4 Tersangka Korupsi SPA Sampah di Kabupaten Serang Ditahan, Diduga Rugikan Negara Rp 1 Miliar
Pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi stasiun peralihan akhir (SPA) sampah
Penulis: Ahmad Tajudin | Editor: Glery Lazuardi
Laporan Wartawan TribunBanten.com Ahmad Tajudin
TRIBUNBANTEN.COM, SERANG - Pihak Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Banten menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi stasiun peralihan akhir (SPA) sampah di Kabupaten Serang, Banten.
"Keempat tersangka itu berinisial SBP, TM, AH, dan TE," ujar Kabid Humas Polda Banten, Kombes Pol Shinto Silitonga didampingi Kasubdit III Tipikor Ditreskimsus Polda Banten Kompol Dony Satria Wicaksono, kepada awak media, Senin (30/5/2022).
Diketahui bahwa SBP (61) merupakan mantan Kadis LH Pemkab Serang dan TM (47) selaku Kabid Sampah dan Taman Dinas LH selaku PPK.
Kemudian AH selaku Camat Petir dan TE selaku Kepala Desa Negara Padang.
Baca juga: Awas, Buang Sampah Sembarangan di Kota Serang Bakal Kena Denda Rp 100 Ribu
Shinto menyampaikan bahwa sejak Oktober 2021 lalu, tim penyidik Subdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten telah melakukan rangkaian penyidikan secara intens.
Terhadap dugaan tindak pidana korupsi pada pengadaan lahan untuk statsiun peralihan akhir (SPA) sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (LH) Kabupaten Serang.
Dalam kasus ini, tim penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 32 saksi.
Terdiri dari 25 orang saksi dari pihak Dinas LH, pihak Desa dan Kecamatan, serta 7 orang saksi dari pemilik lahan.
"Selain itu penyidik juga telah melakukan pemeriksaan terhadap 4 ahli yaitu ahli perbendaharaan negara, auditor, ahli pidana dan ahli hukum tata negara," ungkapnya.
Dari hasil pemeriksaan itu, berdasarkan dengan fakta-fakta hukum yang telah dikumpulkan penyidik.
Diketahui bahwa modus para tersangka dalam melakukan korupsi ini yaitu memalsukan SK Bupati No. 539 tanggal 11 Mei 2020 untuk pengadaan lahan SPA.
Di mana pada awalnya berada di Desa Mekarbaru, namun karena ada penolakan warga.
"Kemudian lokasi itu diubah ke Desa Negara Padang Kecamatan Petir dengan menggunakan SK Bupati yang sama," katanya.
Kemudian berdasarkan hasil penyidikan, dalam kasus itu ditemukannya dugaan mark-up biaya pengadaan lahan dengan disparitas lebih dari 300 persen.