Pakar Hukum UI Sebut Putusan KPK di Kasus Jet Pribadi Kaesang Pangarep Keliru dan Menyesatkan

Kasus Jet Pribadi Kaesang Pangarep yang dinyatakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan gratifikasi mendapat sorotan publik.

|
Editor: Ahmad Haris
istimewa
Foto: Kaesang Pangarep dan Istrinya, Erina Gudono, terbang ke Amerika Serikat menggunakan jet pribadi. Pakar Hukum UI Gandjar Laksmana Bonaprapta menilai keputusan KPK yang menyatakan kasus jet pribadi Kaesang Pangarep anak Jokowi keliru dan menyesatkan. 

TRIBUNBANTEN.COM - Kasus dugaan gratifikasi Jet Pribadi Kaesang Pangarep yang dinyatakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bukan gratifikasi mendapat sorotan publik.

Pakar hukum pidana Universitas Indonesia Gandjar Laksmana Bonaprapta menanggapi keputusan KPK, yang menyatakan fasilitas jet pribadi yang diterima putra Presiden ketujuh RI Joko Widodo, Kaesang Pangarep, bukan gratifikasia. 

Menurutnya, keputusan penyelidikan KPK yang disampaikan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron bisa berdampak buruk terhadap pengusutan kasus korupsi.

Baca juga: KPK Sebut Private Jet Kaesang Bukan Gratifikasi, Ini Alasannya

Kesimpulan KPK bahwa pinjaman jet pribadi untuk Kaesang dan istri bukan gratifikasi adalah kesimpulan yang keliru dan menyesatkan. 

Gandjar juga menilai keliru, alasan KPK menyatakan fasilitas tersebut tidak termasuk gratifikasi karena Kaesang bukan penyelenggara negara, dan sudah hidup terpisah dengan orangtuanya.

"Keliru, keliru, dan bukan cuma keliru menurut saya, malah jadi menyesatkan," kata Gandjar saat ditemui di Gedung C1 KPK, Kuningan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).  

 

 

Penjelasan Terkait Gratifikasi

Gandjar meniuturkan, Pasal 12B Ayat 1 UU Tindak Pidana Korupsi menyebutkan bahwa gratifikasi tidak mesti dalam bentuk barang, tetapi juga dalam bentuk fasilitas/jasa. 

Ia mengatakan, gratifikasi berupa fasilitas, layanan, dan kenyamanan jika merujuk aturan memang ditujukan untuk penyelenggara negara.

Gandjar juga menekankan, penerima gratikasi berupa barang dan jasa itu tidak harus dinikmati langsung oleh penyelenggara negara, melainkan bisa dinikmati langsung oleh keluarga inti atau orang terdekatnya. 

"Terutama keluarga inti. Jadi misalnya kalau saya jadi pejabat, orang-orang itu berbaik-baik bukan cuma kepada saya, tapi juga berbaik-baik ke istri saya, berbaik-baik ke anak saya," ujar dia.

Gandjar pun menyebutkan bahwa sudah ada kasus-kasus lain yang membuktikan gratifikasi kepada pejabat publik diberikan melalui orang-orang terdekat.

"Ini riwayatnya ada semua. Yurisprudensinya ada, presedennya ada. Jadi yang kita harus pastikan adalah bahwa larangan kepada pejabat untuk menerima gratifikasi suap dan lain-lain, itu juga berlaku pada keluarga intinya," kata dia.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved