Pencucian Uang Rp 349 Triliun di Kemenkeu Libatkan Hampir 500 Pegawai? Ini Penjelasan Mahfud MD

Menkopolhukam, Mahfud MD membeberkan agrerat data dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 Triliun

Editor: Ahmad Haris
Kolase TribunBanten.com/Tribunnews/KompasTV
Menkopolhukam, Mahfud MD membeberkan agrerat data dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp 349 Triliun. TPPU melibatkan 491 pegawai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI. 

Adapun rapat Komisi III DPR bersama Mahfud MD akan membahas mengenai dugaan transaksi mencurigakan senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.

7 Modus Pencucian Uang

Mahfud MD selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) membeberkan tujuh modus TPPU.

Modus pertama, berupa kepemilikan saham pada perusahaan atas nama keluarganya.

"Seperti yang baru diumumkan itu, RAT. Dia laporannya sendiri sedikit, rekeningnya sendiri sedikit. Tapi istrinya, anaknya, pesahaannya. Itu patut dicurigai. Karena pekerjaannya. Apakah itu betul pencucian uang? Nanti dibuktikan. Tapi itu sudah memenuhi syarat," kata Mahfud MD saat berbincang di Ruang Rapat Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Ia menjelaskan, modus kedua kepemilikan aset berupa barang bergerak maupun barang tidak bergerak atasnama pihak lain.

Aset yang mereka miliki itu disimpan di tempat lain.

"Sekretaris Mahkamah Agung itu punya mobil mewah berapa, mobilnya disimpan di tempat lain. Platnya diganti. Kan muncul itu di PPATK. Itu pencucian uang. Harus diperiksa," ujarnya.

Ketiga, lanjut dia, adalah membentuk perusahaan untuk mengelola hasil kejahatan sebagai upaya agar keuntungan dari operasional perusahaan itu seolah-olah adalah sah.

Ia mencontohkan seseorang yang membangun hotel.

"Hotelnya tidak ada yang beli, tapi asetnya besar sekali. Hotelnya nggak ada orang masuk, hanya hotel melati, tapi uangnya ratusan miliar. Itu bisa dicurigai sebagai pencucian uang," kata dia.

Keempat,penerimaan hibah barang tidak bergerak hasil kejahatan tanpa dilengkapi dengan akta hibah.

"Ini misalnya, menyogok. Saya disuap Rp 5 miliar. Lalu bagaimana caranya ini, dikirim ke ayah saya. Lalu ayah saya disuruh bikin hibah. Oh ini dari ayahnya. Itu bisa," ujarnya.

"Ada juga yang rekening saudara. Saya buka rekening Rp10 miliar atas nama saya. Lalu ATM-nya diserahkan ke Pak Sahroni, Pak ambil uangnya sesuka-suka kamu. Namanya saya, tapi Anda yang ambil setiap kau butuh sampai habis. Itu pencucian uang. Yang dikerjakan dari data ini adalah kerja-kerja seperti itu," sambung dia.

Selanjutnya, modus kelima, menggunakan rekening atas nama orang lain untuk menyimpan hasil kejahatan.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved