Festival Aren Musang 2025 di Cibaliung: Tarian Nira yang Satukan Tubuh, Alam, dan Ingatan

Festival Aren Musang 2025 di Cibaliung, Pandeglang, menghadirkan perpaduan seni, alam, dan kearifan lokal bertajuk “Menari Nira”.

Editor: Abdul Rosid
Istimewa
Festival Aren Musang 2025 di Cibaliung, Pandeglang, menghadirkan perpaduan seni, alam, dan kearifan lokal bertajuk “Menari Nira”. 

TRIBUNBANTEN.COM - Desa Cibaliung, Kabupaten Pandeglang, kembali menghadirkan perayaan kebudayaan yang sarat makna ekologis melalui Festival Aren Musang 2025

Acara ini digelar pada 22-23 November 2025 di Kampung Gula, Babakan Sabrang, Desa Cibaliung, dengan tajuk “Menari Nira: tungtung pucuk, tungtung akar, talaga ngembeng.”

Festival yang diselenggarakan oleh Desa Budaya Cibaliung bersama Ekosistem Boeatan Tjibalioeng ini mendapat dukungan penuh dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia melalui Direktorat Bina Sumber Daya Manusia, Lembaga, dan Pranata Kebudayaan, dalam program Pemajuan Kebudayaan Desa.

Baca juga: 185 Sineas dan Aktor Masuk Nominasi Festival Film Banten 2025, Ada 9 Penghargaan Kategori Khusus

Dalam konteks masyarakat Cibaliung, pohon aren dan musang bukan sekadar bagian dari alam, tetapi simbol kehidupan yang saling menopang. Musang dikenal sebagai penjaga keseimbangan ekosistem menanam kembali buah aren terbaik yang dimakannya, memastikan regenerasi alam terus berjalan. 

Dari harmoni itu, manusia belajar bahwa kelestarian lahir dari hubungan yang setara antara makhluk hidup dan alam.

Namun, keseimbangan tersebut kini menghadapi tantangan. Perburuan musang di beberapa wilayah telah mengganggu proses regenerasi pohon aren. Sementara itu, kebiasaan menanam pohon kawao tanaman penting dalam pengolahan nira kian jarang dilakukan. 

Tradisi lisan seperti kidung ngayun aren yang dulu bergema di hutan-hutan aren kini mulai memudar, bersamaan dengan menurunnya pengetahuan generasi muda tentang teknik dan filosofi pembuatan gula aren.

Festival Aren Musang hadir bukan sekadar untuk berpesta, tetapi juga merespons krisis ekologi dan hilangnya pengetahuan tradisional. 

Melalui pendekatan artistik dan partisipatif, festival ini mengajak masyarakat, seniman, dan peneliti berkolaborasi membangun pengetahuan baru yang berpijak pada kearifan lokal.

Tajuk “Menari Nira” sendiri terinspirasi dari gerak tubuh para penyadap nira. Setiap langkah, ayunan tangan, hingga proses menakar panas dianggap sebagai bentuk tarian yang menyatukan tubuh manusia dengan ritme bumi. 

Dalam filosofi masyarakat Cibaliung, bagian pucuk pohon adalah rumah bagi musang, akar menjaga sumber air, dan batang menjadi penopang kehidupan.

Rangkaian acara festival mencakup Jelajah Budaya Jejak Aren Musang, Konser Suara Desa, Ruwat Rawat Musang, Pertunjukan Wayang Daun Aren, Menari Nira, hingga Residen Seniman dan Pameran Hasil Residen. 

Ada pula Lomba Kreasi Kuliner Aren, Screening Film “Kawung Cibaliung”, serta peluncuran lagu “Bujang Sadap” sebagai interpretasi kontemporer dari warisan lokal.

Festival ini juga diharapkan menjadi ruang promosi bagi produk unggulan Aren Musang Cibaliung, sekaligus upaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga ekologi musang dan hutan aren di Pandeglang.

Dengan semangat “tungtung pucuk, tungtung akar, talaga ngembeng”, Festival Aren Musang 2025 mengingatkan kembali bahwa menjaga bumi berarti menjaga kehidupan, sebuah tarian abadi antara tubuh, alam, dan ingatan.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved