KontraS, DPR hingga Ombudsman Bicara Oknum Banting Mahasiswa di Tangerang, Minta Hal Ini ke Polri

Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), DPR hingga lembaga negara turut beraksi soal dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi.

Editor: Glery Lazuardi
Dok. Humas Polda Banten
Brigadir NP, anggota Brimon Polresta Tangerang memeluk Faris, mahasiswa Tangerang yang dibantin hingga kejang-kejang 

TRIBUNBANTEN.COM - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), DPR hingga lembaga negara turut beraksi soal dugaan penganiayaan yang dilakukan oknum polisi.

Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Banten, Muhamad Fariz Amrullah, menjadi korban tindak penganiayaan.

Upaya penganiayaan itu dilakukan oleh oknum polisi berinisial Brigadir NP.

Brigadir NP membanting Muhamad Fariz Amrullah, saat terjadi bentrok dalam unjuk rasa di Kantor Bupati Tangerang, pada Rabu, 13 Oktober 2021.

Upaya penganiayaan itu terekam kamera dan videonya viral di media sosial. Setelah dibanting,
Fariz tampak kejang setelah tubuh bagian belakangnya dibanting ke trotoar.

Baca juga: Sederet Fakta Polisi Smackdown Pendemo di Tangerang, Kejang-kejang Usai Dibanting

Baca juga: Video Detik-Detik Mahasiswa Tangerang Dibanting Hingga Kejang-Kejang, Begini Kondisinya Sekarang

Berikut pernyataan LSM, DPR hingga lembaga negara soal kejadian tersebut:

KonraS Kecam Aksi Brutal Polisi

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) turut buka suara terkait dengan insiden 'pembantingan' yang dilakukan seorang aparat kepolisian terhadap salah satu massa aksi di depan Kantor Bupati Tangerang, Banten, Rabu (13/10/2021) kemarin.

KontraS mengecam tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian tersebut dan menyatakan, upaya pembubaran terhadap massa aksi tersebut merupakan cerminan brutalitas kepolisian.

"Aksi kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian tersebut tentu mencerminkan brutalitas kepolisian dan bentuk penggunaan kekuatan secara berlebihan dalam penanganan aksi masa," kata Wakil Koordinator Bidang Advokasi KontraS Arif Nur Fikri dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/10/2021).

Arif mengatakan, sejatinya proses penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian dapat diperbolehkan, hanya saja harus mengacu pada Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Di dalam Perkap tersebut penggunaan kekuatan oleh pihak kepolisian harus sesuai dengan prinsip-prinsip necesitas (kebutuhan), legalitas, dan proporsionalitas, serta masuk akal (reasonable).

Namun jika melihat pada insiden yang viral di media sosial dalam video berdurasi 48 detik itu, pihaknya kata Arif, melihat tindakan yang dilakukan oleh anggota kepolisian tentu tidak berdasar asas necesitas.

"Dimana dalam video tersebut, terlihat jelas bahwa mahasiswa yang ditangkap sudah dalam kondisi tak berdaya, sehingga tidak perlu dilakukan tindakan kekerasan sebagaimana yang ditampilkan dalam video tersebut," ungkapnya.

Selain itu kata dia, tindakan tersebut juga tidak proporsional dilakukan oleh petugas kepolisian, sebab penggunaan kekuatan tidak seimbang dengan ancaman yang dihadapi oleh anggota kepolisian tersebut.

Bahkan akibat dari tindakan tersebut, kata dia menimbulkan kerugian atau penderitaan bagi korban yang mengalami kejang-kejang dan sempat tidak sadarkan diri.

Tak hanya itu kata dia, bentuk pembubaran massa aksi yang dilakukan oleh anggota kepolisian tersebut juga tidak masuk akal (reasonable).

Sebab, perbuatan kepolisian tidak memikirkan situasi dan kondisi ancaman atau perlawanan pelaku. Terlebih kata dia perbuatan tersebut ditujukan kepada seorang massa aksi yang sedang menyampaikan pendapat.

"Demonstrasi merupakan tindakan sah dan konstitusional sebagaimana dijamin oleh instrumen hukum dan HAM nasional maupun Internasional," tegasnya.

Bahkan menurutnya, Polisi seharusnya dapat melindungi hak asasi manusia (HAM) dan melakukan pengamanan sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Pihaknya kata Arif melihat tindakan brutalitas aparat yang ditujukan terhadap massa aksi tidak terlepas dari kultur kekerasan yang berada di tubuh kepolisian.

Apalagi katanya, tindakan kekerasan yang dilakukan oleh anggota kepolisian dalam mengamankan aksi tidak pernah diusut secara tuntas dan berkeadilan.

"Hal tersebut akhirnya membuat tindakan serupa dinormalisasi sehingga terus terjadi keberulangan dan bertolak belakang dengan prinsip-prinsip penggunaan kekuatan yang humanis," ucapnya.

Atas adanya tindakan kekerasan itu, KontraS menyatakan setidaknya ada empat aktor yang harus diminta pertanggungjawaban.

Pertama, anggota Polisi yang melakukan tindak kekerasan.

Kedua, anggota pengendali lapangan (komandan kompi atau komandan batalyon).

Ketiga, komandan kesatuan sebagai pengendali teknis.

Keempat, Kapolda selaku penanggungjawab pengendalian taktis, sebagaimana Pasal 14 (2) Perkap nomor 2 tahun 2019 penindakan huru-hara.

Baca juga: Polisi Diduga Banting Mahasiswa saat Demo HUT Kabupaten Tangerang, Kapolres : Akan Ditindak Tegas

Baca juga: Total 196 SMP di Kota Tangerang Gelar Pembelajaran Tatap Muka Terbatas

DPR Ingatkan Soal Protap

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta Polri, untuk mengingatkan kembali mengenai prosedur tetap (protap) penanganan aksi demonstrasi kepada seluruh jajaran kepolisian di Indonesia.

Hal itu disampaikannya menanggapi insiden 'pembantingan' yang dilakukan seorang aparat kepolisian terhadap seorang massa aksi di depan Kantor Bupati Tangerang, Banten, Rabu (13/10/2021) kemarin.

"Kita minta kepada jajaran kepolisian untuk kembali menyegarkan kepada aparatnya protap mengenai penanganan demo," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/10/2021).

Ketua Harian DPP Gerindra itu juga meminta, aparat kepolisian bersikap humanis dalam setiap melakukan tugas, terutama saat menghadapi para demonstran.

"Sehingga kita harapkan lagi tidak terjadi hal-hal yang seperti itu," ucapnya.

Untuk diketahui, Kapolda Banten pun telah meminta maaf terkait insiden tersebut, termasuk oknum polisi yang melakukan 'pembantingan' itu.

Namun, terkait penegakan hukum terhadap oknum polisi itu, Dasco menilai hal tersebut sedang diproses oleh Propam Polri.

"Kita serahkan mengenai masalah penegakan hukum ini sesuai dengan aturan yang berlaku," tandasnya.

Diketahui, sebuah video memperlihatkan kericuhan antara ratusan mahasiswa yang berdemo di halaman Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang, Tigaraksa.

Aksi demonstrasi yang dilakukan Himpunan Mahasiswa Tangerang (Himata) itu berakhir ricuh. Aparat kepolisian pun membubarkan demonstrasi yang berunjuk rasa di Kantor Bupati Tangerang.

Namun, aksi represif dilakukan seorang polisi dengan membanting seorang mahasiswa yang berunjuk rasa di hari ulang tahun ke-389 Kabupaten Tangerang.

Dalam video yang tersebar di berbagai akun media sosial baik di Instagram dan Twitter, terlihat anggota polisi tersebut awalnya memiting bagian leher mahasiswa.

Kemudian oknum polisi itu membanting korban hingga terkapar di lantai beton.

Korban pun tak berdaya meringis kesakitan dan sempat terlihat kejang-kejang akibat aksi kekerasan anggota polisi tersebut.

Beberapa anggota polisi lain membantu membangunkan mahasiswa itu sambil menanyakan kondisi yang dialami korban.

Peristiwa ini akhirnya viral di media sosial dan banyak dikecam netizen.

Ombudsman Banten Minta Kejadian Tak Terulang

Aksi anggota Polri yang membanting mahasiswa MFA hingga kejang-kejang saat aksi demonstrasi di Pemerintahan Kabupaten Tangerang mendapat sorotan Ombudsman Banten.

Kepala Ombudsman Perwakilan Banten Dedy Irsan mengharapkan kejadian serupa tak akan terulang kembali di masa depan.

Karenanya dia meminta jajaran Korps Bhayangkara untuk selalu memperhatikan prosedur tetap (protap) dalam penanganan aksi unjuk rasa alias demo.

"Saya berharap kejadian ini tidak terulang dan kepada aparat kepolisian diminta untuk memperhatikan kembali Standar Operasional Prosedur (SOP) atau prosedur tetap serta langkah-langkah yang lebih humanis dalam penanganan aksi unjuk rasa," ujar Dedy, kepada wartawan, Kamis (14/10/2021).

"Kepada para pengunjuk rasa juga diminta untuk menyampaikan aspirasinya dengan damai tanpa melakukan tindakan-tindakan yang dapat menimbulkan ketegangan dalam pelaksanaannya," imbuhnya.

Di sisi lain, Ombudsman Banten mengapresiasi langkah cepat Kapolda Banten Irjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho dalam penanganan oknum polisi yang diduga melakukan kesalahan protap itu.

Sebab, kata dia, Kapolda Banten dan Kapolresta Tangerang Kombes Wahyu Sri Bintoro langsung proaktif pasang badan dengan menghubungi orang tua mahasiswa dan mahasiswa itu untuk meminta maaf atas tindakan kesalahan yang dilakukan jajarannya.

"Bahkan akan menanggung biaya pemulihan mahasiswa tersebut, memastikan kesehatan dan kondisi fisiknya dalam keadaan baik dengan membawa ke dokter untuk dilakukan perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut," kata Dedy.

Lebih lanjut, Dedy meminta agar persoalan ini sepenuhnya diserahkan kepada aparat penegak hukum atau pihak yang berwenang. Terutama karena negara Republik Indonesia adalah negara hukum.

"Apalagi Kapolda sudah mengatakan secara tegas akan menindak oknum polisi tersebut sesuai ketentuan hukum yang berlaku dan saat ini sudah diperiksa oleh Divisi Propam Mabes Polri dan Bidang Propam Polda Banten," tandasnya

Berikut fakta-fakta seputar kasus ini:

Kronologi

Insiden itu bermula dari aksi unjuk rasa Himpunan Mahasiswa Tangerang (HIMATA) Banten Raya untuk memperingati hari jadi kabupaten. Semula aksi berjalan damai.

Akhirnya, bentrokan pecah ketika polisi berupaya membubarkan massa dengan alasan mencegah kerumunan saat pandemi Covid-19. Lalu terekam di video, Brigadir NP membanting Fariz.

Pascavideo bantingan ini viral, sebuah video lain beredar tidak lama berselang.

Video menampilkan Fariz menyampaikan kondisinya setelah dibanting. Namun dalam video itu, ia didampingi seorang polisi.

"Saya gak ayan, saya juga gak mati. Sekarang masih hidup," kata Fariz. "Sehat-sehat saja," kata anggota polisi yang berdiri di samping korban. Fariz mengaku keadaannya biasa-biasa aja. "Walaupun agak sedikit pegal-pegal," kata Fariz

Brigadir NP, Pimpinan Polisi Hingga Bupati Minta Maaf

Setelah kejadian itu, Brigadir NP menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada Fariz Amrullah.

Permintaan maaf itu disampaikan saat konferensi pers di lobi Polresta Tangerang. Di sana juga hadir orang tua korban.

"Saya meminta maaf kepada Mas Fariz, atas perbuatan saya dan saya siap bertanggung jawab atas perbuatan saya. Sekali lagi saya meminta maaf atas berbuatan saya, kepada keluarga, dan saya siap bertanggung jawab," ujar NP, Rabu malam 13 Oktober 2021.

Kepala Kepolisian Daerah Banten Inspektur Jenderal Rudy Heriyanto menyampaikan permintaan maaf kepada Fariz atas tindakan Brigadir NP. Maaf juga disampaikan oleh Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar.

Setalah acara minta maaf di kantor polisi, Fariz meminta kasus kekerasan terhadapnya tak dihentikan.

"Menerima permohonan maaf, kalau lupa enggak. Saya harap polisi untuk melakukan penindakan yang tegas ke oknum polisi yang melakukan tindakan refleks tersebut," ujar dia.

Brigadir NP Refleks Membanting

Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro memberikan alasan anggotanya membanting mahasiswa. Menurut dia, tindakan itu spontanitas.

"Saat akan diamankan yang bersangkutan berontak, refleks dan tidak ada niat untuk menganiaya," kata Wahyu.

Brigadir NP diperiksa pemeriksaan tim Propam Mabes Polri dan Polda Banten. Dia disebut bertindak di luar SOP.

"Sanksi menunggu hasil penyelidikan Propam," kata Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro.

Korban Jalani Pemeriksaan di Rumah Sakit Harapan Mulia

Untuk memastikan kesehatan Faris, Kapolresta Tangerang Komisaris Besar Wahyu Sri Bintoro membawanya ke Rumah Sakit Harapan Mulia Tigaraksa. Korban tiba sekitar 15.00 WIB. Pemeriksaan ditangani dokter Florentina.

“Kami bertanggung jawab penuh atas kesehatan Faris dengan membawa Faris ke rumah sakit untuk pengecekan fisik, dalam, dan torax. Alhamdulillah hasilnya fisik baik, kesadaran composmentis atau sadar penuh dan suhu badan normal. Terhadap Faris telah diberikan obat-obatan dan vitamin,” kata Wahyu.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved