Berkaca Kasus Mahasiswa Ditangkap Densus 88, Bukti Radikalisme Masih Hantui Dunia Pendidikan

Dunia pendidikan di Indonesia digegerkan penangkapan seorang mahasiswa di perguruan tinggi negeri di Kota Malang, Jawa Timur pada 2022.

Editor: Glery Lazuardi
Thinkstock via Kompas
Ilustrasi garis polisi. Dunia pendidikan di Indonesia digegerkan penangkapan seorang mahasiswa di perguruan tinggi negeri di Kota Malang, Jawa Timur pada 2022. Mahasiswa berinisial IA (22) itu ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri karena diduga terafiliasi dengan ISIS. Upaya penangkapan itu menjadi bukti radikalisme dan terorisme masih menghantui dunia pendidikan. 

Di fase tersebut, terang Stanislaus, anak muda sedang melakukan pencarian jati diri dan membutuhkan eksistensi.

Ditambah lagi, ketika anak muda kuliah di luar kota, sehingga jauh dari orangtua, dia akan akan mencari perlindungan.

“Saat mereka lengah, ada kesempatan paham radikal masuk lewat internet,” ucapnya.

Menurut Stanislaus, orang di era modern sekarang lebih mudah terpapar radikalisme. Pasalnya, konten-konten tersebut bisa didapat di internet.

“Berbeda dengan zaman dulu, yang mana harus tatap muka dan dilakukan diam-diam, kini sangat vulgar,” ungkapnya.

Apalagi, tambah Stanislaus, media sosial memiliki algoritma, yang mana bila seseorang menyukai suatu konten, dia akan dibanjiri konten-konten serupa.

Hal ini membuat individu tersebut menyelam jauh di dalam paham radikal.

Baca juga: Dua Terduga Teroris Diringkus Densus 88 di Sumatera Utara

Menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia ini, sisi kerapuhan anak muda itulah yang dimanfaatkan ISIS.

Kelompok teroris tersebut, lanjut Stanislaus, kerap memanfaatkan generasi muda untuk kepentingannya.

Yang ditakutkan dari ini adalah munculnya lone wolf.

Aksi lone wolf tak membutuhkan kelompok. Pelaku bisa melakukan serangan seorang diri.

“Ada banyak kasus kasus lone wolf di Indonesia, sekitar 13 kasus. Sebagian mereka terpapar lewat media sosial. Inilah bahayanya lone wolf, mereka bergerak sangat cepat,” tuturnya.

Untuk meminimalisasi anak muda terpapar radikalisme, khususnya di kalangan mahasiswa, Stanislaus menyarankan agar pihak perguruan tinggi mulai memetakan potensi radikalisme di kampusnya.

“Jangan sungkan bekerja sama dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme),” tuturnya.

Baca juga: Satu Terpidana Teroris Asal Kragilan Bebas, Pemkab Serang Tingkatkan Kewaspadaan

Peran Mahasiswa Terafiliasi ISIS

Halaman
1234
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved