Nasib Guru Honorer di Kota Malang, Hidup Penuh Kekurangan hingga Terjerat Pinjol, Hampir Bunuh Diri

S (40), guru honorer di Kota Malang, Jawa Timur, terjerat pinjaman online. Dia terjerat pinjaman hingga sekitar Rp 40 juta di 24 aplikasi.

Editor: Glery Lazuardi
TribunNews.com
Ilustrasi pinjaman online. 

TRIBUNBANTEN.COM - S (40), guru honorer di Kota Malang, Jawa Timur, terjerat pinjaman online.

Dia terjerat pinjaman hingga sekitar Rp 40 juta di 24 aplikasi.

Dia sempat mengalami depresi hingga hampir mau bunuh diri.

Hal ini, karena dia sering diteror oleh debt collector dari aplikasi peminjaman itu.

Baca juga: Waspadai Pinjaman Online Alias Pinjol Ilegal, Ini Jebakannya dan Bagaimana Solusi Ketika Terjerat

Baca juga: Ratusan Pinjaman Online atau Pinjol yang Sudah Terdaftar di OJK per 7 Desember 2020

Kronologi

Dalam keterangan tertulisnya, S terpaksa meminjam uang di aplikasi pinjaman online untuk kebutuhan membayar kuliah.

S kuliah sebagai syarat untuk bisa tetap mengajar di TK tempatnya mengajar.

Di TK tersebut, S sudah mengajar selama 13 tahun.

"Awal cerita saya pinjam online adalah karena kebutuhan untuk membayar biaya kuliah di salah satu universitas di Kota Malang sebesar Rp 2.500.000 karena memang dari tuntutan lembaga tempat saya mengajar harus punya ijazah S1," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (17/5/2021) malam.

"Kondisi terakhir gajinya Rp 400 ribusebulan. Karena sudah mengajar selama 13 tahun, tidak tahu saya jenjang kenaikan gajinya berapa. Tapi, kondisi terakhir sebelum dipecat Rp 400 ribu sebulan," kata Slamet Yuono, kuasa hukum S dari Kantor Hukum 99 dan Rekan.

S lantas terjerat di sejumlah aplikasi pinjaman online karena untuk membayar pinjaman yang sebelumnya, dia terpaksa meminjam di aplikasi online yang lain.

Sampai akhirnya S meminjam di 24 pinjaman online dengan nilai sekitar Rp 40 juta.

Slamet Yuono mengatakan, kasus ini bermula dari ketidaktahuan S terhadap pinjaman online.

Sebab, banyak pinjaman online ilegal yang dalam praktiknya merugikan pihak peminjam.

"Dia tidak tahu kalau pinjaman online itu ada yang legal, ada yang ilegal. Dia tidak tahu. Pokoknya ketika dilihat di HP ada aplikasi pinjaman online, bisa di-download dan mereka bilang syarat mudah. Ada KTP, foto selfie, rekening, langsung cair," katanya saat dihubungi melalui sambungan telpon, Senin (17/5/2021) malam.

Baca juga: Polisi Buru Debt Collector yang Kepung Anggota TNI saat Bawa Orang Sakit di Jakarta Ufara

Baca juga: Kronologi Debt Collector Kepung dan Bentak Anggota TNI yang Sedang Bawa Orang Sakit, Ada Anak Kecil

Setelah ditelusuri, aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh S ternyata banyak yang ilegal.

Slamet mengatakan, dari 24 aplikasi pinjaman online yang digunakan oleh S, sebanyak 19 aplikasi merupakan pinjaman online ilegal.

Hanya lima aplikasi yang legal dan terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Dari 24 pinjol (pinjaman online) ini, kita coba lihat, ternyata ada lima yang legal dan 19 yang ilegal," katanya.

Sebanyak 19 aplikasi pinjaman online ilegal ini yang model penagihannya membuat psikologi S terganggu hingga terlintas keinginan untuk bunuh diri.

Berbeda dari model penagihan pinjaman online legal yang masih dalam batas wajar.

"Dari lima yang legal ini katakanlah penagihannya masih standar, tidak terlalu menyakitkan hati atau menakutkan. Tetapi, dari 19 pinjol ilegal ini yang menagihnya dengan bahasa-bahasa yang menyakitkan, bahkan sampai ke nyawa," ucapnya.

S berada di titik terendah dan sempat berkeinginan untuk bunuh diri setelah diteror oleh sejumlah debt collector pada sekitar November 2020.

S lantas kembali optimistis menghadapi kasusnya setelah mendapat dukungan dari orang di sekitarnya dan mendapatkan bantuan hukum.

"Itu (sempat ingin bunuh diri) sekitar bulan November 2020 sebelum kontak saya," kata Slamet Yuono.

Baca juga: Ketakutan Dipukuli Warga, Debt collector Pilih Nyebur ke Sungai Ciliwung

Baca juga: Cerita Miris Saung Angklung Udjo Terseok Sulit Bayar Utang, Dirut: Tolong Jangan Ada Debt Collector

Pihaknya sudah berkirim surat ke Satgas Waspada Investasi terkait dengan kasus itu dan akan kembali berkirim surat untuk menanyakan perkembangan kasus tersebut.

"Kami kirim surat ke Satgas Waspada Investasi, itu kantornya di OJK pusat sini. Korban buat laporan itu, tembusan ke Ketua OJK dan Kapolri bahwa ini benar adanya. Minggu depan kami akan kirim lagi surat yang kedua ke satgas. Bagaimana itu tindak lanjutnya terkait surat kami yang pertama," ucapnya.

Dipecat sebagai guru

Sementara itu, S dipecat sebagai guru sejak 5 November 2020 akibat kasus tersebut.

Semula, S bercerita ke temannya sesama guru dengan tujuan jika ada debt collector yang menghubungi supaya diabaikan.

Namun, pihak sekolah yang mengetahui kasus tersebut memutuskan untuk memecat S.

"Akhirnya pihak sekolah tahu, pihak yayasan tahu dan dipanggil, dipecat. Jadi bukan dia dapat perlindungan dari tempat dia bekerja sebagai guru, tapi dia langsung dipecat," katanya.

Slamet Yuono mengaku menangani kasus ini secara pro bono, atau secara cuma-cuma sebagai pembelajaran bagi penyedia aplikasi pinjaman online ilegal.

Selain itu, S yang menjadi korban merupakan guru dari anaknya saat bersekolah di TK tempat S mengajar.

Belum ada keterangan dari pihak yayasan yang menaungi TK tersebut terkait pemecatan terhadap S

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Terjerat 24 Pinjaman Online, Guru TK di Malang Sempat Ingin Bunuh Diri karena Diteror Debt Collector

Tonton Juga Video : Penjelasan Wali kota Serang Terkait Penutupan Wisata: Sebenarnya Kasian Pedagang Kecil

Sumber: Tribun Jabar
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved