Polemik Nikita Mirzani dan Aparat Polresta Serang Banten, Pakar Sebut Polisi 'Lembek', Kok Bisa?
Artis Nikita Mirzani mewarnai pemberitaan media massa di Provinsi Banten selama satu pekan terakhir.
TRIBUNBANTEN.COM - Artis Nikita Mirzani mewarnai pemberitaan media massa di Provinsi Banten selama satu pekan terakhir.
Hal ini berawal dari kedatangan aparat Polresta Serang Banten ke kediaman Nikita Mirzani di Pesanggrahan, Jakarta Selatan pada Rabu 15 Juni 2022.
Upaya aparat Polresta Serang Banten melakukan upaya penjemputan paksa itu terkait laporan Dito Mahendra ke kepolisian.
Nikita Mirzani diduga telah menghina kekasih Nindy Ayunda, Dito Mahendra.
Nikita Mirzani dilaporkan atas dugaan pencemaran nama baik dengan Pasal 27 UU ITE. Jika terbukti bersalah, Nikita Mirzani terancam hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Baca juga: Didatangi Aparat Polres Serang dan OTK, Nikita Mirzani Pilih Jual Rumah di Jaksel, Ini Alasannya
Aparat Polresta Serang Banten sudah mendatangi kediaman Nikita Mirzani pada pada Rabu 15 Juni 2022 sejak pukul 03.00 WIB.
Nikita Mirzani, menolak ikut dengan anggota polisi yang menyatroni rumahnya.
Sehingga akhirnya, aparat kepolisian harus pulang dengan tangan hampa setelah menunggu 10 jam di rumah Nikita Mirzani.
Nikita Mirzani mengklaim sudah diintimidasi pihak kepolisian lantaran rumahnya disatroni aparat Polresta Serang Banten.
Ahli ilmu hukum pidana umum dan khusus tipikor dari Universitas Islam Syekh Yusuf Tangerang, Youngky Fernando, menilai sikap aparat kepolisian itu 'lembek'.
Menurut dia, selama proses penyidikan, seharusnya saksi atau tersangka yang menunggu di ruang pemeriksaan. Bukan polisi yang seharusnya menunggu saksi di rumahnya.
Jika mau tegas, kata Youngky, polisi bahkan sudah tidak perlu lagi memanggil Nikita Mirzani sebagai saksi melainkan langsung sebagai tersangka.
Sebab dalam kasus ini, Nikmir adalah terlapor yang mengarah sebagai tersangka dalam kasus pidana.
Untuk pemanggilan calon tersangka sebagai saksi sebetulnya hanyalah bentuk toleransi kepolisian yang tertuang dalam Peraturan Kapolri Nomor 6 Tahun 2019.
Baca juga: Bantahan Nikita Mirzani soal Status Tersangka, Ini Perjalanan Kasus dan Tersebar Surat Penetapan
Namun hal ini sebetulnya tidak berlaku dalam teori maupun doktrin-doktrin hukum pidana sebagaimana juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
“Jika penyidik tidak mengkuti Peraturan Kapolri itu, apakah dia melanggar hukum? Tidak. Dasar hukumnya jelas. UU Nomor 8 Tahun 1981 tidak mengatur terlebih dahulu untuk memanggil tersangka sebagai saksi,” ujarnya.
Dia memandang, sikap Nikmir terhadap polisi yang menyatroninya itu sudah melanggar Pasal 224 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Ayat 1e.
Dalam beleid ini menyebut, barang siapa dipanggil sebagai saksi, ahli atau jurubahasa dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya bakal dikenai sanksi pidana selama-lamanya sembilan bulan penjara.
“Jadi bukan hanya tidak kooperatif, tetapi itu sudah melakukan perlawanan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 224 KUHP,” tuturnya.
Baca juga: Komentar Nikita Mirzani Usai Surat Penetapan Tersangkanya Beredar: Itu Nggak Sah!
Soal dalih Nikmir yang merasa terintimidasi lantaran dipanggil jam 03.00 WIB, menurut Youngky, sama sekali tidak berdasar.
Pasalnya, dalam hukum acara pidana tidak ada satupun larangan yang menyatakan bahwa polisi tidak boleh memanggil saksi maupun tersangka pada jam tertentu. Polisi, kata Youngky, boleh memanggil saksi maupun tersangka kapan saja.
“Pemanggilan kedua itu sudah bisa disertai penjemputan. Jam berapapun pemanggilan itu dilakukan, sah. Tidak mengenal waktu,” tambahnya.


 
                 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					![[FULL] Ulah Israel Buat Gencatan Senjata Gaza Rapuh, Pakar Desak AS: Trump Harus Menekan Netanyahu](https://img.youtube.com/vi/BwX4ebwTZ84/mqdefault.jpg) 
				
			 
											 
											 
											 
											