Laporan wartawan TribunBanten.com, Misbahudin
TRIBUNBANTEN.COM, PANDEGLANG - Ratusan warga Kecamatan Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, menggelar aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Pandeglang, Kamis (8/5/2025).
Dalam aksinya, mereka menuntut agar konflik agraria antara warga dengan Perhutani segera diselesaikan.
Selain itu mereka juga menuntut 3 warga yang ditangkap polisi hutan (Polhut) segera dibebaskan.
Baca juga: Kantor Perhutani Serang Digeruduk Warga, Diduga Buntut Babat Hutan Lindung Gunung Pinang
Koordinator aksi, Repi Rizali menyampaikan bahwa konflik agraria antara warga dengan Perhutani harus segera diselesaikan.
Terlebih peran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pandeglang dalam hal ini sangat dibutuhkan.
"Makanya kami minta DPRD harus membantu masyarakat, jangan diam menutup mata soalnya konflik yang dirasakan masyarakat sekarang ini," katanya.
Dia juga meminta agar 3 warga yang ditangkap oleh Pulhut segera dibebaskan.
Sebab, 3 warga yang ditangkap hanya mengambil kayu bukan untuk dijual, melainkan untuk gubuk.
"Mereka bukan maling, mereka hanya memanfaatkan kayu yang lahannya sudah sejak dulu ditempati para warga," ujarnya.
Dia mengungkapkan bahwa masyarakat menempati lahan yang diklaim perhutani tersebut sudah lama.
Bahkan hampir sebagain masyarakat memiliki bukti girik dan pembayaran pajak yang sah.
"Artinya masyarakat sudah lama mengelola lahan itu, makanya kami tetap kekeh mempertahankan."
"Dan ini seolah-olah Perhutani mengkalim secara sepihak," ujarnya.
Dia menjelaskan tahun 1980, Perhutani masuk dan mulai menanam pohon mahoni di atas lahan yang telah digarap masyarakat.
"Nah proses penanaman ini dilakukan oleh warga, cuma bibit disediakan oleh Perhutani dengan cara mereka memaksa warga untuk menanam pohon itu," jelasnya.
Kemudian, pada tahun 1992, dilakukan kembali penanaman pohon jati oleh Perhutani.
"Sejak saat itu, mereka mengklaim secara sepihak bahwa lahan tersebut adalah kawasan hutan di bawah penguasaan mereka," katanya.
Pada tahun 1999, masyarakat mulai mengalami intimidasi dari sekelompok orang bersenjata yang diduga Brimob dan preman bayaran utusan Perhutani mendatangi rumah-rumah petani pada tengah malam.
"Mereka yang vokal menentang penguasaan lahan oleh Perhutani ditangkap, insiden besar terjadi kembali pada tahun 2001, ketika 49 petani ditangkap oleh aparat," katanya.
"Mereka juga diborgol, dilempar ke mobil, dan dibawa ke Polres Pandeglang."
"Dari jumlah 40 orang dipulangkan, setelah pemeriksaan sedangkan 9 orang ditahan," sambungnya.
Selanjutnya, tahun 2004 masyarakat masih terus membayar pajak tanah."
Baca juga: Perhutani Banten Tutup Jalur Pendakian Tiga Gunung di Pandeglang, Ini Alasannya
"Namun sejak tahun 2005, pemerintah desa menolak menerima pembayaran pajak tanpa alasan yang jelas.
"Maka dari itu kami meminta kepada pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pusat untuk hadir memberikan solusi kepada kami," tegasnya.
"Jangan sampai masyarakat melawan di luar dari pada aksi yang kita lakukan sekarang ini dan lebih keras lagi," sambungnya.