Hari Kartini 21 April 2025, Ini Sejarahnya dan Biografi Singkat RA Kartini

Simak sejarah peringatan Hari Kartini 21 April lengkap dengan biografi singkat R.A. Kartini.

Editor: Vega Dhini
TRIBUN JABAR/ZELPHI
HARI KARTINI- Pekerja melakukan pelapisan ulang cat pada tugu tempat patung RA Kartini di pasangkan di Taman Kartini, Jalan Baros, Kecamatan CimahiTengah, Kota Cimahi, Senin (22/06/2020). Menjelang peringatan Hari Kartini pada Senin, 21 April 2025 mendatang, simak sejarah singkatnya dalam artikel ini. (TRIBUN JABAR/ZELPHI) 

Larangan tersebut muncul dari ayahnya sendiri.

Ayahnya bersikeras Kartini harus tinggal di rumah karena usianya sudah mencapai 12 tahun, berarti ia sudah bisa dipingit.

Saat Kartini tinggal di rumah, ia menuliskan surat-surat kepada teman korespondensinya yang kebanyakan berasal dari Belanda.

Kemudian ia mengenal Rosa Abendanon yang sering mendukung apapun yang direncanakan Kartini.

Abendanon mengajarkan Kartini untuk sering membaca buku-buku dan koran Eropa.

Seringnya Kartini mebaca buku dan Koran Eropa, membuatnya menyulut api baru di dalam hati tentang bagaimana wanita-wanita Eropa mampu berpikir sangat maju.

Api tersebut menjadi semakin besar karena ia melihat perempuan-perempuan Indonesia ada pada strata sosial yang amat rendah.

Setelah itu, Kartini juga mulai banyak membaca De Locomotief, surat kabar dari Semarang yang ada di bawah asuhan Pieter Brooshoof.

Selain itu, Kartini juga mendapatkan leestrommel.

Leestrommel merupakan sebuah paketan majalah yang dikirimkan oleh toko buku kepada langganan mereka yang di dalamnya terdapat majalah-majalah tentang kebudayaan dan ilmu pengetahuan.

Saat itu, ia juga mengirimkan beberapa tulisan kepada salah satu majalah wanita Belanda yang ia baca yaitu De Hollandsche Lelie.

Melalui surat-surat yang ia kirimkan, terlihat jelas bahwa Kartini selalu membaca segala hal dengan penuh perhatian sambil terkadang membuat catatan kecil.

Dalam suratnya, Kartini juga tak jarang menyebut judul sebuah karangan atau hanya mengutip kalimat-kalimat yang pernah ia baca.

Kemudian sebelum Kartini menginjak umur 20 tahun, ia sudah membaca buku-buku seperti De Stille Kraacht milik Louis Coperus, Max Havelaar.

Selain itu Surat-Surat Cinta yang ditulis Multatuli, hasil buah pemikiran Van Eeden, roman-feminis yang dikarang oleh Nyonya Goekoop de-Jong Van Beek, dan Die Waffen Nieder yang merupakan roman anti-perang tulisan Berta Von Suttner dan semua buku-buku yang ia baca berbahasa Belanda.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved