Kronologi OTT 2 Pegawai BPN Lebak Tersangka Pungli, Polda Banten Temukan Amplop Bertuliskan Kode

Dua pegawai ATR/BPN Kabupaten Lebak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungutan liar dalam pembuatan sertifikat hak milik (SHM).

Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Yudhi Maulana A
TribunBanten.com/Ahmad Tajudin
Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) melakukan OTT terhadap oknum pegawai BPN Lebak pada Jumat (12/11/2021) lalu di Kantor BPN Kabupaten Lebak. 

Laporan Wartawan TribunBanten.com Ahmad Tajudin

TRIBUNBANTEN.COM, KOTA SERANG - Dua pegawai Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Lebak ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pungutan liar dalam pembuatan sertifikat hak milik (SHM).

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah terkena operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten pada Jumat (12/11/2021) lalu di Kantor BPN Kabupaten Lebak. 

Mereka berinisial RY (57) yang diketahui merupakan PNS bagian Penata Pertanahan di Kantor BPN Lebak dan PR (41) seorang Pegawai Pemerintah Non PNS pada bagian Administrasi Kantor BPN Lebak.

Wadirreskrimsus Polda Banten, AKBP Hendi Febrianto menjelaskan bagaimana kronologi sebelum adanya OTT.

"Pada kami 12 November 2021 lalu, salah satu personel kami menerima keluhan atau informasi bahwa terdapat permintaan dana atas pengurusan pengukuran sertifikat tanah," ujar Hendi kepada awak media, Senin (15/11/2021).

Peristiwa itu bermula sejak Desember 2020, seorang perempuan inisial LL selaku korban hendak mengajukan permohonan SHM, terhadap tanah yang dibelinya seluas 30 hektar.

Baca juga: 4 Pegawai BPN Lebak Terjaring OTT Pungli Sertifikat Tanah, Kakanwil Banten: Hormati Proses Hukum

Tanah tersebut bertempat di Desa Inten Jaya, Kecamatan Cimarga, Kabupaten Lebak. 

Pada pengurusan awal, dikuasakan oleh LL kepada  seseorang berinisial DD.

Di mana LL saat itu sudah memberikan dana sebesar Rp 117 juta kepada DD.

Namun DD meninggal dunia, sehingga pengurusan SHM tidak ada kemajuan.

Kemudian setelah DD meninggal dunia, LL menguasakan pengurusan SHM kepada MS yang berprofesi sebagai kepala desa di Lebak.

"Saudari LL kemudian meminta MS untuk mengurus SHM pasca DD meninggal, dana ratusan juta yang diberikan LL tidak diketahui kemana saja digunakan DD,” terangnya.

Polisi memasang garis polisi di ruangan Seksi Survei Pemetaan BPN Kabupaten Lebak, setelah OTT, Jumat (12/11/2021) malam.
Polisi memasang garis polisi di ruangan Seksi Survei Pemetaan BPN Kabupaten Lebak, setelah OTT, Jumat (12/11/2021) malam. (dokumentasi Polda Banten)

Kemudian pada Oktober 2021 terjadilah pertemuan antara MS dengan tersangka PR dan tersangka RY.

Pada saat itu staf BPN Lebak meminta biaya tambahan untuk pengurusan SHM. 

“Yang awalnya senilai Rp 8.000 per m2 namun akhirnya disanggupi hanya senilai Rp2.000 per m2,” jelasnya.

Setelah pertemuan itu, LL kemudian mengajukan permohonan awal pengurusan SHM tanahnya seluas  17.330 m2.

Dengan menyiapkan dana sebesar Rp36.000.000 untuk memenuhi permintaan biaya tambahan pengurusan SHM. 

Di samping itu, pada 19 Oktober 2021 diketahui LL telah membayar biaya PNBP senilai Rp 1.833.000 ke Kantor BPN Lebak.

Tim Ditreskrimsus Polda Banten melakukan penggeledahan di kantor BPN/ATR Kabupaten Lebak setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) 4 oknum pegawai  dan 1 kades
Tim Ditreskrimsus Polda Banten melakukan penggeledahan di kantor BPN/ATR Kabupaten Lebak setelah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) 4 oknum pegawai dan 1 kades (dok. BidHumas Polda Banten)

Namun LL tidak mendapatkan kepastian, hasil pengukuran dan waktu penyelesaian pengurusan SHM.

Sehingga kemudian LL akhirnya mau menyiapkan uang sesuai dengan yang diminta oleh oknum pegawai BPN Lebak. 

“Pasca uang diserahterimakan, penyidik melakukan penangkapan terhadap para pelaku,” ujarnya.

Penangkapan para tersangka itu dilakukan pada hari Jumat 12 November 2021.

Dalam penangkapan itu, Polda Banten telah mengamankan beberapa barang bukti.

Mulai dari satu bundel berkas permohonan SHM milik LL atas tanah di Desa Inten Jaya Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak.

Baca juga: 4 Pegawai BPN dan Lurah Terjaring OTT di Lebak, Begini Modus Nakal Komplotan Pelaku Pungli

Kemudian tiga map kuning dan amplop coklat berisi uang masing-masing sebesar Rp 15 juta, Rp 11 juta, dan Rp 10 juta.

"Barang bukti ada 3 amplop, isinya berbeda-beda, tentu menjadi petunjuk bagi penyidik untuk mendalaminya, apalagi ada kode 2.000 untuk atas dan 1.000 untuk bawah,” tegas Hendy.

Ia menyampaikan bahwa total uang tersebut sebesar Rp 36 juta.

Di mana pada amplop tersebut penyidik menemukan sebuah kode bertuliskan kode 2.000 untuk atas dan 1.000 untuk bawah.

Satu unit DVR CCTV dan dua unit handphone juga ikut diamankan sebagai barang bukti.

Sesuai dengan PP No. 128 Tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP yang Berlaku pada Kementerian ATR/BPN, sudah ditentukan nilai PNBP.

Di mana nilai itu hanya sebesar Rp100 per m2 dan itu pun sudah dibayar oleh LL.

Selain itu, kata Hendi, prosedur pengurusan SHM juga tidak dilaksanakan oleh para tersangka.

Sesuai dengan time lining yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Kepala BPN No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.

“Pasca pemohon membayar PNBP di loket, maka sesuai aturan, dalam jangka waktu 18 hari peta bidang harus diterbitkan," kata dia.

Namun faktanya, pemohon tidak juga mendapatkan peta bidang sesuai hasil pengukuran tersebut.

Hendi mengatakan bahwa motif para pelaku adalah dengan sengaja, menyalahgunakan kewenangannya untuk mendapatkan keuntungan ekonomi baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

“Hingga saat ini penyidik masih mendalami apakah perilaku ini terjadi secara sistematis di dalam lingkungan kerja di Kantor BPN Lebak,” jelas Hendi.

Kabid Humas Polda Banten, Shinto Silitonga menyampaikan bahwa para tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang dugaan tindak pidana korupsi penyelenggara negara yang bersama-sama menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain. 

"Akibat perilakunya, tersangka dikenakan Pasal 12 huruf e Undang-Undang nomor 20 tahun 2021 jumto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan ancaman 4 tahun sampai 20 tahun pidana penjara," ungkapnya.

Kemudian Shinto juga mengatakan bahwa partisipasi publik secara aktif diharapkan dapat meneruskan informasi tentang adanya pungutan biaya yang tidak sesuai dengan peraturan.

Atau mengenai informasi terkait tindak pidana korupsi lainnya ke Posko Pengaduan Ditreskrimsus Polda Banten

"Saya mengimbau agar publik aktif dalam berpartisipasi memberikan informasi terkait dengan menghubungi Hotline Pengaduan di nomor 0815-1379-9990," katanya. 

Selain itu, Shinto juga menyampaikan instruksi Kapolda Banten, di mana dalam intruksi itu bahwa praktik pungutan liar dan tindakan koruptif pada pelayanan publik sudah meresahkan masyarakat.

Oleh karena itu Kapolda Banten telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan operasi tangkap tangan.

Sebagai shock therapy sekaligus menimbulkan efek deteren bagi yang lain.

"Polda Banten akan mengevaluasi hasil pengungkapan dan mengikuti progres efek bagi pelayanan publik lainnya," kata dia.

"Apabila memang dibutuhkan maka Kapolda Banten tidak segan untuk memerintahkan jajarannya melakukan OTT terhadap informasi kasus korupsi yang lainnya," tukasnya.

Sumber: Tribun Banten
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved