Beredar Video Syur Berdurasi 1 Menit 15 Detik, DKPP Berhentikan Anggota KPU dari Jabatannya
Anggota KPU Kabupaten Kaur Meixxy Rismanto, diberhentikan tetap dari jabatannya.
TRIBUNBANTEN.COM - Anggota KPU Kabupaten Kaur Meixxy Rismanto, diberhentikan tetap dari jabatannya.
Upaya pemberhentian tetap itu dilakukan karena Meixxy diduga terbukti melanggar kode etik dan perilaku penyelenggara pemilu.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi itu setelah dibacakan atas perkara dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP) nomor 156-PKE-DKPP/VII/2021 oleh Majelis DKPP di Ruang Sidang DKPP pada Rabu (3/10/2021).
“Menjatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu Meixxy Rismanto, selaku Anggota KPU Kabupaten Kaur sejak Putusan ini dibacakan,” ungkap Ketua Majelis, Prof. Teguh Prasetyo, seperti dilansir dari laman DKPP, pada Rabu (3/11/2021).
Baca juga: Hasil Rakor Pra-Rakernas PDI-P, Sekjen Hasto: Ikhtiar Mantapkan Kerja Pemenangan Menuju Pemilu 2024
Teradu terbukti melakukan tindakan yang meruntuhkan harkat dan martabat dirinya serta lembaga penyelenggara Pemilu dengan cara mempertontonkan aktivitas seksual secara telanjang melalui panggilan video asusila (video call sex).
Dalam sidang pemeriksaan, Teradu mengakui wajah dan kalung yang digunakan oleh laki-laki dalam rekaman video adalah milik Teradu.
Tindakan tersebut dilakukan saat Teradu melakukan tugas kedinasan.
Anggota DKPP, Didik Supriyanto, S.IP., MIP mengungkapkan seharusnya Teradu memiliki sense of ethics dengan segera menghentikan atau menutup pesan (chat), telepon (phone) atau panggilan video (video call) yang tidak wajar berisi konten asusila.
“Alih-alih bersikap moralis, Teradu justru melayani dan menikmati panggilan video asusila tersebut diikuti gerakan seks secara telanjang yang dibuktikan dengan rekaman video berdurasi 1 menit 15 detik,” kata Didik.
DKPP juga menilai Teradu bersikap permisif dan bergeming menyikapi beredarnya rekaman asusila tersebut dengan tidak melakukan tindakan apapun untuk menjaga martabat dirinya, keluarga serta lembaganya.
Sikap tersebut, sambung Didik, telah meruntuhkan maruah lembaga penyelenggara Pemilu.
Alibi Teradu sebagai korban pemerasan dengan modus panggilan video asusila, DKPP menilai tidak terdapat alat bukti yang menyakinkan.
“Sikap dan tindakan Teradu terbukti melanggar Pasal 7 ayat (1), Pasal 9, Pasal 12 huruf a, huruf b dan huruf c, Pasal 15 huruf a dan b, dan Pasal 19 huruf d Peraturan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum,” tegas Didik.
Anggota DKPP, Pramono Ubaid Tanthowi memberikan pendapat berbeda (dissenting opinion) untuk perkara 156-PKE-DKPP/VII/2021.
Menurutnya, Teradu juga tidak memiliki niat jahat (mens rea) dan perbuatan tersebut bukan inisiatif Teradu.
Baca juga: LKPI: 76 Persen Warga Gunakan Hak Pilih Jika Pemilu saat Pandemi, Ini Elektabilitas Parpol & Calon
Pramono menilai Teradu adalah korban dari sindikat mafia kejahatan seksual melalui sarana digital sejenis phone sex.