Wafat di Usia 96 Tahun, Ini Sosok Mantan Ketua MUI & Tokoh NU KH Ali Yafie di Mata Anies Baswedan
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan (Partai NasDem, PKS, dan Demokrat) tersebut mengaku terhenyak saat mendengar kabar KH Ali Yafie wafat.
TRIBUNBANTEN.COM - Prof KH Ali Yafie merupakan mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ia yang meninggal dunia pada Sabtu (25/2/2023) pukul 22.13 WIB, wafat di usia ke-96 tahun.
Ia menghembuskan nafas terakhirnya di RS Bintaro, Tangerang Selatan.
Jenazah almarhum akan dibawa ke rumah duka di Kompleks Menteng Residence, Jl Menteng V Blok FC 5 No 12, Sektor 7 Bintaro Jaya, dikutip dari MUI.
KH Ali Yafie merupakan Ketua MUI yang menjabat pada 1998-2000.
Salah satu tokoh Nahdladul Ulama (NU) ini rupanya sangat dihormati oleh Anies Baswedan.
Bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan (Partai NasDem, PKS, dan Demokrat) tersebut mengaku terhenyak saat mendengar kabar KH Ali Yafie wafat.
Ia langsung terdiam dan membacakan alfatihah untuk beliau.
Menurutnya, keabadian hanya milik Allah.
Ia mengaku selalu teringat nasihat, ajaran, dan kisah-kisah yang sarat hikmah yang disampaikan KH Ali Yafie.
"Tidak ada satu pun hari yang terlewat oleh Allahuyarham kecuali mengisinya dengan kebaikan. Kepakarannya dalam ilmu figih mengantarkan Allahuyarham menjadi seorang yang lembut dan bijaksana," kata Anies lewat akun Instagram pribadinya, Minggu (26/2/2023).
"Usianya pada tahun 2023 ini 96, menandakan beliau lahir pada tahun ketika jamiyah Nahdlatul Ulama (NU) didirikan, yaitu tahun 1926."
"Tanpa pernah beliau tahu di kemudian hari akan menjadi pemimpin tertinggi di organisasi yang memegang teguh ajaran Ahlusunnah Waljamaah an-Nahdliyah tersebut," lanjut Anies.
Saat takziah, Anies mengaku bertemu dengan keluarga dan menyampaikan bela sungkawa yang amat dalam.
"Ternyata, salah satu putranya mengabari bahwa almaghfurlah KH Ali Yafie memantau dekat kegiatan saya selama ini, sehingga beliau menghadiahkan ijazah doa yang Insya Allah saya akan mendawamkannya. Masya Allah," tukas Anies.
Sosok KH Ali Yafie
KH Ali Yafie lahir pada 1 September 1926 di Desa Wanidonggala, Sulawesi Tengah.
KH Ali Yafie merupakan putra dari KH Muhammad Yafie, ulama yang berpengaruh di daerahnya.
Ibunya bernama Imacayya, seorang putri raja dari sebuah kerajaan di Tanete, Bulukumpa, Sulawesi Selatan, dikutip dari TribunTimur.
KH Ali Yafie adalah anak ketiga dari lima bersaudara.
Beliau juga merupakan cucu dari Syaikh Abdul Hafidh Bugis, ulama yang cukup lama mengajar di Masjidil Haram, Mekah.
Pendidikan KH Ali Yafie
KH Ali Yafie mendapatkan pendidikan agama sejak kanak-kanak dari orang tuanya.
Pada usia ke-12 tahun, KH Ali Yafie sudah mampu membaca kitab kuning.
KH Ali Yafie menempuh pendidikan formal di Sekolah Rakyat.
Beliau kemudian dikirim oleh ayahnya ke sejumlah pesantren di Sulawesi Selatan.
KH Ali Yafie rajin mengaji kitab kuning di Pesantren Ainur Rofiq, Rappang-Sidrap, Sulawesi Selatan, di bawah asuhan as-Syeikh Ali Mathar.
KH Ali Yafie juga mengaji kitab kuning dibawah bimbingan Syeikh Mahmud Abdul Jawad di Bone, Makassar dan Syeikh Abdurrahman Firdaus di Jampoe, Pinrang.
Kemudian, KH Ali Yafie juga belajar pada Syeikh KH Muhammad As’ad, pendiri Pesantren As’adiyah di Sengkang.
Selain aktif mengaji kitab kuning dari sejumlah ulama terkemuka di Sulawesi Selatan, KH Ali Yafie juga aktif berorganisasi.
KH Ali Yafie bergabung di Darud Dakwah wal-Irsyad (DDI) bersama Abdurrahman Ambo Dalle.
Abdurrahman Ambo Dalle menjadi Ketua Pertama Darud Dakwah wal-Irsyad.
Sementara itu, KH Ali Yafie menjadi sekretaris pertama Pengurus Besar Darud Dakwah wal-Irsyad, PBDDI.
Kemudian, KH Ali Yafie aktif di Nahdlatul Ulama sejak di Parepare, kemudian aktif di Makassar.
Saat di Makassar, KH Ali Yafie tercatat sebagai Dekan Pertama Fakultas Ushuluddin di UIN Alauddin.
Keterlibatan KH Ali Yafie di NU Makassar dan Sulawesi Selatan, mengantarkannya berkiprah di Jakarta hingga masuk di jajaran PBNU.
KH Ali Yafie dikenal sebagai ulama fiqih paling disegani seperti KH Sahal Mahfudh.
Selain itu, KH Ali Yafie adalah ulama yang memperkenalkan wacana fiqih sosial.
Berkat keilmuannya, Prof KH Ibrahim Husen kala itu menjabat rektor IIQ (Institut Ilmu Al-Qur’an) menganugerahkan gelar professor kepada KH Ali Yafie pada 12 Oktober 1991 di Jakarta.
Kontribusi keilmuan dan pengabdian KH Ali Yafie ditandai dari keterlibatannya di MUI, NU, hingga ICMI.
Karir KH Ali Yafie
KH Ali Yafie pernah bekerja sebagai Hakim di Pengadilan Agama Ujungpandang, Makassar pada tahun 1959-1962, dikutip dari TribunnewsWiki.
Pada tahun 1962, KH Ali Yafie menjabat sebagai Inspektorat Pengadilan Agama Indonesia Timur hingga tahun 1965.
Kemudian, KH Ali Yafie bertugas sebagai Dekan di Fakultas Ushuluddin IAIN Ujungpandang pada tahun 1965-1971.
KH Ali Yafie terpilih menjadi salah seorang Rais Syuriyah PBNU pada Muktamar NU di Surabaya tahun 1971.
Beliau kembali mengemban amanah sebagai Rais Syuriyah PBNU saat Muktamar NU di Semarang (1979) dan Situbondo (1984).
Pada Muktamar NU di Krapyak tahun 1989, KH Ali Yafie menjabat sebagai wakil Rais 'Aam PBNU.
Setelah menyelesaikan tugasnya, KH Ali Yafie menjadi Penjabat (Pj) Rais 'Aam PBNU pada tahun 1991-1993.
KH Ali Yafie lalu menjabat Ketua Umum MUI pada tahun 1998-2000, menggantikan KH Hasan Basri.
Pada tahun 2002 hingga 2005, KH Ali Yafie menjadi Rektor Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta.
Selain itu, KH Ali Yafie menjadi Pengasuh Pondok Pesantren Darul Dakwah Al Irsyad, Pare-Pare, Sulawesi Selatan, yang didirikan oleh beliau sejak tahun 1947.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.