Kabinet Merah Putih

Kinerja Bahlil Lahadalia Dapat Rapor Merah di 100 Hari Pertama Pemerintahan Presiden Prabowo

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia masuk dalam daftar tiga besar menteri di bidang energi dan lingkungan yang mendapatkan rapor merah berdasarkan survei

Editor: Ahmad Haris
Tribunnews.com/Taufik Ismail
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (13/12/2024).  

TRIBUNBANTEN.COM - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, masuk dalam daftar tiga besar menteri di bidang energi dan lingkungan yang mendapatkan rapor merah, berdasarkan survei yang dilakukan Center of Economic and Law Studies (CELIOS).

Survei yang dilakukan CELIOS itu mengacu pada evaluasi kinerja 100 hari pertama Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Bahlil Lahadalia menempati posisi kedua dengan skor minus 25, setelah Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni dengan skor minus 45.

Baca juga: PDIP Senggol Nama Bahlil hingga Luhut soal Isu Jokowi Minta 3 Periode

Di posisi ketiga ada Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq dengan skor minus 6.

Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudistira menyoroti beberapa kebijakan energi yang dianggap problematik.

Bhima mengungkapkan bahwa meskipun pada pertemuan G20 di Brasil, di mana di situ Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya untuk mendorong 71 GW energi terbarukan dan memensiunkan PLTU batu bara, kebijakan yang diterjemahkan di Indonesia justru tidak sejalan dengan janji tersebut.

"Begitu diterjemahkan jadi kebijakan energi yang muncul di Indonesia, ini adalah yang problematis," katanya dalam konferensi pers daring bertajuk Rapor 100 Hari Pemerintahan Prabowo-Gibran, Selasa (21/1/2025).

 

 

Menurut Bhima, hingga saat ini belum ada kejelasan mengenai PLTU batu bara mana yang akan dipensiunkan pada 2025.

"Padahal semua menunggu apakah pensiun PLTU batu bara ini rencana yang serius atau sekadar mencerminkan bahwa Indonesia pro transisi enrgi. Jadi sampai sekarang bleum ada kejelasan ke sana," ujarnya.

Selain itu, Bhima juga menyoroti adanya rencana pembangunan PLTU baru yang bertentangan dengan upaya mengurangi emisi karbon.

Lalu, pengembangan energi nuklir yang diusulkan oleh pemerintah juga dinilai tidak bijaksana.

"Nuklir itu sudah biayanya mahal, bahkan Jepang sudah meninggalkan banyak sekali pembangkit nuklir pasca Fukushima."

"Indonesia sedang bersemangat untuk mengembangkan energi nuklir. Sudah mahal, risiko lingkungan, keselamatan masyarakat, itu juga sangat tinggi," ujar Bhima.

Sumber: Tribunnews
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved