Pilpres 2024

Politik Dinasti? Ini Hasil Survei Litbang Kompas soal Majunya Gibran Rakabuming pada Pilpres 2024

Survei dilakukan dengan pengumpulan pendapat melalui telepon pada 16-18 Oktober 2023.

Tribuntangerang.com/m32
Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka di DPP Partai Golkar, Sabtu (21/10/2023). 

TRIBUNBANTEN.COM - Sebanyak 60,7 persen responden menyatakan "ya" saat ditanyai soal terpilihnya Gibran Rakabuming Raka untuk maju pada Pilpres 2024 sebagai bentuk politik dinasti.

Hasil itu mengutip survei Litbang Kompas, Senin (23/10/2023).

Survei dilakukan dengan pengumpulan pendapat melalui telepon pada 16-18 Oktober 2023.

Baca juga: Partai Golkar Resmi Tetapkan Gibran Rakabuming Raka Jadi Cawapres Prabowo di Pilpres 2024

Sebanyak 512 responden dari 34 provinsi berhasil diwawancara.

Sampel ditentukan secara acak dari responden panel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.

Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error penelitian lebih kurang 4,35 persen dalam kondisi penarikan sampel acak sederhana.

Meskipun demikian, kesalahan di luar pengambilan sampel dimungkinkan terjadi.

Pengumpulan pendapat sepenuhnya dibiayai Harian Kompas (PT Kompas Media Nusantara).

Gibran merupakan wali kota Solo yang merupakan putra pertama Presiden Joko Widodo.

Selain itu, sebanyak 24,7 persen koresponden menyatakan bukan bentuk politik dinasti dan 14,6 persen lainnya menyatakan tidak tahu.

Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu, mengatakan publik masih memandang negatif soal politik dinasti.

"Sebagian besar responden memandang politik dinasti ini cenderung lebih mengedepankan kepentingan (politik) keluarga dibandingkan kepentingan masyarakat," ujarnya, Senin.

Baca juga: Strategi PDIP Menangkan Ganjar dan Mahfud MD di Tangsel, Optimistis Lampaui Suara Pilpres 2019

Menurut Yohan, praktik politik dinasti sudah terlihat ketika Gibran dan menantu Presiden Joko Widodo, Bobby Nasution, berlaga di pemilihan kepala daerah Kota Solo dan Medan pada 2024.

Namun, dalam survei Litbang Kompas, sebagian besar responden juga menilai larangan terkait politik dinasti sebagai bentuk membatasi hak politik orang lain.

Sebanyak 47,2 persen menyatakan demikian, sedangkan 41,9 persen menyatakan sebaliknya.

Sumber: Kompas.com
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved