3 Wilayah di Selatan Banten Berpotensi Tsunami, BMKG Kenalkan Alat Pendeteksi Berbasis Android

Pada Jumat (8/10/2021) ini, BMKG meluncurkan dua inovasi, yaitu EWS Radio Broadcaster dan aplikasi SIRITA

Editor: Glery Lazuardi

TRIBUNBANTEN.COM - Pihak Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) berupaya mengedukasi masyarakat adanya potensi bahaya bencana tsunami di Pulau Jawa bagian selatan.

Pada Jumat (8/10/2021) ini, BMKG meluncurkan dua inovasi, yaitu EWS Radio Broadcaster dan aplikasi Sirens for Rapid Information on Tsunami Alert (SIRITA).

Dua inovasi ini merupakan respons BMKG atas meningkatnya aktivitas kegempaan di Indonesia.

Alat itu dapat digunakan bagi warga di Lebak, Pandeglang, dan Serang yang merupakan wilayah potensi terdampak tsunami jika terjadi gempa besar.

Baca juga: Gempa Bumi Magnitudo 4,7 di Pandeglang Terasa Sampai Kota Serang, Tidak Berpotensi Tsunami

Baca juga: 10 Alat Pendeteksi Ditanam di Titik Rawan Tsunami dan Gempa di Pandeglang

Apa Fungsi EWS Radio dan SIRITA?

EWS Radio Broadcaster adalah moda diseminasi berbasis suara guna mengantisipasi kerusakan jaringan komunikasi selular pasca gempa merusak.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, sistem memanfaatkan jaringan komunikasi berbasis radio yang banyak digunakan oleh pegiat kebencanaan dan komunitas radio berbasis masyarakat.

Ia dapat membantu menyebarkan informasi secara cepat, akurat serta ramah terhadap kelompok masyarakat rentan yang memiliki keterbatasan menelaah pesan berbasis teks.

Sedangkan SIRITA adalah aplikasi sirene tsunami berbasis android.

Dibuat agar dapat memudahkan pemerintah daerah menyampaikan perintah evakuasi kepada masyarakat sebagai bentuk peringatan dini.

Kata Dwikorita, dua inovasi tersebut menjadi terobosan di tengah kendala akan banyaknya sirene tsunami yang mati akibat usia pakai.

"Di era saat ini, saya yakin hampir semua orang telah memiliki ponsel pintar berbasis android. Paling tidak, dalam satu rumah tangga pasti ada yang memiliki ponsel pintar, bisa jadi bahkan lebih," ujar Dwikorita dilansir dari bmkg.go.id, Jumat (8/10/2021).

Maka dari itu, aplikasi ini akan sangat bermanfaat sebagai bentuk peringatan dini evakuasi bagi masyarakat di pesisir pantai.

Adapun peluncuran dan penempatannya dilakukan di Cilacap, Jawa Tengah.
Alasannya, karena pusat perekonomian dan pemerintahan di kabupaten ini berada di pesisir pantai.

Sedangkan jarak evakuasi menuju tempat yang relatif aman cukup jauh, sehingga cukup memakan waktu.

Di Cilacap, tambah Dwikorita, juga terdapat berbagai objek vital nasional dan strategis, diantaranya Kilang Minyak Pertamina, Pembangkit Listrik Tenaga Uap, dan pabrik semen Dynamix.

Baca juga: Rawan Gempa dan Tsunami, BPBD Lebak Petakan 120 Titik Jalur Evakuasi di Selatan Lebak

Baca juga: Hanya 2 Menit Setelah Gempa Muncul Tsunami 0,5 Meter di Tehoru Maluku, BMKG: Cepat Sekali

"Berdasarkan pemodelan, potensi ketinggian tsunami berkisar belasan meter dengan estimasi kedatangan tsunami sekitar 50 menit," ujarnya.

Namun, karena wilayah pesisir Cilacap sangat padat penduduk, maka butuh waktu lebih untuk proses evakuasi. Terlebih tempat evakuasi cukup jauh, sekitar 2 hingga 4 kilometer.

Dwikorita berharap, keberadaan EWS Broadcaster dan SIRITA ini dapat meminimalisir jumlah korban jiwa jika sewaktu-waktu gempa bumi dan tsunami menerjang selatan Pulau Jawa.

Dwikorita menyebut, penggunaan teknologi digital dan aplikasi yang terkoneksi satu sama lain akan meningkatkan efektivitas sistem peringatan dini yang dikeluarkan, karena dapat menghindarkan dari terputusnya rantai alur informasi peringatan dini dari BMKG kepada masyarakat.

Keterbatasan jaringan komunikasi kerap menjadi salah satu kendala saat penyebaran peringatan dini karena tidak jarang jaringan komunikasi selular mengalami gangguan usai gempa merusak.

Kendala inilah yang coba BMKG pecahkan dengan meluncurkan EWS Broadcaster dan SIRITA.

Khusus SIRITA, ponsel yang memasang aplikasi SIRITA akan berbunyi keras layaknya sirine apabila BMKG mengeluarkan peringatan dini mengenai potensi tsunami.

Jadi, kendala seperti tidak tersampaikannya peringatan dini kepada masyarakat bisa diminimalisir.

"Bunyi sirene yang keluar dari handphone didefinisikan sebagai perintah untuk segera melakukan evakuasi, mencari dataran tinggi atau tempat-tempat yang lebih tinggi guna menghindari terjangan tsunami," pungkas Dwikorita.

Baca juga: Pakar ITB Paparkan Potensi Tsunami Raksasa Hantam Pulau Jawa, Air Laut Bisa Sentuh Istana Negara

Baca juga: Waduh! Tak Punya Sirine, BPBD Lebak Hanya Manfaatkan Toa Masjid untuk Peringatkan Tsunami

Untuk diketahui, berdasarkan data gempa bumi hasil pengamatan BMKG, selama perioda tahun 2008-2016 terjadi rata-rata 5.000 hingga 6.000 kali gempa.

Pada 2017, gempa bumi meningkat menjadi 7.169 kali.

Selanjutnya, mulai 2018 hingga 2019, jumlahnya melompat menjadi lebih dari 11.500 kali dalam satu tahun.

Meskipun kemudian agak menurun menjadi 8.258 kali di tahun 2020, jumlah tersebut masih di atas rata-rata kejadian gempa bumi tahunan di Indonesia.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved