Kisah Pilu Guru Honorer di Pelosok Pandeglang dan Asa di Balik Gaji Rp12.500 Per Hari
"Kadang saya dapat uang kadang tidak. Kalau semampunya sekolah itu Rp 12.500 per hari. Itu juga kalau hadir, kalau tidak hadir tidak dibayar," tuturny
Penulis: Marteen Ronaldo Pakpahan | Editor: Abdul Qodir
SD tersebut mempunyai 120 murid dengan jumlah guru pengajar hanya sembilan orang. Hanya ada empat guru PNS di SD itu dan sisanya honorer.
Selain karena faktor kekurangan guru tersebut, Dedi menjadi tenaga pendidik berstatus honorer lantaran mengaku miris melihat keadaan anak-anak di kampungnya yang masih buta pengetahuan.
"Saya melihat anak-anak di kampung ini kan sangat jauh ke daerah-daerah yang maju, makanya kebanyakan anak-anak di sini sempat putus sekolah. Dari pada tidak belajar, maka dari itu saya mengabdikan diri untuk mengajarkan anak-anak di sekolah," ucap Dedi di kediamannya.
Baca juga: Unggah Rincian Gaji di Facebook, Guru Honorer di Sulawesi Selatan Diberhentikan
Baca juga: Guru Honorer Agama di Lebak Berharap Diberi Kesempatan Ikut Seleksi 1 Juta Guru Bertatus PPPK
Saat di kelas, Dedi mengajar hampir seluruh meta pelajaran SD.
Atas jasanya membantu mengajar itu, Dedi memperoleh bayaran Rp12 ribu per hari.
Dalam sebulan, ia hanya mendapat bayaran Rp150 ribu sampai Rp200 ribu. Jumlah pemasukanya tentu berkurang jika dia tidak masuk mengajar.
Meski kekurangan dari segi pemasukan, hal itu tidak menghalangi Dedi untuk terus memberikan pelajaran ke para murid.
Tujuanya hanya satu, yakni ingin setiap anak mendapatkan pendidikan layak kendati tinggal di pelosok.
Tanpa mengenal waktu dan keadaan, Dedi mengaku selalu berusaha mencurahkan kemampuan dan ilmunya ke para murid agar mereka mendapat asa menggapai cita-cita dari pelosok Pandeglang.
Meskipun latar belakang pendidikannya PAI dan bukan lulusan kampus ternama di Indonesia, hal itu tak mematahkan semangatnya untuk membantu anak-anak di kampungnya mendapat ilmu pengetahuan yang layak.
Ia menanamkan prinsip hidup, meski tidak memiliki jenjang pendidikan yang baik, ilmu pengetahuan dapat didapat dengan belajar secara bersama-sama.
Baca juga: Kisah Abah Amir, 40 Tahun Buka Jasa Sol Sepatu dengan Bayaran Seikhlasnya
Baca juga: Kisah Inspiratif Pasutri yang Dirikan Sekolah di Daerah Pelosok: Minta Dibayar dengan Sampah
Dedi mengungkapkan, kebih banyak duka dibandingkan suka dialaminya selama 14 tahun menjadi guru honorer.
"Banyak pahit atau rintangan dibandingkan manisnya. Yah, namanya juga berjuang, orang lain mungkin tidak tahu bagaimana rintangan yang saya hadapi, tahunya manis doang, padahal mah dalamnya pahit sekali," ucapnya.
Namun, tidak semua warga mengetahui kondisi itu. Sebab, masih ada persepsi warga sekitar bahwa seorang guru mendapat gaji besar dan hidup sejahtera.
Padahal, hal itu tidak berlaku bagi dirinya yang seorang guru honorer dengan penghasilan Rp12 ribu per hari.