Anak yang Polisikan Ibu Kandung Bukan Durhaka, Kata Pengacara
Ia menyebut, kliennya hanya mencari keadilan dan perkara penganiayaan yang dilakukan oleh ibunya harus dilihat dan dicermati dalam kacamata hukum.
TRIBUNBANTEN.COM - A (19), anak yang mempolisikan ibu kandungnya, S (26), hingga sempat dipenjara di kantor polisi di Demak, dirundung atau di-bully netizen. Warganet beramai-ramai mencap A sebagai "anak durhaka".
M Syaefudin, kuasa hukum dari A, mengungkapkan kliennya merasa tersudut dengan gelar "anak durhaka" itu.
Ia menyebut, kliennya hanya mencari keadilan dan perkara penganiayaan yang dilakukan oleh ibunya harus dilihat dan dicermati dalam kacamata hukum.
"Negara ini berdasarkan hukum rechtsstaat. Maka, orang yang mencari keadilan bukan durhaka, tetapi itu orang taat hukum. Keadilan di sini mengadukan perkara ke kepolisian itu sudah tepat," ungkap Syaefudin, dalam keterangan tertulis.
Baca juga: Gara-gara Pakaian, Seorang Anak Polisikan Ibu Kandung hingga Dipenjara

Menurutnya, penganiayaan S terhadap A adalah buntut dari masalah keluarga.
Faktanya, ketidakharmonisan orangtua A akhirnya berujung pada perceraian.
Berdasarkan pengakuan A, ada pria idaman lain yang masuk ke dalam rumah tangga ibu dan ayahnya.
Dan A selaku anak mengaku terintimidasi bila ia mengungkap hubungan ibunya dengan pria lain tersebut.
Baca juga: UPDATE Anak Jebloskan Ibu Kandung ke Penjara, Memaafkan tapi Tolak Cabut Laporan, Teteskan Air Mata

Kuasa hukum A juga menyampaikan kekecewaan kliennya mendengar kabar penangguhan penahanan ibunya yang sempat mendekam di balik terali besi selama dua malam.
"Dengan adanya itu (penangguhan penahanan), malah (A) enggan untuk nyambung," tutur Syaefudin.
Pihaknya bertekad agar perkara tersebut harus terus berjalan sampai pada persidangan dengan melihat bukti dan fakta.
Tiga Kali Dimediasi Tetap Ditolak

Polisi sudah berupaya melakukan mediasi dalam kasus dugaan penganiayaan seorang ibu terhadap anaknya di Demak, Jawa Tengah, yang berujung penahanan sang ibu, S (36).
Akan tetapi, mediasi tersebut gagal karena A (19) selaku pelapor yang tak lain anak tersangka S bersikukuh agar kasus yang menimpanya itu tetap dilanjutkan.
Bahkan, pada saat polisi melakukan mediasi yang kedua, ibu kandung A selaku terlapor hadir, sedangkan A selaku pelapor tidak hadir.