Gugatan PDIP ke KPU di PTUN, Ahli HTN Sebut Jika Darurat Konsultasi Bisa Tak Dilakukan

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Zainal Arifin Hoesein, mengatakan, KPU boleh tidak mengonsultasikan putusan MK

Editor: Glery Lazuardi
Istimewa
Sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis, (5/9/2024). 

TRIBUNBANTEN.COM - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ),  Zainal Arifin Hoesein,  mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) boleh tidak mengonsultasikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 kepada DPR. 

“Ketika terjadi sebuah kondisi atau keadaan tertentu [darurat], maka konsultasi itu bisa dilakukan atau tidak bisa dilakukan, ini orangnya [DPR] reses‎,” kata Prof. Zainal Arifin Husein‎ di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta pada Kamis, (5/9/2024). 

Prof. Zainal ‎selaku saksi ahli hukum tata negara yang dihadirkan tim kuasa hukum pihak intervensi Prabowo-Gibran dalam perkara dugaan melawan hukum Nomor: 133/G/TF/PTUN. JKT yang diajukan PDIP melawan KPU menjelaskan, tidak dikonsultasikan putusan MK untuk mengubah PKPU bukan persoalan hukum. 

“Konsultasi itu sifatnya konsultatif dan tidak melahirkan keputusan. Oleh karena itu bukan persoalan hukum, ini etika antarlembaga,” ucapnya menjawab pertanyaan salah satu kuasa hukum PDIP, Alvon Kurnia Palma.  

‎Salah satu kuasa hukum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Prof. Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.M., menyampaikan, saksi ahli telah menjelaskan tentang hal yang dipersoalkan PDIP terkait pencalonan Gibran dalam Pilpres kemarin. 

“Intinya [saksi ahli] mengatakan bahwa karena putusan MK itu sifatnya erga omnes‎ dan sifatnya self excecuting, jadi sebenarnya enggak bermasalah,” tandasnya. 

Baca juga: PDIP-Golkar Belum Ajukan PAW Fitron dan Ade Sumardi yang Dilantik Jadi Anggota DPRD Banten

Sesuai keterangan saksi ahli Prof. Zainal Arifin Hosein, kata Prof. Otto, ‎partai politik tidak berhak lagi mengajukan gugatan karena Prabowo-Gibran telah ditetapkan sebagai calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). 

“Apalagi sudah dinyatakan dia menang, maka itu tidak ada lagi hak dari partai politik untuk mengajukan ketetapan itu,” ujarnya. 

Menurut saksi ahli, yang berhak mengajukan gugatan tentang keabsahan ‎capres-cawapres atau lawan adalah pihak capres-cawapres dalam Pilpres. Karena itu, PDIP tidak mempunyai legal standing. 

“Partai politik di sini tidak punya kewenangan. Sedangkan dalam perkara ini, yang mengajukan gugatan adalah partai politik, yaitu PDIP. Itu yang dijelaskan oleh ahli,” ucapnya. 

Bukan hanya itu, usia Gibran pun telah diuji dalam 3 tahapan hingga MK sehingga persoalan ini harusnya sudah selesai. MK memutuskan bahwa keputusan KPU sudah benar. 

‎“Berarti seharusnya sudah tidak ada lagi gugata di TUN ini,” kata Otto. 

Ia menjelaskan, ‎ini berbeda dengan sengketa Pileg bahwa yang berwenang mengajukan gugatan adalah parpol bukan caleg. Umpamanya, ada caleg dari salah satu parpol tidak terpilih dalam kontestasi. Maka, pihak yang mengajukan sengketa perkaranya ke MK adalah parpol pengusungnya.  

‎Atas dasar itu, Otto Hasibuan bersama anggota tim kuasa hukum Prabowo-Gibran di antaranya Rivai Kusumanegara, R. Dwiyanto Prihartono, dll optimistis bahwa PTUN Jakarta akan menolak gugatan PDIP terhadap KPU

‎“Hukumnya mestinya begitu, tapi sebagai lawyer mewakili Pak Prabowo dan Gibran, kita percaya kepada PTUN, mudah-mudahan Prabowo-Gibran bisa dilantik pada tanggal 20 Oktober nanti,” katanya. 

Majelis hakim PTUN Jakarta akan kembali menggelar sidang pada Kamis, 19 September 2024 dengan agenda penyerahan bukti terakhir dari para pihak.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved