BMKG Kelas 1 Tangerang Latih Peserta Sekolah Lapang Geofisika Soal Simulasi Gempa Bumi dan Tsunami
Pihak Badan Metorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan pelatihan simulasi tentang kebencanaan, pada Selasa (25/5/2021).
Penulis: Amanda Putri Kirana | Editor: Glery Lazuardi
Laporan Wartawan TribunBanten.com, Amanda Putri Kirana
TRIBUNBANTEN.COM - Pihak Badan Metorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melakukan pelatihan simulasi tentang kebencanaan, pada Selasa (25/5/2021).
Upaya itu dilakukan sebagai bentuk mitigasi gempa yang berpotensi hingga terjadi tsunami di wilayah Provinsi Banten.
Peserta Sekolah Lapang Geofisika (SLG) menerima pelatihan. Mereka mendapatkan edukasi metode evakuasi ketika gempa bumi dan tsunami terjadi wilayah Desa Panggarangan, Kabupaten Lebak, Banten.
Para peserta melakukan pelatihan mulai dari titik rawan di daerah Cimangpang menuju jalur evakuasi ke titik aman dari dampak tsunami di Bukit Kiara Payung.
Daerah itu merupakan kawasan aman karena berada di dataran tinggi.
Baca juga: Aktivitas Penambangan di Gunung Pinang Serang, Warga Resah Ancaman Bencana Longsor dan Banjir
Baca juga: Hasil Monev Pasca Bencana NTT: Warga Trauma, Takut Lihat Awan Mendung dan Gerimis
Berdasarkan catatan BMKG, telah terjadi sebanyak 45 kali gempa tektonik mengguncang Selat Sunda dalam empat hari terakhir.
Pusat gempa berada di perairan sebelah barat Sumur, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Rentetan gempa ini dimulai dengan gempa kembar pada Minggu (23/5/2021), pukul 10.48 dan 10.50 WIB.
Gempa memiliki parameter awal gempa pertama M5,0 dan gempa kedua M5,4 yang selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi M4,9 dan M5,2.
BMKG mencatat gempa terbaru pada Rabu (26/5/2021), pukul 07.18 WIB, dengan kekuatan M2,8.
Episenter gempa terletak pada koordinat 6,75 LS dan 105,41 BT , tepatnya berlokasi sekitar 21 km Sebelah Barat Laut Sumur, Banten, pada kedalaman 2 km.
Rentetan gempa paling banyak terjadi pada 23 Mei, yaitu sebanyak 42 kali, disusul 24 Mei dua kali, dan 26 Mei satu kali.
Selat Sunda dikenal memiliki kondisi geologi yang sangat kompleks akibat adanya pergerakan lempeng Indo Australia yang menekan lempeng Eurasia.
Di Selat Sunda terjadi regangan batuan karena utara Pulau Sumatera bergerak searah jarum jam, sementara Pulau Jawa ke arah sebaliknya.
Hal tersebut membuat Selat Sunda seperti engsel yang membuka.
Adapun regangan menciptakan terbentuknya banyak jalur patahan di sekitar Selat Sunda yang menjadi penyebab gempa, dengan mekanisme sesar turun (normal fault)
“Gempa-gempa ini membuktikan terjadi peregangan di Selat Sunda dan terus berlangsung hingga kini,” kata Kepala Stasiun Geofisika BMKG Kelas I Tangerang Suwardi kepada TribunBanten.com melalui sambungan seluler, Rabu (26/5/2021).
Baca juga: Kabupaten Lebak Wilayah Rawan Bencana, Warga: Hal Biasa Lihat Dinding Rumah Bergoyang
Baca juga: Ketua DPRD Kabupaten Serang: Masyarakat Perlu Diedukasi Bagaimana Menghadapi Bencana
Selain itu, regangan juga menjadikan Selat Sunda rawan dengan tsunami, jika aktivitas sesar normal menyebabkan gempa tektonik dengan magnitudo besar.
“Potensi tsunami di Selat Sunda itu sangat tinggi. Kami telah membuat skenario dari kajian dari pusat gempa nasional dan memperkiraan gempa maksimum nanti memiliki kekuatan M8,7 SR,” ujar Suwardi.
Sementara tsunami setelahnya memiliki ketinggian hingga 20 meter di daerah Bayah, Panggarangan, dan sebagainya.
Suwardi mengatakan, seluruh wilayah di Banten harus antisipasi karena gempa dan tsunami bisa saja terjadi.
Selain itu, waktu tipe gelombang tsunami relatif cukup pendek yaitu sekitar 20 menit ke arah pesisir pantai dan 60 menit menuju Kota Serang.
Baca juga: Galang Dana untuk Korban Bencana NTT, RacheL Vennya Terkejut Capai Rp 1 Miliar dalam Semalam
Baca juga: Banjir Bandang Di Adonara NTT Belum Ditetapkan Jadi Bencana Darurat Nasional, Ini Kata Pemerintah
“Namun saat ini aktivitas gempa dan frekuensinya sudah menurun. Kalau gempanya kecil tidak ada efek tsunami” kata Suwardi.
Menurut Suwardi, gempa harus berkekuatan minimal M7 SR untuk terjadinya tsunami.
“Karena untuk membangkitkan volume air laut itu membutuhkan energi yang cukup besar,” ucap Suwardi.
Suwardi mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Namun masyarakat harus tetap waspada dan perhatikan kondisi alam yang ada disekitar,
“Jika terjadi gempa yang kuat, segera jauhi pantai. Tidak usah menunggu pertanda atau peringatan dari BMKG karena waktu penyelamatan sangat pendek,” ujar Suwardi.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/banten/foto/bank/originals/pelatihan-simulasi-bencana.jpg)