Ramai-ramai JHT, Desember 2020-Agustus 2021 Ada 1,49 Juta Klaim, Apa Filosofi Jaminan Hari Tua?

Yaitu benar-benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam UU Nomor 40 tahun 2004

Kilas via Kontan.co.id
BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) 

TRIBUNBANTEN.COM - Komisi IX DPR RI menggelar rapat dengar pendapat (RDP) bersama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek), dan perwakilan serikat pekerja/buruh.

RDP digelar untuk membahas pengawasan klaim Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP), dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) terhadap pekerja/buruh yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada masa pandemi Covid-19.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI dan Jamsos) Kemenaker, Indah Anggoro Putri, mengatakan angka klaim JHT meningkat.

Peningkatan itu satu di antaranya disebabkan banyaknya pekerja yang terkena PHK.

Baca juga: Pekerja Kena PHK Tidak Bisa Cairkan JHT dan Dapat Uang Bulanan? Ini Kata Kementerian Ketenagakerjaan

Selain itu, Kemenaker mendapati adanya pergeseran filosofi dari program JHT.

Seharusnya, JHT dinikmati ketika memasuki hari tua atau masa pensiun.

Namun, banyak pekerja yang justru mencairkan saldo JHT setelah PHK.

Hal ini juga didasari PP Nomor 60 Tahun 2015 dan Permen Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 19 Tahun 2015 yang memungkinkan bagi para pekerja untuk melakukan klaim JHT satu bulan setelah mengalami PHK.

Saat ini, Kemnaker sedang melakukan revisi terhadap permenaker tersebut untuk mengembalikan kepada filosofi program JHT yang seharusnya.

Menurut Indah, pihaknya merevisi permenaker untuk mengembalikan filosofi JHT.

“Yaitu benar-benar sebagai tabungan di masa tua sebagai amanat yang tertera dalam UU Nomor 40 tahun 2004 dan juga PP Nomor 46 tahun 2015,” ucap Indah.

Baca juga: JHT Dilarang Dicairkan, Pekerja/Buruh Kena PHK Bisa Dapat Uang Bulanan, Ini Hitungan dan Berlakunya

Direktur Pelayanan BPJamsostek, Roswita Nilakurnia, mengatakan pada Desember 2020-Agustus 2021, tercatat 1,49 juta kasus JHT dengan klaim didominasi pengunduran diri dan PHK.

Selain itu, mayoritas nominal saldo JHT yang diklaim adalah di bawah Rp 10 juta dan range umur peserta paling banyak di bawah 30 tahun, yaitu usia produktif bekerja.

Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (K-SPSI), Hermanto Achmad juga menyoroti isu yang sama.

Saat ini, pencairan JHT sangat mudah dan banyak di antara pekerja yang menggunakan modus seolah-olah PHK untuk dapat melakukan klaim.

Hal ini cenderung tidak sesuai dengan filosofi jaminan sosial yang sejak awal menjadi harapan bagi seluruh pekerja Indonesia untuk memiliki hari tua yang terjamin.

Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban mengatakan agar mekanisme pencairan JHT dikembalikan ke konsep UU Nomor 24 tahun 2011 seperti praktik yang berlaku internasional berupa old saving.

Baca juga: Dampak Pandemi, KSPI Catat 50 Ribu Buruh Kena PHK Sepanjang 2021

Menurut dia, dana yang disimpan di BPJS Ketenagakerjaan itu sebenarnya adalah dana ketahanan untuk pembangunan ekonomi.

"Ketika JHT diubah maknanya menjadi jaminan hari terjepit karena bisa diambil setelah dipecat, memang menjadi hilang filosofinya. Apakah dikembalikan (aturannya) ke undang-undang sebelumnya, itu mungkin juga masih perlu diskusi untuk lebih lanjut," kata Elly.

Dia juga menitikberatkan pada manfaat program Jaminan Pensiun (JP) yang masih sangat kecil, yaitu Rp 300 ribu hingga Rp 3,6 juta per bulan.

Elly menyayangkan sejak program tersebut dijalankan pada 2015 hingga saat ini, belum dilakukan peninjauan kembali terkait besaran iurannya.

Elly berharap peninjauan dapat dilakukan setiap 3 tahun sekali sesuai ketentuan agar manfaat yang diterima peserta maksimal.

Artikel ini telah tayang di Kontan.co.id dengan judul Serikat Pekerja Soroti Pergeseran Filosofi Program JHT

Sumber: Kontan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved