Royalti Lagu
Kafe/Resto Putar Musik Harus Bayar Royalti, PHRI Tangsel: Kita Putar Suara Hewan Saja Lah!
Kalangan pelaku usaha kafe atau restoran kini tengah dibuat kelimpungan terkait aturan membayar royalti atas pemutaran lagu.
Penulis: Ade Feri | Editor: Ahmad Haris
Laporan wartawan TribunBanten.com Ade Feri AnggriawanÂ
TRIBUNBANTEN.COM, TANGERANG SELATAN - Kalangan pelaku usaha kafe atau restoran kini tengah dibuat kelimpungan terkait aturan membayar royalti atas pemutaran lagu, yang saat ini tengah gencar digodok oleh pemerintah.
Pasalnya aturan tersebut mewajibkan kepada para pelaku usaha membayar sejumlah uang kepada Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) atas lagu-lagu yang diputar di tempat usaha mereka.
Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Kota Tangerang Selatan (Tangsel), Gusri Efendi, turut memberikan respons atas aturan yang kembali mencuat belakangan ini.
Baca juga: Aturan Royalti Musik Dinilai Ngawur, Pengusaha Kuliner di Pandeglang Sumpahi LMKN Kualat
Ia mengatakan, aturan tersebut sejatinya sah-sah saja diterbitkan sebagai bentuk penghargaan terhadap hak cipta yang dimiliki oleh para pelaku seni.
Namun demikian, menurutnya, pemerintah harus bisa menjelaskan terkait batasan-batasan ataupun jenis lagu yang dilarang untuk diputar di ruang publik.
Sebab kata dia, seni musik merupakan hasil karya seni yang harusnya boleh dinikmati oleh siapa saja.
Oleh karena itu, lanjut Gusri, sejak aturan ini mencuat, pihaknya mensiasati dengan memutar lagu-lagu barat ataupun musik hewan untuk menghindari masalah hukum terkait royalti dan menaati peraturan.
"Itu sah sah aja sih cuma kita sebagai pelaku usaha sih stel lagu barat, dan suara-suara musik hewan aja lah," ujarnya kepada TribunBanten.com, saat dihubungi melalui sambungan telepon, Rabu (6/8/2025).
"Kalau pemerintah ngeluarkan aturan itu batasan apa gitu ya kan, itu kan hasil karya seni siapa saja bisa menikmati sebenarnya," sambungnya.
"Karena seni musik itu kan untuk dipertontonkan di publik ya kan, saya rasa kita tidak mungkin melawan undang-undang," jelasnya.
Lebih lanjut Gusri menyampaikan, agar pemerintah mengkaji ulang aturan tersebut agar lebih rasional.
"Itu kan satu table 60 ribu, berapa miliar dapet mereka. Kita minta kaji ulang, yang rasional-rasional aja," ucapnya.
Dirinya juga menyebut, jika ingin menghargai hak cipta para pelaku seni, seharusnya pemerintah yang membayar royalti tersebut, bukan justru para pelaku usaha.
Baca juga: Ahmad Dhani Gratiskan Karya Ciptanya Diputar di Kafe dan Restoran, Tak Perlu Bayar Royalti Lagu
"Kalau menurut saya sih biar gak sibuk, tiap lagu yang familiar di kuping publik itu dibayar pemerintah."
"Jadi pemerintah membiayai lagu untuk dinikmati rakyatnya," ucapnya.
"Karena kalau gini ujung-ujungnya yang kena mah rakyat," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.