Minta Hanya Gubernur di Bawah 40 Tahun yang Bisa Nyapres-Nyawapres, Mahasiswa Gugat UU Pemilu ke MK!

Mahasiswa meminta agar hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang dapat maju menjadi capres-cawapres, bukan untuk kepala daerah di bawah gubernur

Editor: Ahmad Haris
Tribunnews/Jeprima
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK). Mahasiswa menggugat MK, meminta agar hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang dapat maju menjadi capres-cawapres, bukan untuk kepala daerah di bawah gubernur. 

TRIBUNBANTEN.COM - Salah seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia menggugat UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitutsi (MK) pada Senin (23/10/2023).

Mahasiswa tersebut bernama Brahma Aryana. 

Dikutip dari laman MK, dalam gugatannya, Brahma meminta agar hanya gubernur yang belum berusia 40 tahun yang dapat maju menjadi capres-cawapres dan bukannya untuk kepala daerah di bawah gubernur.

Baca juga: Profil dan Harta Kekayaan Arsul Sani, Calon Hakim Mahkamah Konstitusi Terpilih

Gugatan ini mengacu dari putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggapnya tidak menyebutkan secara spesifik tingkat jabatan yang dimaksud.

"Bunyi ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 yang telah dimaknai oleh Mahkamah Konstitusi No.90/PUU-XXI/2023 dalam penalaran yang wajar berpotensi secara pasti akan menimbulkan persoalan hukum bagi calon yang berusia di bawah 40 tahun karena terdapat frasa 'yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah'."

"Sementara terhadap frasa tersebut tidak menyebutkan secara spesifik pada jabatan pada tingkat apa yang dimaksud tersebut. Apakah jabatan pada tingkat Gubernur dan Wakil Gubernur atau juga termasuk jabatan pada tingkat Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota," demikian tertulis dalam gugatan tersebut.

Pemohon juga menganggap adanya permasalahan secara konsitusional terkait komposisi hakim MK yang memutus hingga mengabulkan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023.

"Syarat suatu permohonan dapat dikabulkan minimal mendapatkan lima suara majelis hakim konstitusi yang bersepakat untuk mengabulkan permohonan pemohon," tuturnya.

Sementara, berdasarkan putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, meski ada lima hakim MK yang mengabulkan gugatan tersebut, tetapi ada dua hakim yang turut mengabulkan tetapi dengan concurring opinon yaitu Enny Nurbaningsih dan Danil Yusmic P. Foekh.

Keduanya mengabulkan gugatan tersebut dengan syarat paling rendah berumur 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah setingkat provinsi.

"Maka artinya terhadap pemaknaan sebagaimana telah dituangkan dalam amar putusan yang mengikat menggantikan ketentuan Pasal 169 huruf q UU 7/2017 telah membuka peluang bagi setiap warga negara yang pada usia terendah 21 tahun dapat mendaftarkan diri sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden sepanjang sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," katanya.

Selain itu, Brahma juga mengungkapkan ada kepala daerah yang kini berusia di bawah 40 tahun menjadi cawapres dan jika terpilih dirinya merasa dirugikan.

"Hal ini tentunya merugikan PEMOHON sebagai warga negara Indonesia secara potensial dalam penalaran yang wajar pasti akan terjadi."

"Oleh karenanya walaupun pemohon bukan penggemar pada salah satu calon yang berkontestasi pada Pemilu 2024 namun PEMOHON memiliki kerugian konstitusional," jelasnya.

Baca juga: Tak Diatur UU Pemilu Jadi Alasan Bawaslu Kesulitan Tindak Praktik Mahar Politik

Tak hanya itu, Brahma juga menilai adanya ketidakpastian hukum soal jabatan apa yang dimaksud dalam frasa 'yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah' dalam putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Halaman
12
Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved