Virus Corona
Ada Aturan Karantina Jemaah, Biaya Umrah Saat Pandemi Covid-19 Ditaksir Hingga Rp 30 Juta
Pemerintah Arab Saudi sudah mengizinkan jemaah Umrah asal Indonesia untuk beribadah ke Tanah Suci.
Penulis: desi purnamasari | Editor: Glery Lazuardi
Laporan Wartawan TribunBanten.com, Desi Purnamasari
TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Pemerintah Arab Saudi sudah mengizinkan jemaah Umrah asal Indonesia untuk beribadah ke Tanah Suci.
Pelaksanaan ibadah Umrah di masa pandemi Covid-19 itu dilakukan mematuhi protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran virus.
Baca juga: Jamaah Asal Indonesia Diizinkan Umrah, Travel Agent di Serang Belum Terima Pendaftaran Baru
Pengusaha Agen Travel Umrah, Agus Marzuki, mengatakan biaya perjalanan Umrah di masa pandemi Covid-19 akan meningkat hingga mencapai Rp 30 juta.
"Untuk biaya ini otomatis akan berubah-ubah. Di setiap daerah berbeda," kata dia, saat ditemui di Jalan Kagungan, Lontar Baru, Serang, Banten, pada Senin (18/10/2021).
Semula biaya perjalanan Umrah sebelum masa pandemi Covid-19 berkisar di antara Rp 26 juta.
Namun, biaya Umrah di masa pandemi Covid-19 meningkat karena ada kebijakan untuk melakukan karantina kesehatan.
Menurut dia, aturan karantina kesehatan bagi jemaah umrah akan membuat biaya perjalan umrah menjadi lebih mahal.
"Kalau itu benar terjadi, tentu pertama itu terlalu menyulitkan bagi orang yang akan menjalankan ibadah Umrah," ujarnya.
Pihak Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) terus berupaya melakukan lobi agar hal itu tak memberatkan para jamaah yang akan melaksanakan ibadah Umrah maupun Haji.
Untuk diketahui, Indonesia merupakan salah satu negara pengirim jemaah Umrah terbanyak.
Berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) total jemaah umrah tahun 2019 mencapai 946.962 orang.
Pemerintah Arab Saudi melalui nota diplomatik kedutaan besar telah mengizinkan pelaksanaan ibadah Umrah bagi jemaah asal Indonesia.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyatakan, izin diberikan menyusul perkembangan penanganan covid-19 di Indonesia yang membaik.
Meski pemerintah Arab Saudi sudah memberi sinyal kepada Indonesia soal kesempatan umrah, tapi pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementerian Agama, belum bisa memastikan waktu dan tanggal pemberangkatannya.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief mengatakan, sinyal dari pemerintah Arab Saudi itu masih harus ditindaklanjuti lebih jauh.
Beberapa persiapan harus dilakukan, termasuk penentuan protokol kesehatan dan tahap-tahap lainnya.
"Kita baru mendapatkan informasi awal terkait dengan pelaksanaan umrah, tapi di situ ada beberapa klausul yang masih didalami oleh pemerintah Indonesia dengan pemerintah Arab Saudi," terang Latief dalam Sapa Indonesia Pagi KOMPAS.TV (Group TribunBanten.com), pada Senin (11/10/2021).
Klausul yang dimaksud Latief adalah mengenai persyaratan dan masa karantina calon jamaah umrah.
"Persyaratan khususnya seperti apa, siapa yang harus menjalani itu, dan apa apa yang harus dipenuhi di persyaratan itu, masih banyak aspek yang harus dipersiapkan," terang Latief.
Baca juga: Kabar Gembira! Kemenag Prioritaskan Calon Jemaah Umrah yang Tertunda Keberangkatan Akibat Pandemi
Kendati begitu, pihak Latief sudah mulai melakukan rapat koordinasi soal persiapan pemberangkatan jamaah umrah Indonesia dengan tiga kemeterian terkait: Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri dan Kemeterian Agama.
Latief juga mengaku timnya sudah menyusun protokol kesehatan, bahkan mengusahan sebuah sistem yang bisa menjamin 'zero' kasus saat pemberangkatan sampai jamaah kembali ke Tanah Air.
Di samping itu, lanjut Latief, petugas Indonesia yang ada di Arab Saudi juga akan selalu mencari dan meng-update mengenai syarat-syarat dan ketentuan jamaah masuk ke tanah suci.
Melihat berbagai aspek yang harus dipersiapkan dan dipertimbangkan secara matang, Latief belum bisa menyebut tanggal dan waktu pasti pemberangkatan jamaah umrah Indonesia.
Ia hanya mengatakan, ketika prokes dan ketentuannya sudah rampung akhir bulan ini, mungkin sudah bisa disosialisasikan kepada calon jamaah, "kira-kira 3 minggu sampai 1 bulan," kata dia.
"Meskipun, kita belum bisa memastikan kapan berangkatnya," timpal Latief lagi.
Latief menambahkan, bahwa semua persiapak tersebut digodok matang demi kenyamanan dan kekhusyukan para jamaah dalam menjalankan ibadah.
Sementara itu, Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah RI (AMPHURI) Firman M Nur juga membenarkan bahwa memang harus ada standarisasi atau protokol kesehatan demi menjami kenyamanan jamaah.
Firman sendiri menyoroti soal sikronisasi standar PCR di Indonesia dan Arab Saudi. Ia khawtir, jika hal itu tidak dikomunikasin secara baik oleh pemerintah, maka akan berdampak pada kelancaran jamaah.
Kehawatiran Firman itu berdasar pada pengalamannya saat awal-awal pendemi dimana test PCR Indonesia ternyata tidak berlaku atau tidak sesuai dengan yang di Arab Saudi, kata Firman.
Pada problem lain, Firman berharap standar atau protokol yang ditetepkan pemerintah nantinya tidak malah menambah biaya para jamaah.
"Kita tahu bahwa yang akan berangkat ini adalah jamaah yang tertunda dan sudah melunasi biaya, jangan sampai dengan segala prosedur yang ada ini malah menambah biaya jamaah," kata dia dalam kesempatan sama.
Baca juga: UPDATE Umrah 2021: Prosedur dan Syarat Vaksinasi Covid-19 Masih Dalam Pembahasan di Pemerintah
Hanya saja, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah (Ampuri) menyambut baik kabar gembira dari Menlu soal kesempatan dibukanya kembali jemaah Indonesia untuk melaksanakan umrah.
Menurut Ketua Umum Ampuri setelah diizinkannya kembali, jemaah Indonesia untuk umrah, pemerintah Indonesia harus segera membahas teknis secara detail terkait syarat berangkat umrah termasuk syarat vaksin dan karantina.
Ampuri pun langsung bersinergi bersama kementerian terkait untuk memastikan bisa memenuhi standar operasional yang benar sesuai dengan syarat.