Litman melanjutkan, lahan yang digunakan untuk membangun perumahan adalah bekas galian tanah sebelumnya.
"Kenapa kami menjual tanah itu, lantaran untuk meratakan bekas galian dan mengatur struktur keseimbangan letak tanah yang kami akan bangun perumahan," katanya.
"Dan memang awalnya juga sudah pada rusak, makanya kita juga mau tutup lubang bekas galian tanah bekas," sambungnya.
Bahkan, kata Litman, pihaknya telah membeli tanah itu dari masyarakat seluas 3 hektar.
"Sama kami dibeli tanah itu. Tapi kalau sebelumnya warga hanya menjual tanah lewat perantara, tidak dengan tanahnya," katanya.
Terkait penyegelan yang dilakukan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Banten, Litman menyebut tidak pada lahan miliknya.
Bahkan, pada saat ESDM melakukan penyegelan, pihaknya tidak menerima panggilan dan menerima surat undangan atau teguran.
"Itu kan bukan di lokasi kami, kalau punya kami lokasinya 1 kilometer dari situ."
"Dan persoalan izin juga kami ke DPMPTS, karena tujuannya membangun perumahan," ujarnya.
Terkait masalah demo masyarakat, Litman menyebut, bahwa masyarakat hanya dijadikan korban oleh kelompok yang memiliki kepentingan terhadap perusahaannya.
Sebab, pihaknya sudah memberikan kompensasi kepada masyarakat dan juga tim 5.
"Itu bukan masyarakat yang terdampak langsung, karena yang terdampak tidak pernah bersuara sedikit pun. Dan ini ada yang mendorong," katanya.
"Kalau pengen tahu, sebelum bekerja kami bagikan sembako, bangun jalan kurang lebih 600 meter yang menyambungkan jalan desa."
"Tim 5 bukan kami yang bentuk, tapi mereka yang mengusulkan dan negosiasi dengan kami. Waktu itu saya bayar di awal semua kompensasi," sambungnya.
Litman menyebutkan, besaran yang diberikan kepada warga kompensasi sebesar Rp 14.000 per mobil yang keluar.