TNI Perlu Dilibatkan Dalam Penanggulangan Terorisme

Dalam mengatasi aksi terorisme, Tentara Nasional Indonesia (TNI) harus dilibatkan.

Editor: Glery Lazuardi
Istimewa
Seminar Nasional dengan Tema "Rancangan Peraturan Presiden Tentang Tugas Tentara Nasional Indonesia Dalam Mengatasi Aksi Terorisme Merupakan Implementasi Tugas Operasi Militer Selain Perang”. 

"Berdasarkan Pasal 7 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan kekuatan hukum sesama UU sama kuatnya, artinya UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI kekuatan hukumnya sama kuat dengan UU No. 5 Tahun 2018 tentang Tindak Pidana Teroris," ujarnya.

Dalam penjelasan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI menurut ayat (2) bahwa mengatasi aksi terorisme adalah tugas pokok TNI yang dilaksanakan dengan cara melakukan operasi militer selain perang (OMSP). Disini sangat jelas bahwa prinsip TNI untuk mengatasi terorisme adalah dengan melakukan miltary operation bukan law enfocement.

Pembicara ketiga, Brigjen TNI Edi Imran SH., MH, Msi. (Inspektur Babinkum TNI). Dasar hukum tugas TNI atasi aksi Terorisme adalah dalam alinea 4 pembukaan UUD 1945, pasal 30 UUD 1945, pasal 7 ayat (2) UU No.3 Tahun 2002, Pasal 6 UU No. 34 Tahun 2004, Pasal 7 ayat (1) dan (2) huruf b angka 3 UU TNI, Pasal 11 UU TNI dan Pasal 43i UU No. 5 Tahun 2018.

Pembentukan Peraturan Presiden tentang mengatasi aksi terorisme merupakan perintah/delegasi UU yaitu pasal 43i ayat (3) UU Terorisme, batas waktu pembentukan Perpres 1 (satu) tahun sejak UU Terorisme diundangkan (22 Juni 2018 s.d 22 Juni 2019) sesuai Pasal 46B, Pembentukan Rperpres harus dikonsultasikan dengan DPR RI sebelum dibentuk.

"Substansi R Perpres tugas TNI mengatasi terorisme terdiri dari (a) 7 Bab dan 15 Pasal yang akan ditindaklanjuti dengan Peraturan Panglima TNI; (b) Fungsi TNI dalam dalam mengatasi aksi terorisme meliputi fungsi penangkalan/pencegahan, penindakan dan pemulihan; (c) Pelibatan TNI secara Limitatif terhadap 8 (sasaran yang strategis dan khusus); (d) Pelibatan TNI terbatas dan Panglima TNI harus atas perintah presiden; (e) BNPT sebagai leading sector penanggulangan terorisme; (f) Polri sebagai Lembaga/institusi yang melaksanakan proses hukum; (g) Tidak ada tumpang tindih, pengambilalihan tupoksi, atau merusak tatanan criminal justice system; (h) Pelibatan TNI justeru akan memperkuat BNPT dan Polri," kata dia

Pemberantasan terorisme harus dipadukan antara penegakan hukum dan penindakan terorisme. TNI dalam mengatasi terorisme lebih kepada penindakan bukan pada penegakan hukum yang merupakan domain Kepolisian sebagai penegak hukum.

Baca juga: Jokowi Amini Gaji PNS TNI dan Polri Bakal Dipotong 2,5 Persen Mulai Januari 2021

Pembicara keempat, Dr. Wicipto Setiadi, SH, MH (Pakar Hukum Perundang-Undangan FH UPN Veteran Jakarta) Pelibatan TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan upaya dalam pemberantasan terorisme, teror bukan urusan hukum semata dan tidak dapat hanya diselesaikan oleh Polri.

"Pelibatan TNI diperintahkan UU, yaitu UU Nomor 5 Tahun 2018. TNI memiliki wewenang untuk melaksanakan operasi militer selain perang (OMSP) berdasarkan pasal 43 I UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI yaitu: (1) Tugas TNI dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari opersi militer selain perang; (2) Dalam mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi TNI; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan mengatasi aksi Terorisme sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. Peran strategis TNI tetap dibutuhkan untuk membantu dan mendukung aparat Polri dalam memberantas aksi terorisme di Tanah Air," ujarnya.

Menurut dia, peran serta TNI dalam mengatasi terorisme merupakan bagian tidak terpisahkan dari tugas pokok TNI dalam mempertahankan kedaulatan Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan, baik dari dalam maupun dari luar.

Pembicara kelima, Khoirur Rizal Lutfi, SH, MH (Dosen Hukum Internasional FH UPN Veteran Jakarta/ Wakil Dekan II FH) menegaskan terdapat beberapa perjanjian internasional terkait isu terorisme.

Keterlibatan TNI dalam praktik berbagai negara dapat militerisasi penuh yang logika pertahanan paradigma perang (kill or to be killed) dan military aid to the civil authority yang logikanya law enforcement.

"Pasal 43 I ayat (1) UU No. 5 Tahun 2008 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menyebutkan tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang," kata dia.

Baca juga: Rombongan Moge Keroyok Anggota TNI, Dua Orang Ditangkap dan 13 Motor Harley Davidson Disita

Selanjutnya dalam ayat (2) disebutkan bahwa dalam mengatasi aks terorisme sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Tentara Nasional Indonesia. Tugas pokok TNI dalam pasal 7 UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, ayat (2) menyebutkan bahwa tugas pokok sebagaimana pada ayat (1) dilakukan dengan: (a) operasi militer perang (OMP); (b) operasi militer selain perang (OMSP). Selanjutnya pada ayat (3) nya disebutkan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan politik negara.

Seminar nasional ini dilanjutkan dengan diskusi, pertanyaan peserta dibacakan oleh moderator Heru Suyanto, SH, MH, CLA (Wakil Dekan 3 FH UPNVJ). Seminar nasional diikuti oleh lebih kurang 1000 partisipan yang hadir melalui zoom cloud meeting, terdiri dari berbagai kalangan: aparat penegak hukum, akademisi, praktisi, mahasiswa dan masyarakat umum.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved