Kala Mahfud MD Prediksi Nasib Jokowi Bisa Seperti Soeharto Jika Hal Ini Terjadi

Cawapres Mahfud MD mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak akan bisa dilengserkan lewat mekanisme hak angket.

Editor: Ahmad Haris
YT Mahfud MD Official
Cawapres nomor urut tiga, Mahfud MD. 

TRIBUNBANTEN.COM - Mahfud MD menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak akan bisa dilengserkan lewat mekanisme hak angket.

Cawapres 03 yang juga mantan Menkopolhukam itu menuturkan, tujuan hak angket bukan untuk menjatuhkan Presiden Jokowi, melainkan untuk mengeluarkan rekomendasi apakah terjadi pelanggaran undang-undang (UU) atau tidak.

Menurut Mahfud MD, setidaknya ada dua UU yang akan dituduhkan atas dugaan kecurangan dalam Pemilu 2024, yakni UU tentang APBN dan UU tentang Keuangan Negara terkait anggaran bantuan sosial (bansos).

Baca juga: Soal Hak Angket Kecurangan Pemilu, Arteria Ngaku Tunggu Arahan Megawati: Kami Kan Petugas Partai!

Menurut mantan Menko Polhukam itu, anggaran bansos tahun 2023 berakhir pada November, tapi diperpanjang tanpa mengubah APBN.

Kemudian, pada tahun 2024 jumlah bansos naik dan dibayarkan kepada penerima pada Januari dan Februari menjelang pemilu.

“Padahal, undang-undang untuk tahun 2024 itu baru disahkan 16 Oktober 2023, harus menunggu perubahan APBN, tapi dipaksakan dibagikan. Ini pelanggaran undang-undang,” ucapnya.

Kemudian, menurut UU Keuangan Negara jika terjadi perubahan anggaran, maka harus melalui mekanisme dan persetujuan DPR.

Selain itu, hak angket akan menyelidiki adakah pelanggaran UU KKN, misalnya apakah penggunaan keuangan negara atau suatu kebijakan menguntungkan salah satu pihak.

“Ini teorinya, saya tidak tahu operasi politik di lapangan. Tetap tekanan publik, masyarakat bisa mempengaruhi angket,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Mahfud menyebut bahwa hampir tidak mungkin untuk memakzulkan Jokowi melalui hak angket saat ini, karena masa pemerintahan berakhir pada 20 Oktober 2024.

Menurut Mahfud, hak angket paling cepat tiga bulan, kalau rekomendasi berujung pada pemakzulan presiden, maka perlu sidang DPR lagi, bukan angket.

Sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota DPR, dan 2/3 dari yang hadir harus setuju pemakzulan. Setelah itu, disidangkan di MK.

“Itu perlu berbulan-bulan, Oktober tidak akan selesai,” katanya.

Mahfud mengatakan, jika terjadi pelanggaran UU, maka akan ada rekomendasi.

Baca juga: PDIP Seolah Ragu Gulirkan Hak Angket, Padahal Didukung Penuh Koalisi Perubahan

Baca juga: Ketua Bappilu PPP Sandiaga Uno Sebut Partainya Biasa Dukung Penguasa, Wacana Hak Angket Bakal Gagal?

Bisa saja rekomendasi berupa pemakzulan atau ditindaklanjuti secara hukum.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved