3 Wilayah di Selatan Banten Berpotensi Tsunami, BMKG Kenalkan Alat Pendeteksi Berbasis Android
Pada Jumat (8/10/2021) ini, BMKG meluncurkan dua inovasi, yaitu EWS Radio Broadcaster dan aplikasi SIRITA
Di Cilacap, tambah Dwikorita, juga terdapat berbagai objek vital nasional dan strategis, diantaranya Kilang Minyak Pertamina, Pembangkit Listrik Tenaga Uap, dan pabrik semen Dynamix.
Baca juga: Rawan Gempa dan Tsunami, BPBD Lebak Petakan 120 Titik Jalur Evakuasi di Selatan Lebak
Baca juga: Hanya 2 Menit Setelah Gempa Muncul Tsunami 0,5 Meter di Tehoru Maluku, BMKG: Cepat Sekali
"Berdasarkan pemodelan, potensi ketinggian tsunami berkisar belasan meter dengan estimasi kedatangan tsunami sekitar 50 menit," ujarnya.
Namun, karena wilayah pesisir Cilacap sangat padat penduduk, maka butuh waktu lebih untuk proses evakuasi. Terlebih tempat evakuasi cukup jauh, sekitar 2 hingga 4 kilometer.
Dwikorita berharap, keberadaan EWS Broadcaster dan SIRITA ini dapat meminimalisir jumlah korban jiwa jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami menerjang selatan Pulau Jawa.
Dwikorita menyebut, penggunaan teknologi digital dan aplikasi yang terkoneksi satu sama lain akan meningkatkan efektivitas sistem peringatan dini yang dikeluarkan, karena dapat menghindarkan dari terputusnya rantai alur informasi peringatan dini dari BMKG kepada masyarakat.
Keterbatasan jaringan komunikasi kerap menjadi salah satu kendala saat penyebaran peringatan dini karena tidak jarang jaringan komunikasi selular mengalami gangguan usai gempa merusak.
Kendala inilah yang coba BMKG pecahkan dengan meluncurkan EWS Broadcaster dan SIRITA.
Khusus SIRITA, ponsel yang memasang aplikasi SIRITA akan berbunyi keras layaknya sirine apabila BMKG mengeluarkan peringatan dini mengenai potensi tsunami.
Jadi, kendala seperti tidak tersampaikannya peringatan dini kepada masyarakat bisa diminimalisir.
"Bunyi sirene yang keluar dari handphone didefinisikan sebagai perintah untuk segera melakukan evakuasi, mencari dataran tinggi atau tempat-tempat yang lebih tinggi guna menghindari terjangan tsunami," pungkas Dwikorita.
Baca juga: Pakar ITB Paparkan Potensi Tsunami Raksasa Hantam Pulau Jawa, Air Laut Bisa Sentuh Istana Negara
Baca juga: Waduh! Tak Punya Sirine, BPBD Lebak Hanya Manfaatkan Toa Masjid untuk Peringatkan Tsunami
Untuk diketahui, berdasarkan data gempa bumi hasil pengamatan BMKG, selama perioda tahun 2008-2016 terjadi rata-rata 5.000 hingga 6.000 kali gempa.
Pada 2017, gempa bumi meningkat menjadi 7.169 kali.
Selanjutnya, mulai 2018 hingga 2019, jumlahnya melompat menjadi lebih dari 11.500 kali dalam satu tahun.
Meskipun kemudian agak menurun menjadi 8.258 kali di tahun 2020, jumlah tersebut masih di atas rata-rata kejadian gempa bumi tahunan di Indonesia.