Polisi Tembak Polisi

Tok! Majelis Hakim Jatuhi Putri Candrawathi Vonis 20 Tahun Penjara, Ini Dasar Hukumnya

Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dijatuhi vonis 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

|
Editor: Abdul Rosid
Kloase/Tribunnews.com
Istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi dijatuhi vonis 20 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Selain itu, Hakim pun mengatakan berdasarkan hasil tes poligraf terhadap Putri Candrawathi, yang bersangkutan mendapat hasil minus 25 atau terindikasi berbohong atas jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

"Hasil ahli poligraf Putri Candrawathi mendapat nilai minus 25 atau terindikasi berbohong terhadap pertanyaan yang diajukan kepadanya," kata hakim di persidangan.

Selain itu, hakim menyebut dalil telah terjadinya kekerasan seksual yang dilakukan korban terhadap istri Sambo, Putri Candrawathi juga tidak tercermin dari perilaku Putri Candrawathi juga tidak tercermin dari perilaku Putri.

2. Ferdy Sambo Persiapkan Lokasi dan Alat untuk Habisi Brigadir J

Majelis Hakim menyatakan bahwa Ferdy Sambo dalam eksekusi Brigadir sudah mempersiapkan lokasi hingga alat yang akan digunakan.

"Majelis hakim menyimpulkan bahwa terdakwa telah memikirkan bagaimana cara melakukannya pembunuhan tersebut terdakwa masih bisa memilih lokasi, alat yang akan digunakan dan terdakwa menggerakkan lain orang untuk membantunya," kata hakim di persidangan.

Majelis Hakim menilai Ferdy Sambo sudah memiliki niat dari awal untuk menghabisi nyawa Brigadir J.

Hal tersebut sesuai dengan sikap Ferdy Sambo yang memanggil Richard Eliezer setelah Ricky Rizal menyatakan tak siap menembak.

"Terdakwa dalam melakukan niatnya, saksi Ricky Rizal hingga perkataan tembak Joshua kalau melawan serta memanggil saksi Richard dengan mengatakan hal yang sama," lanjut hakim.

Majelis hakim melanjutkan lebih dari itu adanya skenario seakan-akan kejadian sebelum atau sesudah penembakan kekerasan menjadi tembak menembak menjadi bagian tindakan Putri Candrawathi dan membela diri.
Semuanya sudah dirancang dan dipikirkan baik dan tenang tidak tergesa-gesa atau tiba-tiba.

"Tidak pula dalam keadaan terpaksa atau emosional yang tinggi indikatornya adalah sebelum memutuskan kehendak membunuh itu sudah dipikirnya bahkan jalan keluar seperti susunan skenario sudah dirancangnya," sambungnya.

Majelis hakim menegaskan hasil dari proses pemikiran terdakwa tersebut kemudian dijalankan dengan tujuan diinginkan yaitu kematian Yoshua Hutabarat.

Majelis hakim pun menyatakan, pemikiran yang rapih itu diawali dengan upaya Ferdy Sambo mengisi amunisi peluru milik Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E.

"Menimbang bahwa kemudian terdakwa mengambil kotak peluru dan memberikan satu kotak peluru kepada saksi Richard karena senjata Richard pada saat itu masih ada 7 amunisi peluru," kata Hakim Wahyu dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).

Lebih lanjut, Ferdy Sambo juga kata majelis hakim memerintahkan kepada Bharada E untuk mengambil senjata HS milik morban Nofriansyah Yoshua Hutabarat dalam dashboard mobil LM.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved