Polemik Utang Bambang Trihatmodjo, Dicekal Hingga Gugat Negara, Disarankan Tempuh Penagihan Piutang
Belakangan ini, nama Bambang Trihatmodjo, putra Presiden kedua Republik Indonesia Soeharto ramai diperbincangkan.
Seharusnya Menteri Keuangan, kata dia, tidak mencekal Bambang, akan tetapi menggugat Bambang ke Peradilan Perdata karena persoalan piutang Negara masuk dalam ranah keperdataan.
Menurut dia Pasal 50 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum menyebutkan Pengadilan Negeri bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara pidana dan perdata di tingkat pertama.
“Jika Menteri Keuangan/PUPN tidak mampu Menteri Keuangan/PUPN dapat menunjuk Jaksa Pengacara Negara (JPN) pada Kejaksaan Agung untuk bertindak sebagai kuasa hukum karena berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor PER-025/A/JA/11/2015 disebutkan, Jaksa Pengacara Negara dapat bertindak mewakili Negara/Pemerintah dalam perkara perdata sebagai Penggugat di Peradilan Perdata”, ucap Advokat yang dikenal memiliki spesialisasi di bidang Hukum Tender/Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Kepabeanan dan Perbankan.
• Kuartal Ketiga, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diprediksi Positif, Subsidi UMKM Perlu Direalisasikan
• Peran UMKM untuk Bantu Pertumbuhan Ekonomi Banten yang Minus Akibat Pandemi Covid-19
Dia mencontohkan, dalam sengketa kebakaran hutan yang merugikan Negara antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KMLHK) melawan perusahaan perkebunan Kelapa Sawit di Jambi, dimana KMLHK menunjuk JPN sebagai kuasa hukumnya menggugat Perusahaan tersebut.
Ia menjelaskan, hal ini seharusnya patut ditiru oleh Menteri Keuangan /PUPN dalam menyelesaikan persoalan piutang Negara dengan mengedepankan penyelesaian secara hukum melalui peradilan perdata agar Orang atau Badan Hukum yang dianggap wanprestasi dapat diberikan kesempatan untuk melakukan pembelaan di dalam persidangan.
Selain itu, dia mencontohkan sengketa perdata antara Perusahaan Kontraktor/Penyedia Jasa Konstruksi melawan Pemerintah Provinsi Aceh, dimana Pemerintah Provinsi Aceh digugat oleh perusahaan kontraktor karena telah wanprestasi terhadap perusahaan tersebut.
Jika melihat contoh di atas, Andreas menegaskan ketika Negara/Pemerintah Pusat atau Daerah wanprestasi maka orang atau Badan Hukum yang dirugikan mau tidak mau harus menempuh upaya hukum mengajukan gugatan ke Peradilan Perdata.
Namun, mengapa sebaliknya ketika orang atau badan hukum yang wanprestasi Negara/Pemerintah Pusat atau daerah, selaku pihak yang dirugikan tidak mau menggugat ke Peradilan Perdata akan tetapi malah lebih memilih menggunakan upaya paksa yang cenderung menimbulkan penyalahgunaan kewenangan ?
“Demi tegaknya hukum dan keadilan serta untuk perbaikan hukum ke depannya alangkah baiknya jika Pak Bambang Trihatmodjo menguji materi sepanjang mengenai tata cara penyelesaian dan penagihan piutang Negara tersebut ke MK dan MA," tambahnya.
• BLT UMKM Rp 2,4 Juta Diperpanjang hingga 2021, Ini Cara dan Syarat untuk Mendapatkannya
• Ingin Tahu Anda Penerima Subsidi Gaji, Buka kemnaker.go.id, Berikut Petunjuk Pemberitahuan
Untuk diketahui, pengusaha nasional yang juga putra mantan Presiden Soeharto, Bambang Trihatmodjo, menggugat Menteri Keuangan Sri Mulyani lantaran terkait pencekalannya ke luar negeri.
Tak terima, gugatan dilayangkan Bambang ke PTUN terkait Keputusan Menkeu Nomor 108/KM.6/2020 tanggal 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian ke Luar Wilayah RI terhadap Sdr. Bambang Trihatmodjo dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara.
Sebagai Menteri Keuangan, Sri Mulyani bertindak sebagai Ketua Tim Panitia Piutang Negara. Utang Bambang kepada negara sebenarnya merupakan piutang yang dialihkan dari Kementerian Sekretariat Negara ( Setneg) ke Kementerian Keuangan. Utang Bambang Trihatmodjo tersebut bermula dari penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997.
Bambang Trihatmodjo saat itu merupakan ketua konsorsium swasta yang ditunjuk pemerintah menjadi penyelenggara gelaran olahraga antar-negara ASEAN di Jakarta.
Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara, Setya Utama, menjelaskan, saat itu rupanya konsorsium swasta kekurangan dana sehingga harus ditalangi oleh pemerintah.
Satya sendiri tak menjelaskan berapa besaran utang anggota keluarga Cendana itu yang harus dibayarkan ke kas negara.
"Konsorsium mempunyai tugas antara lain menyediakan dana untuk penyelenggaraan SEA Games XIX Tahun 1997. Dalam penyelenggaraannya, konsorsium mengalami kekurangan dana dan negara memberikan pinjaman yang pada akhirnya menjadi utang konsorsium kepada negara (piutang negara)," jelas Setya dalam keterangannya seperti dikutip laman resmi Setneg, Sabtu (19/9/2020).
• Ratusan Petani Deli Serdang Jalan Kaki 41 Hari Demi Cari Keadilan ke Jokowi
• Ekonomi Banten pada Triwulan II-2020 Minus 7,40 Persen, Ini Penyebabnya