"Sebelum merdeka juga sudah ada penghuni di sini, orang tua saya sudah ada."
"Zaman nipon itu sesepuh saya ada di sini, uyut Armin. Sudah ada penghuni dari dulu," ujarnya.
"Apalagi tahun 1997 sudah banyak di sini pohon kelapa berusia lebih dari 30 tahun. Kelapa, sawah sudah ada," sambungnya.
Ia mengaku, bahwa warga belum mendapatkan kepastian dan kejelasan soal lahan yang diklaim TNI AD tersebut.
"Ya belum ada kejelasan itu, SHP itu apa artinya, termasuk ganti rugi," ujarnya.
"Warga di sini awam dan bodoh. Kalau misalnya tidak dijelaskan sama warga, berarti belum ada kepastian untuk warga," sambungnya.
"Tidak enak diliat, dan tidak enak dirasakan. Karena dirusak ditebang," sambungnya.
Sementara itu, Kepala Desa Rancapinang, Epan Kusmana mengungkapkan, adanya program TNI AD bisa berjalan dengan baik.
Meskipun begitu, harapan warga bisa terakomodir dan tidak ada yang terzolimi.
"Mudah-mudahan apa yang menjadi program rencana TNI bisa berjalan dengan baik."
"Tapi di sisi lain, harapan warga bisa terakomodir dan tidak ada yang terzolimi," ujarnya.
Menurutnya, jika permasalahan ini tidak menemukan titik temu, maka akan jadi beban bagi pemerintah desa.
"Kalau tidak menemukan titik temu, saya rasa sebagai Kades sangat berat untuk kami di pemerintah desa," ucapnya.
"Karena setiap hari akan mendapatkan curhatan, yang mana kami saksikan secara langsung kebun sawah yang digarap, maka penghasil warga akan hilang," sambungnya.
Menurutnya, bahwa sekarang yang dihadapi warga sangat membutuhkan solusi.