TRIBUNBANTEN.COM - Masyarakat Indonesia diimbau untuk waspada terkait wabah virus Nipah (NiV).
Virus Nipah adalah virus berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit pernapasan dan neurologis yang parah, bahkan berisiko fatal pada manusia.
Virus ini termasuk dalam keluarga Paramyxoviridae dan genus Henipavirus, dengan kelelawar buah (Pteropus) sebagai inang alaminya.
Wabah dengan tingkat mematikan yang tinggi ini kembali menjadi sorotan setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan empat kasus di Kerala, India, dalam periode 17 Mei – 12 Juli 2025.
Baca juga: Virus HMPV Masuk Indonesia, Dinas Kesehatan Ingatkan Warga Cilegon Tetap Waspada
Di mana dari empat kasus tersebut, dua di antaranya meninggal dunia.
Angka kematian yang mencapai 50 persen ini menegaskan betapa berbahayanya penyakit zoonosis tersebut.
Kasus ditemukan di distrik Malappuram dan Palakkad, dengan penyelidikan awal menunjukkan tidak ada hubungan antar-pasien.
Hal ini memperkuat dugaan bahwa penularan berasal dari reservoir alami, yaitu kelelawar buah (Pteropus spp.), melalui mekanisme spillover.
Sejak 2018, Kerala sudah sembilan kali mengalami wabah Nipah.
Penularan dapat terjadi dari hewan ke manusia, melalui makanan terkontaminasi, maupun antar-manusia lewat kontak erat di fasilitas kesehatan.
Kepala Pusat Studi Global Health Security dan ONE Health Griffith University – YARSI University, Dr Dicky Budiman PhD, menegaskan bahwa secara ilmiah virus ini memang punya karakteristik berbahaya.
“Secara ilmiah, virus Nipah (NiV) memiliki beberapa karakteristik yang berpotensi menimbulkan wabah besar, tetapi kemungkinannya menjadi pandemi global seperti COVID-19 saat ini rendah, meski bukan nol,” kata Dr Dicky pada keterangannya, Senin (18/8/2025).
Baca juga: Viral Drumband di Jambi Gagal Tampil saat HUT ke-80 RI, Gegara Panitia Putar Musik untuk Istri Camat
Ancaman dan Keterbatasan Nipah
Nipah virus memiliki tingkat kematian sangat tinggi, antara 40 hingga 100 persen.
Virus ini juga dapat menginfeksi berbagai inang, termasuk kelelawar, babi, dan manusia.
Fakta ini membuat peluang spillover berulang cukup besar.
Selain itu, Nipah bisa menular antar-manusia, meski mekanismenya terbatas pada kontak erat atau paparan cairan tubuh pasien.
Hal ini berbeda dengan SARS-CoV-2 yang mudah menyebar melalui udara.
“Gejala relatif cepat muncul, ini memudahkan identifikasi dan isolasi pasien. Ini berbeda dengan penyakit yang punya masa inkubasi panjang tanpa gejala tapi tetap menular,” jelas Dr Dicky.
Mengapa Tidak Mudah Jadi Pandemi Global?
Beberapa faktor menjadi penghambat. Pertama, penularan antar-manusia terbatas.
Kedua, angka reproduksi dasar (R₀) Nipah biasanya di bawah 1, sehingga rantai penularan bisa cepat terputus jika kasus terdeteksi dini.
Selain itu, hingga kini penyebarannya masih terbatas pada Asia Selatan dan Asia Tenggara, khususnya India dan Bangladesh. Kasus impor ke negara lain pun sangat jarang.
Meski begitu, WHO tetap menekankan pentingnya kewaspadaan karena mutasi virus berpotensi mengubah pola penularan di masa depan.
Sumber : Tribunnews.com