Seorang Pria Gugat UU Perkawinan ke MK karena Tak Bisa Nikahi Pasangannya yang Beda Agama

Dalam isi gugatan tersebut, tertulis bahwa Ramos beragama Katholik akan menikah dengan seorang wanita beragama Islam.

Editor: Renald
Tribunnews/Jeprima
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) 

TRIBUNBANTEN.COM - E Ramos Petege, seorang pria dari Mapia Tengah, Kabupaten Dogiyai, Papua gugat UU Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Ia melayangkan gugatan karena tak bisa menikahi pasangannya yang berbeda agama.

Ia menjalin kasih dengan pasangannya sudah tiga tahun.

Karena beda agama, pernikahan mereka pun dibatalkan.

Dikutip dari laman MK, gugatan tersebut diterima MK pada Jumat (4/2/2022).

Dalam isi gugatan tersebut, tertulis bahwa Ramos beragama Katholik akan menikah dengan seorang wanita beragama Islam.

Baca juga: Foto Desmosedici GP22, Motor Baru Ducati untuk Ajang MotoGP 2022

Baca juga: Kebakaran Gedung Baznas Diduga karena Korsleting Listrik, Berikut Kondisi Terkini

Akibat dibatalkannya pernikahannya tersebut, Ramos Petege menggugat UU Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974.

Menurutnya syarat sah suatu pernikahan yang diatur dalam UU Nomor 1/1974 akan memberikan ruang seluas-luasnya bagi hukum agama dan kepercayaan dalam menafsirkan sahnya suatu perkawinan.

Hanya saja, UU tidak memberikan pengaturan apabila pernikahan dilaksanakan oleh mereka yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda.

"Ketidakpastian tersebut secara aktual telah melanggar hak-hak konstitusional yang dimiliki Pemohon, sehingga ia tidak melangsungkan perkawinannya karena adanya intervensi oleh golongan yang diakomodir negara," tulis Petege dalam gugatannya, dikutip Tribunnews, Selasa (8/2/2022).

Kemudian secara teknis, Ramos Petege meminta MK untuk menyatakan UU Nomor 1 Tahun 1974 tenang Perkawinan tidak lagi relevan dalam mengolah kebutuhan penegakan HAM.

Sehingga ia menginginkan agar majelis hakim menyatakan Pasal 2 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 untuk ditambahkan aturan.

Adapun aturan tambahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Pasal 2 ayat 1

Perkawinan adalah sah apabila dilakukan berdasarkan pada kehendak bebas para mempelai dan dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved