Bak Sepasang Kekasih, Cerita Artidjo Alkostar dan Sepeda Motor yang Setia Menemani
Tokoh hukum nasional, Artidjo Alokstar meninggal dunia dalam usia 72 tahun. Artidjo Alokstar meninggal dunia di kamar apartemen Sprinhill Terace.
Penulis: Glery Lazuardi | Editor: Glery Lazuardi
TRIBUNBANTEN.COM, YOGYAKARTA - Tokoh hukum nasional, Artidjo Alokstar meninggal dunia dalam usia 72 tahun.
Artidjo Alokstar meninggal dunia di kamar apartemen Sprinhill Terace, Jakarta Utara, pada Minggu (28/2/2021).
Artidjo Alokstar merupakan sosok sederhana.
Selama berkarier mulai dari dosen, hakim agung, hingga anggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak banyak harta kekayaan yang dimiliki.
Baca juga: Kabar Duka Mantan Hakim Agung Artidjo Alokstar Meninggal, Pendekar Hukum yang Ditakuti Koruptor
Baca juga: Bikin Geleng-geleng, Berikut 20 Koruptor Dapat Obral Potongan Hukuman MA Selepas Artidjo Hengkang
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada 2018 lalu, Artidjo Alkostar hanya mencapai Rp 181 Juta.
Pada saat itu, dia melaporkan hanya mempunyai mobil minibus merek Chevrolet buatan 2004 senilai Rp40 juta dan sepeda motor Honda Astrea buatan 1978 dengan taksiran hanya Rp1 juta.
Laporan harta kekayaan berupa kendaraan itu disebut menjadi yang terkecil dibandingkan anggota Dewas KPK lainnya.
Artidjo Alkostar masih menggunakan sepeda motor bebek Honda Astrea keluaran era 70-an. Sepeda motor jenis ini sudah langka dan jarang digunakan.
Seperti dilansir dari laman Gridoto.com, setidaknya sudah ada 10 tipe dari Astrea Grand sejak kemunculan pertamanya di Indonesia.
Honda Astrea 700
Honda Astrea 700 jadi yang pertama mengaspal
Honda Astrea 700 jadi yang pertama mengaspal
Astrea 700 merupakan versi pertama motor bebek Honda yang disematkan nama Astrea.
Diproduksi oleh Federal Motor (sekarang Astra Honda Motor) pada kisaran 1981-1983, Astrea 700 punya mesin berkapasitas 70 cc.
Dengan transmisinya yang cuma tiga speed, di awal kemunculannya top speed Astrea 700 bisa tembus 80 Km/jam loh.
Honda Astrea 800
Honda Astrea 800 mengalami revisi pada desai, pelopor lampu sein belakang tidak terpisah
Honda Astrea 800 mengalami revisi pada desai, pelopor lampu sein belakang tidak terpisah
Dari namanya, Astrea 800 jelas merupakan versi upgrade dari Astrea 700.
Selain kapasitas mesinnya yang melar menjadi 86 cc, desainnya juga berubah, yang paling mencolok adalah perubahan pada stoplampnya.
Perubahan bentuk stoplamp tersebut juga mengakomodasi posisi lampu sein yang tidak lagi terpisah seperti generasi pendahulunya.
Masih dibekali transmisi tiga percepatan, Astrea 800 sudah menggunakan CDI untuk pengapiannya.
Honda Astrea Star
Soal spesifikasi sebenarnya enggak banyak yang berubah dari generasi pendahulunya.
Namun Secara tampilan Astrea Star ini mulai menunjukkan arah yang lebih modern.
Ya memang sih meskipun masih pakai sokbreker depan jadul, dan belum teleskospik.
Honda Astrea Prima
Astrea Prima hadir dengan sokbreker depan teleskopik
Astrea Prima punya kapasitas mesin yang juga diperbesar dari pendahulunya yakni 95 cc.
Selain itu transmisinya juga sudah empat percepatan, sehingga performanya lebih oke.
Beda dengan para pendahulunya, Astrea Prima sudah mengadopsi suspensi jenis teleskopik pada sokbreker depannya.
Honda Astrea Grand
Honda Grand tampil lebih modern, vesi aslinya minus cepitan buku
Secara tampilan, Astrea Grand sudah mulai menunjukkan modernisasi yang lebih nyata.
Selain penggunaan sokbreker teleskopik, Astrea Grand juga sudah menanggalkan 'cepitan buku' yang di generasi sebelumnya selalu ada di atas sepatbor depan.
Dengan dilengserkannya cepitan buku itu, Astrea Grand jadi terlihat 'muda' dan enggak rasanya enggak jadul deh.
Honda Astrea Supra
Kalau nama Supra sih kayaknya udah pada kenal nih.
Saat ini Supra kerap disebut juga sebagai motor bapak-bapak, ya mungkin karena bapak-bapak banyak banget yang pakai Supra.
Mulai mengaspal tahun 1997 desain dari Astrea Supra sudah melompat jauh dibandingkan era Grand.
Bentuknya lebih aerodinamis selain itu dimensinya juga lebih besar, sehingga kemampuan akomodasinya juga lebih baik.
Honda Astrea Impressa
Honda Astrea Impressa melanjutkan desain era Grand
Sama-sama lahir di tahun 1997, desain Astrea Impressa masih mempertahankan taste era Grand.
Mungkin saat itu Honda menyiapkan Astrea Impressa untuk orang-orang yang belum mau move on dari desainnya Grand.
Bagaimana pun saat itu Grand dan saudara-saudaranya sudah kadung jadi legend sih, jadi mungkin Honda pilih main Aman dengan tetap menghadirkan Impressa buat jaga-jaga kalau
Supra yang mengusung tema modern gagal di pasar.
Honda Astrea Supra X
Mengaspal pada 2001, perbedaan mencolok antara Astrea Supra X dan Supra ada pada rem depannya yang sudah mengadopsi rem jenis cakram.
Supra X sendiri saat itu sebenarnya punya beberapa varian antara lain Supra V dan Supra XX yang keduanya dilengkapi dengan kopling manual.
Bedanya hanya pada rem yang digunakan, V menggunakan teromol sedangkan XX menggunakan cakram untuk rem depannya.
Honda Astrea Legenda 1
Sepertinya Honda memang berniat memecah varian Astreanya dalam dua segmen, satu ke Astrea dengan taste era Grand, satu lagi dengan taste Supra.
Astrea Legenda 1 yang mengaspal mulai 2001 desainnya kembali mirip dengan Grand maupun Impressa.
Jadi bisa dibilang Astrea Legenda 1 memang merupakan versi baru dari Impressa, sedangkan Supra merupakan segmen baru yang coba digarap Honda dengan desainnya yang modern agar bersaing dengan kompetitor.
Honda Astrea Legenda 2
Setelah Legenda 1, Legenda 2 hadir menyapa masyarakat.
Makin jelas kalau Legenda 2 bukan hadir sebagai suksesor Supra, mereka hadir di segmen yang berbeda dengan kapasitas mesin 97 cc, sama seperti Grand.
Nah itu dia bebek-bebek Astrea yang pernah mengaspal di Indonesia.
Adapun, untuk sepeda motor Honda Astrea milik Artidjo Alkostar diduga sebagai generasi peralihan tipe bebek dari lini model Super Cub.
Tipe sepeda motor ini menjadi salah satu generasi produk keluaran Honda yang dipasarkan pasca merek itu mendirikan pabrik di Indonesia pada 1971.
Pembaruan model generasi Super Cub 700 sendiri mulai mengusung bentuk motor yang familiar dengan desain bebek modern.
Produk motor Honda ini disebut terakhir diproduksi pada akhir dekade 1970an, yang pada akhirnya tergantikan oleh Astrea generasi pertama.
Popularitas varian Astrea sendiri meningkat memasuki era 1990an seiring penambahan varian serta tren penggunaan kendaraan roda dua di masyarakat.
Berikut ini daftar kekayaan Artidjo Alkostar pada 2017 dikutip Tribunnews dari laman elhkpn.kpk.go.id:
A. TANAH DAN BANGUNAN Rp. 76.960.000
1. Tanah Seluas 197 m2 di SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 36.960.000
2. Tanah Seluas 274 m2 di SLEMAN, HASIL SENDIRI Rp. 40.000.000
B. ALAT TRANSPORTASI DAN MESIN Rp. 41.000.000
1. MOTOR, HONDA ASTREA SEPEDA MOTOR Tahun 1978, HASIL SENDIRI Rp. 1.000.000
2. MOBIL, CHEVROLET MINIBUS Tahun 2004, HASIL SENDIRI Rp. 40.000.000
C. HARTA BERGERAK LAINNYA Rp. 4.000.000
D. SURAT BERHARGA Rp. ----
E. KAS DAN SETARA KAS Rp. 60.036.576
F. HARTA LAINNYA Rp. ----
Sub Total Rp. 181.996.576
III. HUTANG Rp. ----
IV. TOTAL HARTA KEKAYAAN Rp. 181.996.576
Profil Artidjo
Artidjo Alkostar diketahui lahir di Situbondo, Jawa Timur pada 22 Mei 1948.
Ia menamatkan pendidikan SMA di Asem Bagus, Situbondo.
Setelah lulus SMA, Artidjo Alkostar masuk Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.
Selama menjadi mahasiswa, Artidjo Alkostar aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) serta menjadi Dewan Mahasiswa.
Ia pun berhasil menyandang gelar sarjana hukum pada 1976.
Setelah lulus kuliah, Artidjo Alkostar mengabdi menjadi pengajar di almamaternya, FH UII.
Selama mengajar di FH UII, Artidjo mengisi mata kuliah Hukum Acara Pidana dan Etika Profesi, serta mata kuliah HAM untuk mahasiswa S2.
Selain itu, Artidjo Alkostar juga aktif di Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta.
Pada 1983 Artidjo Alkostar pernah mengikuti pelatihan untuk lawyer mengenai Hak Asasi Manusia di Columbia University selama enam bulan.
Di saat yang sama, Artidjo Alkostar juga bekerja di Human Right Watch divisi Asia di New York selama dua tahun.
Pada 1981 hingga 1983, Artidjo Alkostar menduduki jabatan sebagai Wakil Direktur LBH Yogyakarta.
Setelah itu, Artidjo Alkostar diangkat menjadi Direktur LBH Yogyakarta pada 1983-1989.
Setelah pulang dari Amerika Serikat, Artidjo Alkostar kemudian mendirikan kantor pengacara yang dinamakan Artidjo Alkostar and Associates hingga tahun 2000.
Selama menjadi advokat, Artidjo pernah menangani beberapa kasus penting, di antaranya Anggota Tim Pembela Insiden Santa Cruz di Dili (Timor Timur 1992), dan Ketua Tim Pembela gugatan terhadap Kapolri dalam kasus Pelarungan Darah Udin (wartawan Bernas Fuad M Syafruddin).
Pada 2000, Artidjo Alkostar terpaksa harus menutup kantor hukumnya tersebut karena dirinya terpilih sebagai Hakim Agung.
Sepanjang menjadi hakim agung, Artidjo Alkostar telah menyelesaikan berkas di MA sebanyak 19.708 perkara.
Bila dirata-rata selama 18 tahun, Artidjo menyelesaikan 1.095 perkara setiap tahun.
Artidjo Alkostar juga dikenal tegas dalam memutus hukuman.
Artidjo beberapa kali memperberat hukuman koruptor yang mengajukan kasasi ke MA.
Di antaranya adalah mantan Ketua MK Akil Mochtar, Luthfi Hasan Ishaaq, Angelina Sondakh hingga Anas Urbaningrum.
Setelah pensiun dari MA, Artidjo dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Dewan Pengawas KPK.
Ia resmi dilantik sebagai Dewas KPK pada 20 Desember 2019.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Mengenang Kesederhanaan Artidjo Alkostar, 18 Tahun di MA, Motornya Hanya Satu, Seharga Rp 1 Juta
Tulisan ini sudah tayang di gridoto.com berjudul Daftar 10 Honda Astrea yang Pernah Mengaspal di Indonesia, Kamu Sempat Punya yang Mana?