dokumen data perbankan dan barang elektronik yang diduga terkait dengan perkara," beber Ali.
Selanjutnya bukti-bukti tersebut, kata Ali, akan divalidasi serta diverifikasi untuk segera diajukan penyitaan ke Dewan Pengawas KPK sebagai bagian dalam berkas perkara.
KPK telah menetapkan Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial, penyidik KPK Ajun Komisaris Polisi (AKP) Stepanus Robin Patujju, dan pengacara Maskur Husain sebagai tersangka penerimaan hadiah atau janji terkait perkara Wali Kota Tanjungbalai tahun 2020-2021.
Pemberian suap sebesar Rp1,3 miliar oleh Syahrial pada Robin dimaksudkan agar kasus penyidikan suap terkait jual beli jabatan yang diusut KPK di Pemerintah Kota Tanjungbalai, Sumatera Utara dihentikan.
Selain itu, Markus Husain juga diduga menerima uang dari pihak lain sekira Rp200 juta.
Sedangkan Syahrial dari bulan Oktober 2020 sampai April 2021 juga diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama Riefka Amalia, yang mana ialah teman dari saudara Syahrial, sebesar Rp438 juta.
Atas perbuatannya Stepanus Robin Pattuju dan Maskur Husain disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU No. 31 Tahun 1999 UU No 20 sebagaimana telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara M. Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 UU No. 20 sebagaimana telah diubah dan ditambah UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BREAKING NEWS! KPK Cekal Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Bepergian ke Luar Negeri 6 Bulan